3. Hayoung

854 54 0
                                    

Aku menatap obat-obatan yang sudah berada di tanganku saat ini. Aku juga mendapatkan sebuah masker dari dokter tadi supaya tidak ada yang memperhatikan luka lebam di pipiku ini. Sebenarnya, aku tidak terlalu memperdulikannya karena setelah bertengkar dengan Ibuku, aku langsung ke Rumah Sakit untuk mengambil hasil tes skrining kandungan serta HIV ku yang sudah ku jalani minggu lalu. Aku beradu mulut dengan Ibuku karena aku baru memberitahu kehamilanku hari ini setelah dia menyadari adanya perubahan pada perutku yang semakin membesar. Aku mendapatkan pukulan dari benda tumpul yang di pegang Ibuku karena dia merasa sangat marah padaku. Aku pun menerima semua kekesalannya walaupun harus menutupinya dengan tangisanku. Itu memang kesalahan yang telah ku lakukan pada Jaeyoon oppa waktu itu. Bahkan Ibuku juga ikut menangis sampai aku harus memeluknya beberapa kali untuk meminta maaf padanya dan menghentikan kemarahannya.

Mempunyai anak baik dan juga penurut merupakan dambaan kebanyakan orangtua di luar sana. Sementara di sini, aku sudah menghancurkan kepercayaan Ibuku sebagai anak satu-satunya. Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresinya nanti saat aku menyerahkan hasil tes yang menyatakan aku positif terkena virus HIV. Mungkin aku harus bersiap untuk meninggalkan rumah dan mencari pekerjaan baru dengan gaji yang lebih tinggi. Karena hasil gajiku selama ini sudah habis untuk memeriksakan diriku minggu lalu serta untuk membeli obat hari ini. Beruntung, dokter tadi berbaik hati memberikan obat gratis untuk menyembuhkan pipi lebamku. Aku akan membalas kebaikan dokter itu nanti saat aku sudah benar-benar dinyatakan sembuh.

Ponselku berbunyi saat berjalan menuju halte bus terdekat. Aku melihat sebuah nama yang sudah lama tidak menghubungiku...

"Halo?"

"Hayoung, bagaimana kabarmu?" Suara Yerin membuatku rindu dengan masa-masa sekolahku.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Aku berusaha untuk tersenyum supaya tidak terdengar menyedihkan.

"Aku juga baik. Bagaimana dengan kuliahmu sekarang? Beruntungnya dirimu bisa mendapatkan beasiswa, jadi tidak perlu repot mendaftar lagi"

Aku hampir lupa, beasiswaku terabaikan selama dua bulan ini. Bahkan aku juga tidak ingat dimana menyimpan kertas itu karena aku merasa sangat tertekan setelah mengetahui hasil positif dari testpack yang ku beli diam-diam bulan lalu.

"A-aku tidak meneruskan pendidikanku..." Aku mulai berbicara jujur pada sahabatku sendiri.

"Mwo? Benarkah? Wae?"

"Benar. Ada beberapa masalah yang sedang menimpaku saat ini, jadi akan sangat sulit untuk memikirkan pendidikan dalam waktu dekat" Aku reflek memegang perutku sendiri.

"Masalah? Apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu, Yerin? Apa kau sudah mendapatkan pekerjaan sekarang?"

"Sudah. Tapi aku sedikit bosan karena harus berada dalam pengawasan Ayahku setiap harinya"

Beruntungnya dia bisa langsung mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar, ucapku dalam hati.

"Jadi, apa yang kau lakukan sekarang kalau kau tidak melanjutkan pendidikanmu?" Yerin bertanya lagi padaku.

"A-aku hanya membantu Ibuku..."

"Apa kau tidak ingin bekerja di tempat lain supaya bisa menghasilkan uang lebih besar?"

"Aku sudah pernah mencobanya. Tapi pekerjaan itu tidak cocok untukku"

"Apa kau ingin mencoba melamar di tempat Ayahku? Mungkin saja dengan kepintaranmu, kau bisa diterima"

"A-aku tidak terlalu yakin dengan pekerjaan kantoran seperti itu"

Heal Me, Save MeWhere stories live. Discover now