His Story

1.9K 246 9
                                    

Maap part Q&A kemarin belum dibikin, sumpah ngerasa gak ada waktu akhir2 ini :(

Dan, gak tau kenapa tbtb ide menulis ini muncul, jadi daripada mubazir, kumenulis ini di sela-sela waktu istirahat.

Enjoy, and hope you like this one 😘

******

*****

Ah Indonesia, agak sedih sebenernya kalau dengar nama negara itu. Negara tempatku akan pulang.

Rasanya bandara siang ini akan menjadi tempat paling mengerikan. Aku seperti tak ingin turun dari pesawat untuk menghadapi kenyataan.

Yeah, ada kenyataan pahit yang harus kuhadapi di negara ini, Indonesia.

Tapi aku belum sampai situ, aku belum ingin menceritakan kepahitan apa itu.

Aku hanya ingin menenangkan diri sebentar, menyiapkan diri untuk menghadapi semua itu.

Mataku yang sedari tadi terpejam, perlahan kubuka, Capt Yousef menginformasikan kalau kami sudah mendarat dengan sempurna di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Sengaja menunda, aku membiarkan beberapa penumpang turun duluan, aku memang ingin jadi penumpang terakhir yang turun. Bukan ingin memperlama adikku yang menunggu, hanya saja... aku tak tahu apakah aku akan kuat atau tidak.

*****

Mobilku berhenti, dari tempatku diam ini sepertinya berjarak kurang lebih 30 meter dari rumah yang kutuju. Ett, bukan, bukan tuju, bukan singgah ataupun mampir, hanya ingin diam sejenak untuk melihat.

Rumah itu terlihat sepi dari luar, sore ini mungkin memang tidak ada siapa-siapa di rumah itu. Jadi, aku langsung menjalankan mobil lagi, segera melajukan mobil ke tempat ke dua.

Selang satu jam, aku tersenyum, rumah yang satu ini tidak sepi, tapi aku bisa melihat bagaimana sahabatku ini duduk di ayunan kayu di halaman rumahnya, menggendong bayi berusia sekian bulan dan sambil tertawa-tawa.

Ahhh, Kalya. Dulu, saat hubunganku dengan pacar yang sudah selama 4 tahun berakhir tragis, kukira aku akan bisa bersamanya, karena aku malas kalau harus mengenal orang baru. Aku senang dengan orang yang mengenalku luar-dalam seperti sahabatku ini.

Tak hanya memantau dari jarak sekian puluh meter, aku memajukan mobilku tepat di depan rumahnya, lalu turun untuk sekedar menyapa.

"Assalammualaikum!" Sapaku.

"Ehh ada Om Damar!" Seru Kalya, ia tak turun dari ayunan, hanya senyum kepadaku, jadi aku mendekat ke arahnya.

"Sumringah amat, Neng?" Tanyaku.

"Hari ini gue dapet surprise dari anak gue!"

"Apaan?" Aku penasaran, apa yang bisa diberikan anak kecil ini kepada sahabatku?? Ia bahkan belum bisa mengurus dirinya sendiri kan?

"Kata pertamanya keluar, dia bilang ma-ma!" Jelas Kalya nampak bahagia.

Kebahagiaan yang ia rasakan menular, aku langsung tersenyum pada anak kecil yang sedang menikmati hembusan angin saat berayun ini.

"Udah mau maghrib, masuk sana lo, gak ngeri apa di luar gini??" Tanyaku.

"Kita berdua lagi nunggu Aiden, mau nyambut gitu maksudnya, eh elo yang nongol, dari mana mau ke mana lo?" Ia malah balik bertanya.

"Balik kerja, lagi pengin mampir aja."

"Pengin minta makan ya lu?? Gue masak sih hari ini, abisnya tadi siang Aiden bilang pengin makan masakan rumahan, jadi deh gue belanja terus masak, beres... main deh sama anak." Jelasnya dengan nada bahagia.

Dunia Abu-abuWhere stories live. Discover now