BAB 18 :: Duo licik

1.5K 202 21
                                    

Erland masih belum banyak bicara, bahkan saat Renata dan sang bunda menjenguknya bergantian. Reina pun sering berkunjung sepulang sekolah dan biasanya menemani sampai hampir magrib. Meski kakaknya lebih banyak diam, Reina tak sedikit pun menyerah mengajak Erland bicara. Hari ini contohnya.

"Aa, ngomong dong. Aku kangen tahu," ujarnya sembari bertopang dagu dengan tangan bertumpu penuh pada tempat tidur sang kakak.

Arlan tersenyum kecil melihat tingkah putri kecilnya. Namun, merasa prihatin di saat yang bersamaan. Bagaimana tidak? Sejak kecil Reina dan Erland sering sekali bertengkar. Saat Erland pergi ke luar negeri, Reina cukup kesepian. Maka dari itu, ketika Erland kembali mereka semakin dekat demi menebus kepergian Erland selama beberapa waktu. "Rei, Aa masih sakit."

"Kan yang sakit perutnya, Yah, mulutnya enggak. Aku kangen bawelnya Aa."

Erland menoleh, tangannya kemudian terangkat mengusap puncak kepala sang adik. "Aa minta maaf." Lirih sekali Erland bicara, tetapi masih bisa didengar oleh Reina.

Reina bangkit, sedikit membungkuk, lalu membenamkan kepalanya di dada sang kakak. "Aa, yang enggak pernah aku bilang sama Aa apa sih? Kayaknya udah semua. Yang mau aku bilang hari ini juga mungkin Aa udah pernah dengar. Tapi, aku enggak akan bosan bilang aku sayang Aa. Cepat sembuh, ya, A. Aku kangen."

Dengan jelas Arlan melihat cairan bening meluncur dari sudut mata putri bungsunya. Hatinya terenyuh melihat betapa anak-anaknya saling menyayangi.

"Aa juga sayang banget sama kamu, Rei." Kemudian Erland beralih pandang pada sang ayah. "Yah, aku mau pulang."

"A, kamu belum benar-benar pulih."

"Aku kangen Reka, Yah."

Arlan menghela napas berat. Ia mengerti apa yang dirasakan Erland. Sejak sakit, putra sulungnya itu memang tidak pernah bertemu dengan Reka.

"Aa tuh jangan nakal. Kalau nakal nanti makin lama sembuhnya."

"Justru Aa akan cepat sembuh kalau ada di tengah-tengah kalian."

"Ayah coba bicara dulu sama dokter. Kalau diizinkan kita pulang, seandainya enggak, kita tetap di sini sampai kondisi kamu membaik."

***

Elena senang luar biasa begitu mendengar Erland diperbolehkan pulang. Namun, ia juga jengkel karena menantunya justru menghilang entah ke mna. Reka rewel, dan Elena jadinya sulit melakukan apa pun.

"Ini Teteh ke mana sih? Pergi dari pagi kok sampai sekarang belum pulang juga."

Beruntung, tak berselang lama Hana datang karena ia dikabari Reina bahwa Erland akan segera pulang. Perempuan itu turut membawa Alana, sedangkan Alvin akan menyusul nanti setelah pulang kerja.

"Hallo, Alana. Apa kabar gembul?" Elana langsung menyambut, sementara yang ditanya tetap diam dengan bibir mengerucut karena baru saja bangun tidur. "Masuk, Han," lanjutnya.

"Alananya baru bangun, Oma. Jadi, belum ngumpul," sahut Hana sembari terkekeh. "Rena mana Tante?"

"Tante juga enggak tahu. Pergi dari pagi, sampai sekarang belum pulang juga. Mana dari tadi Reka rewel."

"Ya ampun. Udah coba ditelepon?"

"Ponselnya di kamar. Jadi, Tante enggak bisa apa-apa."

Hana berdecak kesal. Kali ini Renata pasti menemui Haikal lagi.

"Tante, Reka biar aku yang gendong aja. Tante pasti repot."

"Alana gimana?"

"Enggak apa-apa. Nanti juga pasti ngajak main Reka."

Without youWhere stories live. Discover now