02

53 15 3
                                    

Aku, pembunuhmu, di masa depan, ingin bertanya sedikit tentang rencana-rencanamu sebelum tahun depan menjemput.

"Bagaimana kalau kau menulis sebuah bucket list? Kau tahu, daftar keinginan yang ingin dilakukan sebelum mati."

Dan kau, lagi-lagi tersenyum, begitu samar.

"Yah... ada."

"Salah satunya, aku ingin mencarikanmu seorang pelindung terbaik."

"Agar aku bisa tenang meninggalkanmu di dunia ini."

"Kau tak boleh sendirian."

"Karena kau adalah gadis yang sebenarnya rapuh."

"Memilih bersembunyi dan enggan menyentuh dunia yang sebenarnya indah. Kau harus melihat dunia dalam kacamata yang lebih segar dan berwarna."

"...bersama pelindung terbaikmu."

"Dan aku yang akan menyeleksinya sendiri."

Sekali lagi, keningku mengerut semakin tak karuan mendengar jawaban anehnya.


***


Hari yang dingin di pertengahan Januari. Aku sedang berada di luar sekolah. Menjelajahi kawasan mall bersama Mark. Mau tidak mau kita harus menuruti perkataan Myungsoo soal peraturan klub Precious After School.

Aku sedikit jengkel. Myungsoo memang selalu memutuskan sesuatu sendiri. Bahkan ia tak bertanya padaku apakah aku setuju dengan ide gilanya. Lagipula, kenapa orang-orang hebat ini mau mengikuti bualan Myungsoo yang penuh omong kosong itu? Bukankah mereka lebih baik keluar dari grup daripada harus berkencan denganku sesuai jadwal yang ditetapkan sang ketua, tuan Kim yang terhormat?

Aku sedari tadi beradu dengan pikiran. Dan sesekali melirik ke arah Mark. Dia tampan sekali hari ini. Gaya berpakaiannya selalu modis.

Kami melangkah memasuki salah satu gerai sepatu. Mata Mark terlihat berbinar-binar melihat jejeran sepatu bermerk luar itu. Aku bingung dengan pria, mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk satu sepatu bermerk. Kenapa harus memakan banyak waktu? Pilih satu yang kau suka dan bayar segera!

Ups. Kurasa wanita juga sama, huh?

Aku sekali lagi menggerutu. Beberapa kali aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah malam. Dan Mark masih memilih-milih sepatu yang hendak ia beli. Sedari tadi kulihat dia hanya memperhatikan dua sepatu bermodel sama dengan warna yang berbeda. Bahkan sempat kulihat dia berkumbang-kuncup ria memilih sepatu di depannya dan setelah itu beralih ke pajangan sepatu lain. Aku menggeleng frustasi. Pria sungguh merepotkan.

His Bucket ListTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang