Dunia Kotak Sekar

34 1 0
                                    

Kisah ini tentang gadis pembenci belalang, pembenci jalan berlubang, dan pembenci orang yang suka mencari perhatian. Gadis ini hidup dalam sebuah kotak yang disebut dunia orang dewasa. Hidup terasa begitu membosankan baginya, tapi dia juga tidak mempunyai motifasi untuk merubah kehidupannya. Gadis ini hanya terus hidup, tanpa ada sedikitpun warna di dunia kotaknya.

Pagi selalu diawali dengan menatap langit-langit kamar. Dipandanginya platfom putih kontrakannya yang mulai menjamur karena rembesan air hujan. Tatapan kosong selalu menjadi ritual bangun paginya. setelah puas menatap platfom, gadis yang bernama Sekar ini bangkit dari tempat tidurnya, duduk di tepi tempat tidur dan kembali menatap kosong, pada tembok.

30 menit Sekar habiskan untuk menatap tembok, menguap lebar, keluar dari ranjang dan melangkah menuju dapur. Jam dinding yang tertempel sedikit miring menunjukan pukul 04.30 pagi, langit diluar juga masih gelap. Hawa dingin pagi buta menyusup disela ventilasi kontrakan Sekar, membuat seisi kontrakanya membeku.

"hah, bangun kepagian lagi" degan helaan nafas panjang, Sekar menyedu kopinya.

###

"Mbak Sekar jam segini sudah berangkat kerja?" Bu Salihah tetangga kontrakan Sekar menyapa dengan senyum paginya yang cerah, walau pada kenyataannya pagi ini sangat berawan.

"Iya, Buk. Biar tidak kena macet, mari buk!" jawab Sekar dengan anggukan sopan, kemudian kembali meneruskan perjalannannya. Sapaan pagi dari beberapa tetangganya adalah salah satu rutinitas Sekar setiap berangkat kerja. Setidaknya ada empat orang tetangganya yang rutin memberi sapaan, seperti Bu Salihah, Om Ramli, Tante Nana dan Mbak Rini.

Perjalanan dari kontrakan menuju jalan raya tempat menunggu angkot ditempuh Sekar selama sepuluh menit. Biasanya Sekar akan menggunakan ojek untuk menuju jalan raya, namun jam sepagi ini belum ada ojek yang mangkal, sehingga Sekar terpaksa berjalan. Dalam perjalanan sesekali Sekar menggigil kedinginan dan bersin ringan, dipererat pelukanya pada dirinya sendiri, ini masih jam 05.46 pagi dan Sekar sudah ada dijalan.

Ditunggunya angkuta dengan sabar di pinggir jalan dekat halte bus, dijalanan sendiri sudah berlalu lalang beberapa kendaraan pribadi dan bus yang sayangnya bukan kendaraan Sekar menuju tempat kerjanya.

###

Di kota yang sibuk ini, kota yang tidak pernah tidur, kota yang dipenuhi dengan segala jenis manusia, Sekar hidup. Di kota ini dia selalu menjadi salah satu manusia transparan, keunikan apapun yang dimilikinya tidak ada pengaruhnya disini. Sekar hanyalah satu diantara ribuan orang yang sama.

"Rajin benr jam segini sudah berangkat kerja, neng?" suara serak yang tiba-tiba muncul mengagetkan Sekar, menyadarkannya dari lamunan. Ditolehnya seorang bapak yang berdiri tak jauh dari tempatnya, tersenyum ramah pada Sekar.

"Iya pak, biar tidak kena macet" jawab Sekar, sedikit gemetaran karena kaget dan menahan dingin. "bapak sendiri juga berangkat kerja?" Sekar balik bertanya, bapak yang ditanya masih menyungingkan senyumnya, kemudian menunjuk kesebrang jalan.

"Bapak mau senam pagi di taman sebrang, itu teman-teman bapak" bapak tadi menoleh kearah belakang Sekar, diikutinya arah pandangan sang bapak dan Sekar mendapati segrombolan orang yang kira-kira umurnya enam puluhan tahun keatas, berjalan santai kearah mereka. "semoga kerjanya lancar ya neng, bapak duluan" pamit bapak tersebut, kemudian berlalu bersama gerombolannya.

###

Kesepuluh jari Sekar terus menjentakan diri diatas keyboard komputernya, matanya terus beralih antara kumpulan kertas berisi data-data dengan layar komputernya. Datang paling awal bukan jaminan bisa menyelesaikan tugas lebih cepat, dan pada kenyataanya malah mendapatkan tugas lebih banyak.

Dunia Kotak SekarWhere stories live. Discover now