2. Why?

416 30 32
                                    

"Seli, kantin yuk? Ditraktir sama Ali soalnya."

Mendengar kata 'traktir', Seli langsung semangat. "Ayo!"

Raib mendengus. Terbiasa dengan kelakuan sahabatnya yang amat semangat ketika mendengar kata 'traktir'.

Dalam perjalanan menuju kantin, Raib dan Seli membicarakan banyak hal. Ali? Ia sudah berjalan duluan. Seperti biasa ia memasang wajah tak peduli pada sekitar.

"Seli, cerita kemarin di grup itu bener?" tanya Raib iseng.

Seli mengangguk. "Iyalah. Tapi aku belum tahu dia sekolah di mana. Soalnya setahuku SMA dekat sini ya cuma SMA kita. SMA lainnya jauh semua."

"Iya juga sih. Cari tahu, yuk?"

"Loh? Kok malah kamu yang kepo, Ra?"

Raib tertawa lebar. "Iya dong. Aku kepo kayak apa wajah dia sampai kamu kayak gitu."

Seli speechless. Mereka berdua berjalan menuju kantin, tanpa suara. Sesampainya di kantin, Ali sudah memesan makanan duluan. Mengapa Ali baik sekali hari ini?

Raib duduk di kursi kantin. Ia berterimakasih pada Ali, kemudian disusul Seli. "Kalian tidak bosan apa, setiap hari makan bakso?"

Raib ber-hah kepedasan. "Nggak. Baksonya enak, sih."

Seli masih celingukan. Ia penasaran apakah Ily juga bersekolah di sini?

"Sel? Woi, itu dimakan baksonya," Ali menegur Seli yang sejak tadi memandangi koridor sekolah.

Seli hanya mengangguk. Ia menyendok bakso lalu menyuapkannya ke mulutnya. Ia sampai tidak sadar bahwa sejak tadi ada yang terus memandanginya dari kejauhan.

Seli yang kelewat peka langsung menoleh ke arah orang yang menatapnya sejak tadi.

Orang yang menatap Seli sejak tadi ternyata adalah Ily. Ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tsundere.

Karena kaget, Seli ingin sekali berlari menyusulnya. Namun Raib menahan Seli agar ia tidak menyusul Ily.

"Lihatin apa sih, Sel? Ily, ya? Dia beneran sekolah di sini?" tanya Raib sambil menatap mata Seli intens.

Seli hanya mengangguk lemah. Ia gagal menemui kakak kelasnya itu di sekolah. Ia berencana untuk kembali ke kafe malam ini.

***

"Aku pulang."

Membuka pintu rumahnya, Seli sudah tidak terkejut apabila rumahnya ini kosong. Ayah dan ibunya dokter, wajar saja jika mereka sibuk.

Seli merebahkan dirinya di sofa depan TV. Ia malas mengganti pakaiannya. Padahal nanti sore ia mau pergi ke kafe.

Setelah bosan dengan acara rebahannya, Seli menuju kamar mandi. 20 menit dihabiskannya hanya untuk mandi. Setelah mandi ia bersiap diri untuk pergi ke kafe. Tak lupa ia membawa laptop dan beberapa buku pelajaran. Ia juga menulis sticky note. Bilang kalau sedang di kafe. Terakhir, ia mengunci rumahnya. Selesai.

Hari ini spesial. Seli tidak berjalan kaki seperti biasa. Ia pergi ke kafe dengan naik sepeda. Ingin mencari inspirasi.

Sesampainya di kafe, ia memarkirkan sepedanya, lalu masuk ke kafe dan duduk di meja pojok dekat jendela. Terlihat Ily menghampiri Seli lalu bertanya dengan nada jail. "Selamat sore. Americano, ya? Karena kamu sedang mengerjakan tugas."

CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang