BAB 18

2.9K 113 1
                                    

"Kenapa kamu memanggilnya mama?" Tanya Rafa. Rafa lalu menstater mesin mobil, dan meninggalkan area halaman rumah Raka.

"Beliau sendiri yang menyuruh saya manggilnya mama, bukankah itu lebih sopan" ucap Dea.

Rafa melirik Dea, ia mengehelakan nafas, "Menurut A'a sedikit aneh, kamu tidak ada hubungan apa-apa dengan dokter itu kan" Rafa mencoba menastikan.

"Tidak ada A'a. A'a tahu sekarang dokter itu sudah bertunangan".

"A'a tidak suka kamu terlalu dekat dengan keluarga teman kamu yang dokter itu, dan lagian beliau menginginkan kamu menjadi menantunya, jujur A'a tidak suka".

Dea mengedikkan bahu, menyelipkan rambutnya di telinga, "Dea juga tidak tahu, sudahlah A'a jangan bahas itu lagi, apa yang perlu A'a khawatirkan lagi. Bukankah Dea sudah memilih A'a".

Rafa masih fokus dengan kemudinya, Rafa menyandarkan punggunya di kursi, sambil menunggu lampu hijau menyala. Diliriknya Dea dan tersenyum mendengar pernyataan Dea, "A'a ingin menelfon orang tua kamu secepatnya".

"Biar Dea saja yang memberitahunya".

"Oke, tapi A'a ingin secepatnya" Rafa lalu menjalankan mobilnya kembali, karena lampu hijau di trafik light sudah menyalan.

"Iya"

****

Raka merebahkan tubuhnya di tempat tidur, ia menatap jari melingkar di jari manisnya. Tapi entahlah hatinya seakan tidak terima, ketika ia menatap wajah sendu Dea. Wanita itu sudah mengusik hatinya, hatinya seperti ada yang hilang. Riuh resah menjadi satu, ketika tangan itu menggenggam jemari-jemari lembut Dea.

Raka mengenal laki-laki bersama Dea, pria itu bernama Rafa. Melihat kebersamaan mereka ada perasaan tidak menentu dihatinya, rasa tidak suka begitu mendominasi.

Raka tahu ia tidak bisa berbuat banyak, sementara dirinya sudah terikat dengan suatu ikatan. Baru beberapa jam yang lalu ia resmi menyadang gelar menjadi tunangan Anatasia. Hatinya seperti terombang ambing, hanya menatap kedua insan itu beriiringan, mengucapkan selamat kepadanya. Begitu cepatkah Tuhan memporak porandakan hatinya. Begitu singkatnya ia sudah menyerah, hanya karena wanita bernama Dea Diandra, yang baru beberapa bulan di kenalnya. Sebesar itukah, pengaruh wanita itu didalam hidupnya.

Hubungan yang ia bina, yang ia jaga sebaik mungkin. Berjanji menjadi pria satu-satunya, menjaga hati dan perasaanya, mencoba setia, mencoba bertahan hanya satu orang wanita yang dipilihnya. Tapi nyatanya ia tidak bisa memegang janji itu. Lihat apa yang ia lakukan, di hari pertunanganya, ia justru memikirkan wanita bernama Dea Diandra. Seakan ia tidak terima akan kebersamaannya dengan pria lain. Sungguh ia telah menjadi pria berengsek yang tidak cukup hanya satu wanita. Ia sama seperti pria pria lainnya, yang tidak bisa memegang janji. Ucapan janji itu hanya sebuah janji, tapi realitanya pengaruh itu cukup besar.

Jangan pernah beranggapan pria baik-baik dan setia kepada pasangannya tidak akan pernah selingkuh. Itu salah besar, terbukti sekarang ia rasakan. Kurang apalagi Anatasia, sangat sempurna di matanya, cantik, pintar, dan berkelas. Pria mana yang tidak jatuh hati kepada Anatasia. Tapi sungguh ia juga seorang laki-laki, nalurinya memang seperti ini. Mudah sekali ia tergoda oleh wanita yang karakternya jauh berbeda dari Ana.

Raka mengakui bahwa ia seperti ini, bukan karena wanita itu lebih menarik dari pada kekasihnya, tetapi alasan yang tidak masuk akal menurutnya. Kedekatan emosinal lah yang membuatnya seperti ini. Bersama Dea ia merasakan ada sebuah ikatan yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Awalnya ia membenci kehadiran wanita itu, tapi ketika wanita itu, menyambut kedatangannya, mengecup pipinya, memeluk tubuhnya, bagaimana ia tertawa, di saat tubuhnya lelah Dea berusaha membahagiakannya. Ia merasakan kehadiran Dea sangat berarti, bahkan ia menanti setiap kehadiran wanita itu. Ia merasakan hal hal kecil tetapi sangat berharga, yang tidak ia dapat dari wanita manapun, termasuk Ana kekasihnya. Berengsek memang, ia pantas mendapat gelar pria brengsek yang telah bermain hati dengan wanita lain.

******

Sudah beberapa hari ini, ia tidak pernah lagi bertemu Dea. Ada perasaan rindu mengelimuti hatinya. Raka meletakkan jas putihnya di sisi mobil, dan ia menghidupkan mesin meninggalkan area rumah sakit. Raka memasang earphone di telinganya, dan mencari kontak bernama Dea Diandra.

"Iya, halo".

Raka merasa lega, akhirnya wanita itu tidak menghindarinya, ia bisa mendengar lagi suara itu lagi, "kamu ada dimana?" Tanya Raka.

"Saya ada di kantor? Kenapa?".

"Mas ingin bertemu kamu".

"Saya sedang sibuk, mungkin lain kali"

Raka menghela nafas, "Sebentar saja, bertemu di depan kantor kamu, ada yang ingin mas katakan".

Lama Raka menunggu, akhirnya sang pemilik suara terdengar kembali, ia berkata "oke".

Raka tersenyum mendengar kata terakhir itu. Hanya "oke" hatinya sudah membuatnya sebahagia ini. Raka memarkir mobilnya di area parkir kafe yang tidak jauh dari kantor Dea. Raka tahu ia salah selama ini, ia dulu selalu mengabaikan kebaradaan Dea. Ada perasaan menyesal dihatinya.
Raka memilih duduk di sudut ruangan. Raka mengedarkan pandanganya kesegala penjuru ruangan. Kafe ini terasa hangat dengan sentuhan kayu mahoni di seluruh ruangan.

Raka tersenyum menatap Dea, berjalan mendekatinya. Jujur saja, Dea cantik sesuai porsinya, ia tidak pernah berlebihan mengenakan pakaian, Raka mempersilahkan Dea duduk. Ia tidak tahu apa yang ingin ia katakan ketika wanita itu duduk menunggunya bicara. Padahal ada banyak kata dibenaknya yang ingin ia katakan kepada wanita dihadapannya ini.

"Kamu apa kabar?" Tanya Raka. Hanya itu yang bisa ia katakan untuk pertama kalinya. Ia rasa itulah pertanyaan yang paling pantas untuk orang pertama kali bertemu.

Dea, menyandarkan punggungnya di kursi kayu, di liriknya Raka. Raka masih terlihat tampan, tidak ada perubahan di wajahnya.

"Baik, ada apa mas ingin bertemu Dea?".

"Rindu", kata-kata itulah ingin ia katakan, Raka mengurungkan niatnya, di tatapnya kembali Dea.

"Mas, hanya ingin melihat kamu".

*******

MAS, DOKTER AKU CINTA KAMU (TAMAT)Where stories live. Discover now