[2] Perth Tanapon

915 142 15
                                    

Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah lebih awal, demi melihat pria yang bernama Perth Tanapon, rivalku. Kata Plan, dia selalu datang sebelum jam setengah tujuh. Singgah ke rooftop sejenak, sekedar membaca materi yang akan diulas hari ini.

"Dia datang, dia datang." Plan menjerit tertahan. Lengannya menyikut perutku, aku terkesiap. Iris mataku bergerak mengikuti arah pandang Plan. Sampai mataku bertubrukan dengan mata seseorang.

Aku menatapnya.

Perth membalas tatapaku, tampak dingin.

Sudut bibirku terangkat, memperlihatkan senyuman terbaik yang aku punya demi menyapanya. Sementara Perth masih memandangku dengan ekspresi datar.

Sedetik kemudian, senyum yang aku tunjukkan memudar dalam sekejap. Reaksi pria itu membuatku terpengarah. Dia memalingkan wajahnya tanpa berniat membalas sapaanku. Dengan arti lain, dia mengabaikanku!

Sial!

"Ck. Sombong banget dia!" aku berteriak, tanganku meraih pot bunga yang tak jauh dari pintu kelas, hendak aku lemparkan ke kepala pria sombong itu.

Namun, Plan menghentikanku. Dia terbahak keras, suaranya menggema ke seluruh koridor kelas yang sepi. Plan menarikku untuk masuk ke kelas, jemari lentiknya menyeka setitik embun di pelupuk matanya akibat terlalu menikmati tawanya.

Selepas berhasil meredakan tawanya, Plan mulai bersuara. "Jangan merasa spesial, Saint. Perth memang begitu. Kamu bukan satu-satunya orang yang diacuhkan."

"Dia tidak sopan, Plan." emosiku masih membubung. Entah kenapa diacuhkan seorang Perth Tanapon, perasaanku jadi tak terkendali. Kecewa, marah, merasa terhina menjadi satu. Membuat niatku semakin bulat untuk mengalahkannya.

"Sebenarnya Saint, Perth dulu orang yang ramah." Plan membuat sebuah prolog. Dari nadanya saja, aku menyimpulkan kalau apa yang akan Plan katakan sangat serius. Aku sudah siap mendengarkan, tapi aku masih penasaran dengan banyak hal.

Karena itulah aku bertanya. "Kamu udah kenal lama sama Perth?"

Plan mengangguk. "Sejak sekolah dasar."

Tanpa kuminta, Plan melanjutkan ceritanya. Meski semula aku memarahi Plan, karena menceritakan hal yang tidak penting. Akan tetapi, diam-diam aku mendengarkannya. Mendadak aku tertarik dengan masa lalu Perth.

Plan mengatakan, Perth kecil adalah pria yang hangat, ceria dan tangguh. Namun, dunianya seakan diputarbalikkan dalam sekejap, setelah wafatnya sang Ayah. Kecelakaan itu telah menorehkan luka yang amat dalam.

Perth dengan sifat hangat yang disanjung banyak orang kini beralih menjadi sosok dingin yang mengeluarkan aura kejam. Tatapan matanya menusuk, ia jarang tersenyum dan irit bicara.

"Apa kamu tau, kenapa aku menceritakan masa lalu rivalmu?" Plan mengusap tangannya sebentar, lalu mulai mengeluarkan kalimat persuasif yang ia miliki. "Karena aku pengen kamu melakukan sebuah misi."

"Misi apa?" aku tergagap.

Seulas senyuman terlihat menghiasi bibir Plan. "Dekati dia."

[]

Aku tidak pernah memandangmu sebagai rivalku. Sesungguhnya aku memandangmu sebagai duniaku. Perth Tanapon adalah dunianya Saint Suppapong.

Eternity; I'll Call You Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang