EPISODE 9

5.1K 286 7
                                    

꧁​꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧇꧙꧇꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧂

Author POV

"Terima kasih, pak. Kembaliannya bawa saja" ucap Mocca setelah menyerahkan beberapa lembar uang pada abang Ojol yang ia tumpangi.

Ia baru saja memesan ojek online untuk menempuh tempat lain. Mocca berhenti di sebuah jembatan berwarna kuning yang menghubungkan sisi lain kota yang terbelah oleh sungai.

Abang ojol itu menerima pemberian uang, kemudian sedikit terdiam karena menatap wajah Mocca yang kusut dan matanya yang mulai membengkak, seperti habis menangis hebat. Mocca lalu merapatkan dirinya dengan pembatas jembatan. Kakinya pun sudah naik satu di pembatas jalan.

"Eh? Mas! Mas! Mas!" teriak Abang Ojol tersebut.

Perbuatan Mocca itu membuatnya buru-buru menghampirinya. Berusaha mencegah Mocca melakukan hal-hal yang tidak ingin ia lihat. Pasalnya, dengan wajah yang seperti itu, lalu memesan untuk berhenti di sebuah jembatan, siapa yang tidak akan berpikir aneh-aneh, ya 'kan?

"Mas, jangan lakukan itu..." teriak Abang Ojol sekali lagi. Mocca seketika menoleh. Abang ojol kembali melanjutkan ucapannya, "...Setiap ada masalah pasti ada jalan keluarnya, Mas. Kalau mas memilih jalan ini, masalah lain akan kembali timbul. Mas juga masih muda, tolong jangan gegabah. Pikirkan keluarga, teman-teman mas yang sayang sama Mas. Bagaimana kalau orang tersebut tau ternyata mas melakukan ini, mereka bisa terpukul"

Mocca diam bingung sambil mengerutkan dahinya. "Eh.. saya nggak mau bunuh diri."

"Lha itu kenapa kakinya naik satu?"

Mocca yang menyadari langsung menurunkan kakinya, "Oh ini, hmm enak aja ongkang-ongkang kaki"

Abang Ojol tersebut mengelus dada dengan lega, "Ya Ampun, Mas! Saya pikir mau bunuh diri. Saya yang takut jadinya. Mas bener ya, jangan macam-macam disini loh. Banyak penunggunya disini. Bulan lalu ada yang bunuh diri disini!"

Mocca mengangguk, "Tenang aja, bang. Abang boleh lanjut lagi kok"

"Ah jangan deh, Mas ikut saya saja ke tempat lain. Jangan disini, saya suka nggak percaya sama ucapan anak jaman sekarang. Bilangnya iya, padahal nggak. Ayo Mas!" abang ojol tersebut menyeret tangan Mocca dengan kencang.

"Eh aduh nggak, nggak apa-apa. saya nggak mau bunuh diri beneran! Bang! Aduh..." keluh Mocca karena ia menolak untuk ditarik tangannya.

"Maaf mas, ikut saya saja lebih baik"

Bling. ponsel dari abang Ojol itu berbunyi. Ada sebuah orderan masuk yang membuatnya teralihkan. Tampak abang ojol tersebut mulai menghela nafas, ragu mana yang harus didulukan.

"Mas beneran ya, jangan ngapa-ngapain disini"

"Iya, bang! Suer!" ucap Mocca sambil mengacungkan dua jarinya.

Kemudian Abang Ojol tersebut mengangguk, mempercayainya walau sedikit khawatir juga, tapi ia harus pergi karena mendapatkan orderan baru.

Sepeninggal abang ojol tadi, tinggallah Mocca sendiri. Ia merapatkan diri lagi dengan pembatas jembatan. Ia relakan tubuhnya diterpa lembut angin sore sembari memandangi air sungai, dan langit yang memantulkan sinar senja.

"Aaaaaaaaaaahhhhhhhh"

***

Arya memandangi jam di tangannya dengan gelisah. Pasalnya Mocca sudah pergi lebih dari tiga jam lamanya. Apalagi langit sudah mulai menggelap. Ia mencoba menelpon namun sepertinya ponsel Mocca dimatikan. Ia memutuskan untuk mencari kepergian Mocca walau tanpa tujuan yang jelas.

Pacarku, Pelatihku [Slow Update]Where stories live. Discover now