CHAPTER XXVIII : Oh My Pretty Pretty Boy-yang jeongin(2)

1.6K 212 18
                                    

Untuk kesekian kali, Jeongin menangis.

Salju-salju di luaran sana berjatuhan, membuat suguhan pemandangan jendela yang beku itu menjadi bak lukisan. Rembulan tampak begitu tangguh, menunjukkan seluruh wajahnya di depan bumi. Tak ada kehadiran bintang, seolah mereka malu untuk disandingkan dengan sosok purnama raya dalam malam. Ia hanya seorang diri, benderang, dan sepi.

Sama seperti yang Jeongin rasakan saat ini.

Rasa bersalah, sesal, dan malu itu berkecamuk di dalam hati, membentuk sebuah luka sayatan yang pedih.

Sosok itu, Jeongin tak sanggup melihatnya. Bahkan saat pertama kali kakinya berjalan memasuki ruangan ini, ia tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Rubah itu jatuh bersimpuh di atas lantai tepat di samping ranjang kekasihnya, begitu ia melihat betapa miris keadaan sosok yang selalu menjaganya.

Sebuah belati mencabik ulu hati Jeongin, sangat sakit.

Namun hanya air mata yang dapat mewakili kesengsaraannya. Pemuda manis itu tidak bisa melakukan apapun, selain mengisak dengan batin yang meraung.

Jemari-jemari mungil itu bergerak perlahan menggenggam tangan besar sang kekasih, memberikan kehangatan kecil di musim dingin ini. Satu bulir air matanya menetes jatuh di atas tautan tangan mereka, mengalir membasahi genggaman erat itu.

Jeongin bersumpah ia sudah berusaha, namun pemuda manis itu benar-benar tak bisa membendung air matanya.

"Kak..." Suara seraknya berlirih, "Apa Jeongin masih pantas ada di sini?" Rubah itu bertanya pelan, meski ia tahu 'Kak Hyunjin'nya tidak akan menyahut.

Manik basahnya menatap sang kekasih dalam, menelisik setiap inci wajah tampan itu yang tengah terpejam. Beberapa plester luka yang menutupi wajahnya tak mengurangi sedikitpun visual sang pemuda, dia tetap terlihat menawan.

Jeongin mungkin adalah orang yang sangat-sangat beruntung, karena ia dicintai oleh sosok Hyunjin yang rupawan, dari luar maupun dalam. Terkadang ia berpikir bahwa Hyunjin itu tidak nyata karena semua kesempurnaannya. Seperti sebuah ilusi semata, Hyunjin sama sekali tidak memiliki kecacatan dalam raga dan hatinya.

Dan itu semua membuat Jeongin benar-benar merasa tersungkur ke dasar jurang terdalam.

Lalu siapakah ia?

Ia hanyalah sosok pendosa.

Menyakitkan, namun itu adalah kenyataan.

"Guanlin," Si rubah kembali bersuara. "Hari ini Jeongin memeluk Guanlin." Tetesan air itu deras mengiringi suara seraknya. "Guanlin itu baik sekali, Kak. Dia mengantar Jeongin sampai sini. Bahkan dia yang membuka pintu untuk Jeongin," Bahu sempitnya terguncang, mengikuti isakannya. "Padahal Jeongin pernah nyakitin hatinya, tapi Guanlin tetap baik, hiks." Walau didesak dengan isakannya, namun Jeongin tetap berusaha untuk berbicara.

"Kak Siyeon, Jeongin sudah berbuat hal yang kurang ajar." Rubah itu meneguk pelan ludahnya, "Tapi-hiks dia baru saja melawan pendeta dan tersenyum pada Jeongin." Isaknya.

Ruangan sepi itu hanya dipenuhi oleh tangisan Jeongin dan bunyi alat elektrokardiograf yang turut menjadi musik pengiring. Sang kekasih tidak bersuara, masih setia dengan tidurnya yang sudah berlangsung sangat lama.

PRETTY BOY •hyunjeong[ENDED]Where stories live. Discover now