DUA

17.8K 863 2
                                    

Aku menatapi setiap ruangan rumah ini. Rumah ini bagus, sangat bagus. Setiap ruangannya luas dan tertata rapi. Ya. Aku sudah tiba di rumah Kak Sabrina beberapa hari yang lalu setelah diajak berputar-putar oleh Damian ke restoran, bengkel mobil, dan yang paling lama adalah di tempat loundry. Dan yang menjemputku, Damian, adik ipar Kak Sabrina. Aku bersyukur karena dia bukan suami kakakku. Awalnya kupikir dia Kak Jordan karena tak seperti ciri-ciri yang disebutkan Kak Sabrina ketika akan menjemputku. Damian tidak mau memberikan identitasnya padaku, jadi aku menebak-nebak siapa dia dan kesimpulanku meragukan bahwa dia suami Kak Sabrina. Aku tidak begitu suka padanya. Dia jutek, sombong, dan kurang memiliki sifat peduli. Dari awal aku dan Damian bertemu sudah membuatku tak menyukainya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

Aku terkejut ketika suara Damian menegurku. Hampir saja jantungku copot dari tempatnya karena terkejut. Kulihat Damian menggendong Dania yang sudah tertidur.

"Aku hanya ..." Aku menggantungkan kalimat karena bingung untuk membalasnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?!" Dia menatapku tajam.

Aku tak tahu ini tempat apa. Yang kutaku ini seperti ruangan kerja. Kenapa dia harus marah-marah? Ini rumah Kak Sabrina.

"Keluar!" katanya tegas.

Aku keluar dari ruangan itu. Aku mungkin salah karena sudah lancang masuk ke dalam ruangan itu. Apa itu ruangannya? Tapi kenapa dia harus marah-marah sperti itu? Apa dia tidak bisa bicara baik-baik?

"Aku minta maaf." Aku menunduk.

"Seharusnya kamu bisa mejaga sifat sopan di rumah orang lain." Damian masih ngedumel.

Aku hanya mengikutinya menuju kamar Dania. Entah kenapa selalu ada masalah jika bersamanya.

"Bukankan ini rumah Kak sabrina? Lalu, kenapa dia yang marah-marah? Sudah seperti bos saja." Aku pun menggerutu.

Aku terkejut ketika tubuhku menabrak tubuh Damian. Kenapa dia tidak aba-aba terlebih dahulu? Aku selalu menabraknya.

"Jaga etikamu di rumah ini. Ini tempat tinggalku. Sabrina hanya sedang tinggal di sini sementara waktu dan tak lama lagi dia akan pulang ke rumahnya. Aku harap, kamu jaga kesopanan dan jangan lancang memasuki ruangan yang seharusnya tidak kamu masuki." Damian mengingatkan aku.

Jadi ini bukan rumah Kak Sabrina? Ini rumah Damian? Apa dia bercanda?

"Aku sudah minta maaf padamu, tapi kamu masih ngedumel saja. Dan lagian, aku nggak tau kalau ini bukan rumah Kak Sabrina. Kalau saja kamu mengingatkan aku sejak pertama kita bertemu, mungkin aku nggak akan penasaran dengan rumah ini." Aku membalasnya dengan nada ketus.

Damian merebahkan Dania di tempat tidur. Ia lalu pergi tanpa membalas ucapanku. Dia memang benar-benar sombong. Aku sangat tidak menyukainya dari awal kita bertemu sampai saat ini.

Aku menyelimuti tubuh Dania. Kak Sabrina masih belum bisa pulang karena menunggui Kak Jordan di rumah sakit. Aku pun belum bertemu dengan Kak Jordan. Aku berharap, dia tidak seperti Damian yang galak, sombong, dan tidak memiliki rasa peduli.

Aku terkesiap ketika mendengat telepon genggamku berdering. Kuraih benda itu lalu menerima panggilan telepon dari Kak Sabrina.

"Iya, Kak." Aku menyapanya.

"Syah, kamu siap-siap, ya. Aku dan Kak Jordan akan pulang ke rumah. Kamu nanti diantar Damian ke sini. Kakak sudah bilang dengannya untuk mengantar kamu dan Dania ke rumah Kak Jordan," kata Kak Sabrina.

"Iya, Kak. Aku akan siap-siap. Tapi Dania lagi tidur, Kak. Apa nggak nanti saja kalau dia sudah bangun baru berangkat ke sana?" Aku menyampaikan.

"Oh, ya sudah, biarkan dia tidur. Aku bisa beres-beres kamar sebelum kalian datang." Kak Sabrina membalas.

Om Damian [Tamat]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum