ch55 : Masa Lalu si Loli Jutek

2K 247 122
                                    

"A-apa Anda bilang?" seru Paman.

"Seperti yang Paman dengar, Eisha juga berasal dari dunia langit, sama sepertiku," jawabku ringan sembari mengorek kupingku yang tidak gatal.

"Aku pamit dulu, Paman. Perutku semakin lapar," lanjutku sambil berjalan menjauhi Paman untuk melakukan teleport.

"Tu-tunggu, Tuan, jelaskan dahu...."

"Kita teruskan obrolan ini lain kali. Sebaiknya Paman segera membagikan Megalixir itu karena tadi aku meninggalkan mereka dalam rasa takut," lanjutku lalu segera ber-teleport.

Syuuuuuttzzzzzzz

Kini aku berada di taman istana Senza. Sinar matahari mulai terik, jadi sepertinya aku terlambat sarapan. Ah, kalau begitu sebaiknya aku menjenguk Eisha, siapa tahu dia belum makan jadi aku bisa mengajaknya.

Tok tok tok

"Eisha, Kakak boleh masuk?"

"Iya, Kak," sahutnya singkat.

Tanpa menunggu lebih lama, aku pun membuka pintu kamar Eisha....

Tanpa menunggu lebih lama, aku pun membuka pintu kamar Eisha

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Eisha, kenapa kamu tiduran di lantai?" tanyaku berbasa-basi padahal kutahu dia memang sedang membaca buku.

"Sha sedang baca buku, Kak," balasnya sambil tetap fokus menatap bukunya.

"Emm, bukan buku dewasa, kan?" lanjutku karena teringat momen tempo hari.

"Apa buku politik itu termasuk buku dewasa?" tanya Eisha.

Aku bingung harus menjawab apa. Buku politik memang untuk orang dewasa, tapi kan, bukan itu yang kumaksud.

"Tentu saja. Cuma akan lebih baik jika Eisha membaca buku anak-anak. Oiya, ada hal serius yang ingin Kakak bicarakan."

"Baiklah," balasnya lalu menutup buku dan duduk bersila menghadapku, jadi aku pun melakukan hal yang sama.

"Begini, Eisha sudah lama tidak bertemu dengan Kak Lillia, kan? Kalau Eisha kangen, mari kita menemuinya. Wilayah baru Aera sangatlah indah jika dibandingkan dengan ibukota Evenstar. Bagaimana?" tanyaku.

Eisha tampak sedikit tertegun dan diam beberapa saat. Ekspresinya sama sekali tak berubah, tetap datar.

"Sha cuma kangen sama ayah. Sekarang ayah sudah tidak ada lagi," tutur Eisha lalu menundukkan kepalanya.

"Jadi, selain merindukan Raja Edric, apa yang Eisha rasakan?" aku mencoba memancingnya mengatakan sesuatu.

"Tidak ada," sahutnya lugas. Kini kepalanya kembali tegak dengan tatapan mata yang cukup tajam untuk orang seusianya.

Rupanya benar. Kalau begitu, aku akan mencoba memancingnya lebih dalam.

"Eisha membenci manusia, ya?"

Grandia : Tale of ZenkaWhere stories live. Discover now