prolog

5 1 0
                                    

Pagi yang cukup cerah untuk mengawali pagi yang berat, hari pertama latihan. Ku tunggu teman sekolahku di depan gerbang sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Namun hasilnya nihil, dengan pasrah Aku berjalan menuju pusat pelatihan dengan berhati-hati, perasaan gugup, takut, penasaran semuanya bercampur aduk dalam hatiku. Kalian tahu? Bertemu dengan orang-orang baru, tatapan yang baru, bahkan suasana baru bukanlah hal yang menyenangkan bagiku. Aku yang cukup takut untuk memulai ini sangatlah gugup melihat segerombolan orang yang sedang berbincang-bincang dengan serunya bahkan sampai tertawa lepas. Aku mendekati rombongan orang itu dan bertanya dengan hati-hati bermaksud tidak ingin mengganggu percakapan mereka.

"permisi, disini tempat kumpulnya untuk latihan perdana paskibraka kan?" ucapku dengan suara yang cukup kecil.

Salah satu perempuan di rombongan itu dengan semangat menganggukkan kepalanya lalu menarikku untuk bergabung dengan rombongannya itu. Cukup aneh memang. Namun tanpa sadar aku menyatu sendirinya dalam rombongan itu. Dengan gugup aku tersenyum kikuk bersalam sapa dengan robongan yang barusan aku tanyai ini. Selama perbincangan itu berlanjut aku menangkap sedikit karakter mereka. Ada Caera, ia yang menarikku untuk bergabung tadi. Anaknya cukup asik dan ternyata ada sisi kikuknya juga. Ia juga sering tidak nyambung dengan pembahasan yang sering di bahas. Lalu ada Ariz, wajahnya seperti orang luar, anaknya sangat humble dan terlihat sangat akrab dan dekat dengan Caera. Di samping Ariz ada Cetta, logat sundanya yang khas itu langsung terngiang-ingang dikepalaku. Dan yang terakhir ada Rafael, ia mudah sekali tertawa, tidak mencerminkan wajahnya yang kaku dan tegas itu.

Aku yang masih berdiam diri ini akhirnya ditegur oleh Ariz. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benakku. Apa yang harus aku jawab, apa yang harus aku ekspresikan. Begitu sulitnya diriku untuk menanggapi satu perkataannya itu. Beruntungnya teman yang sebelumnya kutunggu tadi berlari menghampiriku dengan keringat yang menghujani tubuhnya. Ia bernafas dengan berat sambil menunduk dan memegangi lututnya.

"Maaf maaf.. aku telat bangun tadi, beneran deh" ucapnya menyesal. Aku sedikit kesal padanya karenanya aku harus menunggu di gerbang sendirian dan berakhir bersama orang yang tidak ku kenal ini dan merasa terasingkan. Memang bukan salah mereka aku terasingkan seperti ini, namun diriku yang masih belum akrab pada mereka apalagi baru saja bertemu sangat sulit untuk menyesuaikan itu.

Aku menyilangkan kedua tanganku lalu membuang wajahku dengan kesal. Ia tersenyum manis sambil memohon-mohon untuk mengampuninya. Aku mendecakkan lidahku lalu mengerucutkan bibirku kesal. Namun wajah memelasnya yang seperti anjing hilang membuat hatiku lama lama meleleh. Akhirnya akupun menyerah lalu memaafkannya dengan pasrah. Ia tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya yang sedang berbaris ditutupi oleh pagar ungu itu. Aku pun menyadari mereka melihat kami berdua dari tadi. Wajahku memerah seperti tomat sakin malunya. Aku berdeham sedikit untuk menutupi wajahku yang setengah merah itu.

"Rycca" ucapku memperkenalkan temanku ini. Rycca tersenyum lalu memperkenalkan dirinya lagi secara personal ke mereka. Namun tak lama sejak kedatangan Rycca, salah satu pelatih datang menghampiri kami.

Kami dibariskan 2 banjar putra putri dan di arahkan menuju ruangan. Setelah itu nama kami dipanggil satu per satu berdasarkan absen. Satu persatu memasuki ruangan dengan izin hormat terlebih dahulu lalu diserang oleh ribuan cahaya kamera dan tepukkan tangan dari para audiensi dalam acara tersebut. Saat giliranku hamper tiba, aku menengok sedikit sambil menghtung berapa orang yang tersisa sebelum giliranku.

'4' gumamku kecil, lalu berusaha menenangkan diriku. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan. Disaat seperti iini jantungku tidak bisa diajak berbicara. Ia terus memberontak hingga berdetak 2 kali lebih cepat dari biasanya. Saat giliranku tiba, aku menunjukkan senyum manisku yang dihiasi oleh lesung pipi lalu hormat dan meneriakkan dengan lantang 'izin masuk' lalu masuk ke dalam ruangan dan duduk di kursi yang telah disediakan

Aku terkejut saat meliihat Aris yang ternyata duduk di disebelahku. Ia tersenyum padaku dan kubalas senyumnya dengan senyum ku. Agak melegakan karena bersampingan dengan orang yang sudah berkenalan lebih dulu. Tidak terlalu canggung menurutku. Awal yag baru untuk ku dan awal inilah yang akan merubah sebagian besar hidupku.

TWINWhere stories live. Discover now