21

1.1K 255 5
                                    

"Jadi apa rencanamu berikutnya, Theo Adolf?"

Iris, yang ditugaskan untuk mengawasi pekerjaan Theo, akhirnya bersuara setelah membuat Theo bermonolog hampir seharian. Theo yang sedang mengutak-atik sistem di komputer, membelakangi Iris yang duduk di atas anak tangga, memastikan pria itu tidak melarikan diri sebelum pekerjaannya selesai, kini membalikkan punggungnya untuk melihat wajah gadis itu.

"Oh, kupikir kau tidak melihatku di sini."

Iris memutar bola matanya, "Aku hanya enggan melihatmu tetap di sana, bekerja seperti anjing Para Bangsawan."

Theo tersenyum miring, "Kau bicara padaku? Kau? Really?"

Iris masih diam di tempatnya, perlahan, dengan penuh kasih sayang, mengusap-usap pistol laras panjang di tangannya.

"Kau tidak perlu meningkatkan adrenalin hanya untuk menjawab, bukan?" Iris ganti mengeluarkan glock dari sabuk di pinggangnya, mengokang senjata itu dengan cepat dan membidik pada Theo, "Apa yang sedang kauincar?"

"Kurasa seseorang di luar sana yang harus menanyakan pertanyaan itu padamu, Nona. Apa yang sedang kaulakukan di sini? Kau tahu maksudku." Theo berhenti bekerja. Ia mengangkat kedua tangan di setara dada, menyerah, meski sama sekali tidak kehilangan lengkungan senyum ringan di wajahnya.

"Melakukan pekerjaanku, tentu. Menjagamu dari kemungkinan kau melakukan tindakan bodoh seperti mencoba untuk melarikan diri atau lainnya."

Menghela napas panjang, Theo menggeleng dan meneruskan pekerjaannya di depan komputer. "Kau sangat keras kepala."

"Aku bisa mengatakan hal yang sama padamu."

"OK. Bagus."

Itu adalah penutup dari pembicaraan mereka yang luar biasa.

"Kau ingat gadis yang kutembak untuk melindungimu?"

Ucapan Iris membuat gerakan jemari Theo berhenti. Pria itu membenarkan posisi kacamata di hidungnya, lalu untuk kedua kalinya ia membalikkan badan pada Iris.

"Bagaimana aku bisa lupa?"

"Percaya atau tidak, dialah yang membuat aku melakukan ini."

"Ok, ini jadi semakin tidak masuk akal. Kau melakukan pekerjaan berbahaya untuk seseorang yang baru saja kaubunuh."

"Dia tidak mati."

Theo membetulkan posisi kacamatanya, menatap gadis itu dalam-dalam. Berharap gadis itu tidak mempermainkan dirinya lagi. Theo tetap bungkam, setengah tak tahu harus berkata apa, setengah ia ragu dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Namanya Amelia," Iris mengawali, "ia adalah sahabat. Orang yang sangat berarti."

"Kuyakin, sekarang, si Amelia ini tidak akan merasa kau berpikir demikian. Maksudku, setelah apa yang kaulakukan padanya di laboratorium."

"Well, aku tidak menyalahkannya. Kurasa dia akan menembak kepalaku saat pertemuan kami berikutnya."

"Kau terlihat seakan pertemuan itu sudah kaurencanakan."

"Memang."

Alis Theo terangkat sebelah, pembicaraan kali ini bisa dibilang yang paling menarik sejak ia berada di sini. "Apa maksudmu?"

"Aku sudah menitipkannya pada orang yang kupercaya. Seseorang yang akan menyelamatkan kita dari proyek pembunuhan massal ini. Ia akan kemari, untuk menghancurkan apa pun yang sedang kau bangun saat ini dan menghentikan rencana busuk Para Bangsawan."

Theo merenung, ia mengalihkan pandangannya dari Iris kembali pada proyek yang sedang ia selesaikan.

"The Great Tree, Eve's Apple dan satu-satunya orang yang memiliki kunci dari security access The Great Tree, yaitu aku. Kemudian untuk mendukung semua rencana itu, mereka memiliki klona prototipe sempurnyanya, Meredith. Para Bangsawan, sudah mendapatkan semuanya untuk membuat Tuhan semakin muak pada manusia dan semakin mengacuhkan kita."

Lazarus's Heart (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang