• eight •

1.5K 233 23
                                    

Pekerjaan hari ini telah selesai. Dengan dibumbui sedikit rasa perih akibat berita tentang sang mantan kekasih yang -mungkin- sudah berpaling hati darinya dengan berpacaran dengan Kim Yongsun, sang sekretaris pribadi.

Kim Jennie sudah benar-benar lembur hari ini. Tak ada sedikitpun ruang yang diberikan untuk dirinya istirahat.

Gadis itu baru saja keluar dari bar sambil membawa sebotol soju yang terus Ia teguk. Langkah terlihat gontai karena mabuk. Ia ingin sedikit melupakan kekesalannya pasca Kim Hanbin yang telah memiliki kekasih baru itu.

Jennie terduduk lemas diatas bangku yang bertengger di sepanjang pedestrian. Terus meneguk minuman beralkohol tersebut hingga sudah menyisakan seperempat botol lagi.

Di tengah dirinya yang setengah sadar dan wajahnya yang terlihat begitu merah, Ia merasakan sedikit getaran yang datang dari tasnya. Ponselnya berdering. Dengan kondisinya yang mabuk, Kim Jennie berusaha mengangkat panggilan tersebut tanpa ingin mengetahui siapa yang dengan lancangnya menelefon dirinya disaat Kim Jennie tengah bersenang-senang dengan diri sendiri kini.

Halo?”, jawab Kim Jennie dengan suara khas orang mabuk.

Gadis itu mendapat respon cepat dari sang penelefon di seberang.

“Jennie-ya! Kau dimana? Bukankah hari ini kau janji untuk bertemu Mino denganku? Dia ingin mentraktir kita makan. Dia ingin bertemu denganmu”.

Meski kondisinya yang mabuk, Jennie masih bisa mengenali siapa penelefon diseberang sana.

Masih dengan suara mendesahnya, gadis itu akhirnya merespon, “Hannah-ya. Aku lelah sekali. Sepertinya aku harus tidur disini. Disini... sangat dingin. Aku..  ingin minum.. dulu, Hannah-ya”.

Suara diseberang tiba-tiba terdengar begitu panik, “Ya! Jennie-ya! Kau sedang mabuk, ya? Jangan berkata yang tidak-tidak! Kau dimana? Aku akan segera menyusul”.

Jennie hanya nyengir layaknya orang gila, “untuk apa... kau datang kemari? Aku senang tanpanya. Percayalah”, ujarnya.

Ya! Kau sudah berbicara omong kosong. Cepat katakan dimana kau dan aku akan kesana”.

Jennie menghela nafas, “Dia terlihat baik-baik saja. Apa aku perlu minum sedikit lagi? Kepalaku terasa sedikit pusing”.

Suara di seberang terdengar semakin panik, “kututup panggilannya. Jangan kemana-kemana. Tetap disana”, perintah Hannah lagi dari seberang.

Jennie hanya tertawa pelan selayaknya orang mabuk. Tak lagi mendengar suara apapun ketika Hannah langsung memutuskan panggilannya.

Gadis itu menatap botol sojunya dengan tatapan sayu, “aku mencintai benda ini. Apa aku mencintainya juga? Aku ingin menegukmu lagi”. Kim Jennie berbicara begitu sembrono akibat terlalu mabuk. Kembali menenggak minuman beralkohol tersebut tanpa memberi dirinya sendiri ampun.

Hingga badannya semakin lemas dan wajahnya yang tampak begitu memerah. Kim Jennie sedikit menyenderkan badannya diatas punggung bangku tersebut dengan wajah yang begitu sayu. Hingga Hannah akhirnya berhasil menemukan keberadaan Kim Jennie saat ini.

Ya! Jennie-ya! Sudah sinting, ya sampai harus mabuk dijalanan seperti ini?”, Hannah dengan keras menjerit melihat kondisi Kim Jennie yang terlihat begitu memprihatinkan.

“Kau mendapatkan masalah berat apa sampai harus semabuk ini?”, tanyanya lagi dengan ekspresi marah namun tetap khawatir dengan Kim Jennie saat ini.

Bukannya menjawab, gadis itu malah nyengir lebar hingga menampakkan rentetan gigi putihnya.

“Aku baik-baik saja, kok. Aku sudah melupakannya. Bagaimana? Tidak percaya padaku, ya?”.

Hannah menatap gadis itu bingung. Soju membuatnya jadi sesinting ini.

Cepat-cepat Hannah menarik minuman tersebut. Membuat Jennie merengek meminta minumannya kembali, “kembalikan cintaku. Aku sedang sakit hati”, pintanya dengan rengekan layaknya seorang anak kecil.

Hannah dengan mantap menggeleng,“sadarkan dirimu dan katakan padaku apa yang terjadi? Apa ada masalah dengan pekerjaanmu? Atau aku memiliki masalah dengan CEO perusahaanmu?”, tanyanya antusias.

Jennie menahan tawa. Sedikit nyengir ketika Hannah secara random menyebutkan kata CEO di antara kalimat tanyanya, “Ah, aku tak masalah jika Presdir sudah berpacaran. Aku sudah melupakannya. Percayalah padaku”, ujarnya lagi asal.

Hannah bergeming sebentar. Berusaha mencerna ucapan Kim Jennie yang terdengar random namun terselip suatu hal didalamnya.

Ia menahan nafas. Menatap mata sayu Kim Jennie dengan penuh rasa penasaran, “Jennie-ya. Jangan katakan padaku kalau Presdirmu adalah... Kim Hanbin”.

Gadis itu kembali tersenyum lebar, “Kim Hanbin? Ya. Pria itu. Aku tidak mencintainya lagi. Aku sudah melupakannya. Percayalah”, ujarnya masih dengan suara mendesah khas orang mabuk.

Hannah menatap gadis mabuk didepannya ini tidak percaya.

Kebetulan macam apa ini saat Jennie dan Hanbin sudah tiga tahun berpisah dan kembali dipertemukan dalam hubungan kerja?

|||

Kim Jennie benar-benar tak ingat tentang apa yang Ia lakukan semalam. Yang masih membekas dipikirannya adalah, pekerjaan menumpuk yang diberikan Kim Yongsun kepadanya yang ajaibnya dapat diselesaikan dalam waktu sehari. Terlalu tidak mungkin untuk menjadi sebuah fakta.

Jennie menatap para staff yang tengah bekerja siang ini. Tentu saja tatapan mereka akan selalu tidak mengenakkan akibat insiden Kim Yongsun itu. Kapan lagi Ia bisa menjadi disukai orang-orang di gedung ini.

Memasuki lift seorang diri, pintu yang hendak tertutup kembali terbuka ketika Kim Hanbin masuk kedalamnya. Membuatnya Jennie tak mampu berkutik. Bahkan hanya untuk menatap sang presdir muda tersebut.

Pintu lift tertutup. Tak ada suara yang benar-benar terdengar didalam sana. Hanya suara lift yang tengah beroperasi yang mendominasi ruangan tersebut.

Jennie meneguk saliva melihat Kim Hanbin yang terlihat begitu biasa saja. Sementara dirinya kini tengah mati-matian menahan rasa sesak karena jantungnya terus berdetak tidak karuan.

Ia tak menyukai kesunyian ini. Apa Kim Hanbin sesombong itu sampai tak ingin membuka percakapan dengannya?

Jennie mencuri lirikan kepada pria itu sebentar. Ia bahkan mungkin tak menyadari lirikan singkat yang Jennie berikan padanya.

Gadis itu menghela nafas, “apa kau merasa baik setelah tak bersamaku?”, tanyanya dengan suara pelan yang terdengar tidak begitu datar.

Tanpa menoleh, Hanbin hanya menjawab, “seperti yang kau lihat”.

Jennie kembali menahan nafasnya.

Tentu saja. Tentu saja kau selalu baik tanpaku ketika kau telah mendapatkan pengganti yang mungkin dimata jauh lebih baik dariku. Apa aku memang terlihat begitu mudah sampai kau bisa begitu cepat berpaling?”, sergahnya dalam hati. Ia tak habis pikir dengan Kim Hanbin. Ia memang egois.

“Baguslah kalau begitu”, jawabnya singkat.

Hingga lift akhirnya terbuka. Dan Kim Hanbin keluar begitu saja tanpa sedikitpun mengatakan hal lain lagi padanya.

Dadanya kembali terasa sesak. Diwaktu seperti tadi, seharusnya bisa menjadi waktu mereka untuk sedikit bercengkrama berdua. Dan pria itu dengan angkuhnya pergi meninggalkan Jennie yang jujur, masih menginginkan waktu lebih.

“Tidak. Aku sudah melupakanmu. Kau brengsek. Aku membencimu”.

|||

Alhamdulillah. BTY updatee hehehe.

Tinggalin jejak, okay? ;)

Thankyou for always being here yaa
Uvu❤

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang