Part 1 - Nightmare

713 75 32
                                    

Maddison tidak ingin terlihat oleh siapapun saat ini. Saat videonya sedang mabuk ter-ekspos di sekolah, semua orang menertawakannya. Tak jarang, ia mendapatkan perlakuan yang tidak enak dari teman-teman satu sekolahnya. Semua itu memuakkan dan membuatnya lelah. Ia tidak bisa berkata pada ibunya bahwa ia tidak mau datang ke sekolah karena semua murid-murid melihatnya mabuk dan bertingkah konyol. Ia baru 16 tahun dan ibunya akan menghukumnya sepanjang musim panas. Entah dari mana datangnya video tersebut, pagi itu sudah terkirim disemua ponsel murid sekolah. Ia tidak bisa menuduh satupun orang, karena semua orang disana brengsek. Siapa yang tahu?
Maddison menghembuskan nafasnya, menguatkan diri bahwa lelucon sampah ini akan berakhir dengan cepat. Mungkin satu minggu, dua minggu, atau sebulan?

"Maddy..." Suara itu memanggil namanya dan membuatnya menoleh. Hanna—sahabatnya datang dengan pandangan khawatir. "Kau tidak apa-apa?" tanya-nya.

Maddison menghembuskan nafas lagi, "Kau tahulah, ternyata masih berlanjut."

"Jangan pedulikan mereka, mereka semua itu pecundang. Mereka akan diam sendiri nantinya." Ucap Hanna menyemangati. Maddison tidak merespon, dan ia hanya berjalan sambil melihat sekitar.

Pandangannya tertuju pada satu orang—lelaki itu berambut hitam dan tubuhnya tinggi. Ia memiliki lesung pipi di wajahnya, sedang tertawa bersama dengan tim footballnya. Memori dalam otak Maddison seakan mundur dan ketika itulah ia ingat pada malam itu, malam saat ia mabuk. Ia ingat, bahwa ia diajak oleh salah satu gadis di satu sekolahnya untuk datang ke pesta. Dan disana ada lelaki itu—Aaron Walter. Sekarang ia ingat, Aaron yang membuatnya minum terlalu banyak. Lelaki itu juga yang memegang ponsel dan mengambil video dirinya. Ia ingat, lelaki itu menunjukkan tawa yang sama dengan yang ia lakukan saat ini.

"Brengsek!" Umpat Maddison. Ia lalu berjalan menghampiri Aaron dan mengumpulkan semua kekesalannya.

"Maddy.." Panggil Hanna. Gadis itu mengikuti temannya dan merasa heran kemana Maddison akan pergi.

Namun tak disangka, Maddison melayangkan pukulannya kewajah Aaron lalu ia mendengus kesakitan.

"Sial!" umpat Maddison sembari menggoyang-goyangkan pergelangan tangannya yang serasa akan patah.

Tidak ada lagi tawa diwajah Aaron, lelaki itu memegangi pipinya dan menoleh kearah Maddison. Teman-teman Aaron tampak terkejut dan menutup mulut mereka tidak percaya.

"Hey, apa-apaan kau?" Tanya Tyler—salah satu teman Aaron.

Maddison tidak menjawab.

Aaron mengisyaratkan pada temannya untuk diam.

Benar saja, semua siswa melihat kearah mereka seakan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Satu koridor sekolah itu tampak memperhatikan mereka dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Boleh kutahu apa maksudnya ini?" Tanya Aaron dengan santai namun pandangan matanya mengisyaratkan kekesalan.

"Bagaimana jika kau yang jelaskan padaku?" Tantang Maddison.

"Maddy, apa yang kau lakukan?" Hanna memegangi tangan Maddison dan berusaha menariknya dari kerumunan, namun Maddison menepiskan tangannya dari Hanna.

Aaron masih tidak paham dengan ucapan Maddison, ia mengernyitkan dahinya.

"Kau lupa, ya? Bukankah kau yang membuatku mabuk kemarin dan mengambil videoku saat itu, lalu kau yang menyebarkannya ke satu sekolah?" Jelas Maddison dengan lantang.

"Aku ingat kau, Aaron Walter! Berani-beraninya kau—"

"Kau tidak ada bukti." balas Aaron santai. Ia mengeluarkan seringaian liciknya yang semakin membuat Maddison meradang.

"Pecundang." ucap seseorang dalam kerumunan.

"Ya, tunjukan pada ibumu video itu. Ia akan tertawa terbahak-bahak melihatmu, bodoh." ucap salah seorang dalam kerumunan.

Maddison melihat sekeliling dengan kesal dan panik.

"Ayolah Maddy, kita pergi dari sini." Bujuk Hanna. "Ayo."

Maddison meninggalkan tempat itu dengan marah, tatapannya menusuk pada Aaron seakan berbicara bahwa ia akan balas dendam. Aaron bersama teman-temannya hanya tertawa, lalu ia meringis mengingat bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.

Stare At MeWhere stories live. Discover now