Dia yang Mengembara

6 0 0
                                    

Aku rindu angin Andalusia yang panas. Bagaimana itu bisa menuangkan sinar matahari ke wajahmu, bermain-main dengan bulu matamu, meratakan pasir kering pada pipi dan berkeliaran di sekitar rambutmu. Aku rindu aroma lembah dan kelembutan bulu Muscat yang berkilau tertiup angin sore.

Dari sini, aku bisa melihat rumah tempat aku dibesarkan. Aku melihat gereja putih terselip di kebun anggur seperti pion yang tersebar di papan catur. Aku bisa melihat petak-petak aspal di Jalan El Jardinito yang berasal dari kota tua melalui bebatuan yang tertumpuk, lalu menyusut di balik cakrawala dengan lampu-lampu dari truk melaju yang tak menentu.

Salah satu tempat pemberhentian di sepanjang Ed Jardinito, di mana pengemudi truk berhenti untuk beristirahat, menandai titik awal untuk perjalanan yang bergelombang. Semua tertutup oleh noda-noda batang rumput yang kurus dan pasir kuning muda, jejaknya nyaris tak terlihat pada awalnya. Sebenarnya, tidak ada yang peduli untuk memperhatikannya. Mengapa supir truk berhati-hati untuk memeriksa jalur yang kotor yang mengarah ke hanya Tuhan yang tahu ke mana? Tapi aku tahu. Inilah bagaimana aku bisa naik ke sini, ke puncak bukit ini, di mana aku berdiri sekarang. Aku telah memanjat sampai disini, jadi aku akhirnya bisa mengakhiri semuanya, bertahun-tahun mengembara, pengasingan, dan ketakutan. Di sinilah semuanya akan berakhir.

Tetapi untuk sekarang, aku menikmati pemandangan lembah yang terbentang di bawahnya. Aku menghirup udara dari apa yang bisa menjadi kenangan terakhirku.

Dia akan segera muncul. Dia selalu begitu. Seperti bayangan, dia mengikutiku tepat di atas jejakku, selalu di sana, di belakangku. Dan itu dia!

Sosoknya yang tertatih-tatih muncul di belakang tikungan tajam El Jardinito. Dia menoleh dan melihatku, lalu berhenti sejenak untuk mengatur napas dan bersandar pada tongkatnya, seolah terbebani oleh sisa lintasan yang sudah dilewatinya untuk peregangan terakhirnya, lalu melanjutkan perjalanannya. Atau haruskah aku katakan, "melanjutkan kesedihannya dengan susah payah". Pengejaran tanpa henti selama bertahun-tahun telah membebani tubuhnya. Memang sepantasnya begitu. Berapa lama dia mengejarku? Sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun?

Dia lambat. Lambat sesuai dengan caranya. Tapi untuk kali ini, aku tidak akan lari. Aku akan menunggu. Di sini, di belakang batu karang ini. Aku akhirnya akan bertatap muka dengannya. Bilah pisau Swiss tajam yang aku pegang di tangan ini akan segera menembus tulang lehernya. Ya, itulah yang akan aku lakukan.

Ini akan berakhir di sini, di ujung jalan setapak berpasir ini di atas bukit yang menghadap ke lembah dengan gereja putih dan kebun Muscat.

Lucu. Setelah bertahun-tahun, aku masih belum tahu nama asli pengejarku. Aku selalu memanggilnya apa yang tuan Borges memanggilnya

"Dia yang mengembara".

Dia yang mengembara, dengarkan ini. Aku akan membunuhmu.

***
Borges. Keluarga Borges. Aku mengidolakan dia ketika aku kuliah. Banyak yang mengidolakannya, tetapi aku berbeda. Saat itu tahun 1961. Aku biasanya adalah pelajar yang malas di Universitas Laboral de Cordoba, melayang dari satu semester ke yang lain dengan nilai yang hampir tidak bisa dilewati. Aku punya sedikit teman dan hampir tidak punya minat apapun. Seseorang dapat mengatakan kalau aku memiliki bentuk awal dari krisis identitas.

Selain menenggak Anisado, satu-satunya gairahku yang lain adalah Sastra. Sastra Amerika Latin. Borges dan Neruda berada di garis depan. Satu-satunya yang bisa menggambarkan kegembiraanku ketika aku melihat sebuah pamflet yang tergantung di dinding fakultas Sastra.

Tempat itu terbatas. Tapi siapa yang peduli? Dia adalah pria itu sendiri, Jorge Luis Borges, yang datang untuk memberi kami ceramah diikuti oleh panel pertanyaan terbuka. Seperti orang gila, aku bergegas ke auditorium beberapa jam sebelum kuliah. Aku adalah yang pertama dalam antrian dan ketika pintu terbuka, aku mendapat kursi di barisan depan. Auditorium itu penuh dengan tetesan air liur dari para pemuda yang menyerukan keajaibannya, menunggu kedatangannya yang hebat.

Dia yang MengembaraWhere stories live. Discover now