12. Risau

610 46 0
                                    

Pair : Naruto-Hinata

NARUTO MASASHI KISHIMOTO

WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)

Senja Di Penghujung Tahun Mickey139

Hinata duduk termenung di kursi ruang tamu dengan ponsel yang terus berada di genggamannya. Tak pernah sekali pun matanya melirik ke arah lain selain pada ponsel tersebut. Berharap, jika benda persegi panjang itu bisa menjadi cermin yang bisa menunjukkan keberadaan anak-anaknya agar ia bisa menyusul. Sayangnya, hal itu sangat mustahil. Benda persegi itu bukan alat sihir seperti di film kesukaan Himawari. Ponsel itu tetap diam dan mati yang tetap berada di genggaman kuatnya.

Ayah di sebelahnya terus menenangkan dirinya dengan Neji yang juga terus berusaha menghubungi Hanabi yang entah kenapa hari ini sangat sulit dihubungi.

Nafas berat berhembus dari hidung Hinata. Pikirannya masih kalut, namun tak sedikit pun wanita itu beranjak dari sana. Sekedar ke kamar mandi untuk membersihkan diri pun, tidak. Ia benar-benar sudah kelelahan dengan berontakan sia-sia yang ia lakukan tadi.

"Hanabi, pasti akan membawa cucu-cucuku ke rumah ini... Dan pasti ada alasan kenapa ia membohongi kita semua." jelas Hiashi berusaha menenangkan Hinata, meski pun nada bicaranya datar.

"Iya. Kau tenang saja Hinata. Hanabi tidak akan membiarkan Boruto dan Himawari terluka..." Neji menimpali.

"Terluka?"

Sayangnya, penafsiran Hinata terhadap kata-kata Neji tidak sampai ke otak wanita itu. Ia malah menangkap arti lain dari kalimat Neji.

"Bukan itu maksudku!" kata Neji sedikit menaikkan intonasi suaranya namun, masih mempertahankan kelembutan. "Anak-anakmu pasti akan kembali. Hanabi pasti akan membawanya ke rumah. Jadi, jangan berpikir buruk. Kau tahu kan, sugesti buruk hanya akan memperburuk keadaan dan pikiranmu." lanjutnya.

"Tapi, aku tidak bisa berhenti berpikir buruk kalau Hanabi belum membawa pulang anak-anakku, Nii-san." balas Hinata. Air mata kembali memupuk di sudut matanya dan perlahan mengalir melewati ke dua pipinya. Ia kembali menangis untuk kesekian kalinya di malam itu.

Neji menghela nafas, melihat adiknya seperti ini benar-benar membuatnya tak nyaman. Selama ini, Hinata tak penah menunjukkan kesedihannya setelah sembilan tahun berlalu, seterpuruk apapun kondisinya. Dan kini, gara-gara adiknya yang lain, Hinata seperti itu. Ia ingin mengumpati Hanabi, menyeretnya ke depan Hinata untuk meminta maaf tetapi ia tidak bisa melakukannya. Ia juga sangat menyayangi adik kecilnya itu. Ia benar-benar pusing memikirkan adik-adiknya itu.

Neji duduk di samping kanan Hinata lalu meraih bahu adiknya dan membawanya dalam dekapan. "Tidak apa merasa khawatir," katanya sambil mengelus bahu Hinata untuk mengalirkan ketenangan pada wanita itu. "tetapi pikirkan juga kondisi tubuhmu bagaimana. Kau baru tiba, jetlag yang biasa kau rasakan setelah penerbangan pasti masih terasa, dan kau mau pergi. Bagaimana jika kau sakit? Pikirkan juga bagaimana perasaan ayah, aku atau Boruto dan Himawari. Bagaiman perasaan anak-anakmu ketika pulang dan melihat ibunya sakit karena mencari mereka." jelasnya dengan suara tenang yang teduh.

Sejenak Hinata terdiam, kata-kata Neji memang benar. Bagaimana bisa ia melupakan perasaan mereka. Seharusnya, ia bisa tenang dan berpikir jernih. Lagipula mana mungkin Hanabi menyakiti anak-anaknya, sementara gadis itu begitu posesif terhadap mereka. Ini semua karena ia terlalu khawatir hingga melupakan fakta tersebut. "Maaf...?!" katanya masih berada di dalam dekapan Neji.

Senja Di Penghujung TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang