[11]

1K 108 1
                                    

+•+•+•+

Malam itu.

Arin nyelonong masuk kedalam kamar Mark. Dari wajah cantiknya,ia terlihat sangat bahagia.
Mark yang sedang membaca,pun cukup terheran-heran akan tingkah Arin. Ingin Mark bertanya 'nona kenapa?' tapi mana beranikan.

Entah detik keberapa, selesai Arin senyam-senyum sendiri, sekarang gadis cantik itu sudah duduk diatasnya ranjang Mark. Duduk bersila sambil terus menatap Mark bahagia.
"Kamu tau aku bahagia karena apa?" Tanya Arin

Mark menaikkan alisnya,lalu menggeleng.

"Hehe itu karna besok aku mau kencan sama pangeran wang—" Arin peluk sekejap tubuh Mark "—tadi dia nelpon. Katanya mau ngajak aku kesuatu tempat" lanjut Arin.

Mark yang tidak tau harus berekspresi seperti apa, hanya tersenyum kaku.

"Dan kamu tau tugas kamu itu apa?" Tanya Arin lagi menunjuk Mark. Sekali lagi Mark menggeleng. Tak langsung memberitahukan, Arin bangkit terlebih dahulu "tugas kamu bantuin aku cari baju" Jawab Arin dan langsung menyeret Mark ke kamarnya.

Merekapun memasuki kamar merah muda tersebut, Arin yang masih menggandeng tangan Mark membuka lemarinya lebar-lebar. Detik berikutnya dia tuntun Mark duduk di pinggir ranjang, lalu dia mulai memilih-milih baju.

Arin ambil dua baju berwarna merah muda dan biru tua. "Bagusan yang mana?" Mark menunjuk warna biru tua. Arin mengangguk, dia memasuki kamar mandi untuk mencoba baju tersebut. "Kamu yakin? Warnanya gelap sekali" kata Arin saat keluar dari kamar mandi. Mark meneguk ludah, pilihannya salah ya?hehe.

Arin kembali mendekati lemari "ayo cari yang lain. Kalau ini bagus?" Dress santai berwarna pink muda selutut Arin perlihatkan. Mark menggeleng cepat. Tidak! Itu tidak cocok. Itukan baju yang Mark pilihkan untuk Arin tempo hari. Hanya Mark yang boleh melihat Arin memakai itu. Enak sekali Junkai kalau dia duluan yang lihat. "Kenapa?ini kan bagus. Kamu yang milihin"

Mark untuk yang sepersekian kalinya hanya diam. Arin menghela nafas, baiklah ia letakkan lagi baju itu dalam lemari. "Bagaiman dengan yang ini? Atau yang ini. Eh, yang ini lucu aku belum pernah mengenakannya. Bagaimana menurut mu Mark?"

Dan begitulah.

Malam sudah makin larut. Tapi mereka berdua masih sibuk dengan baju Arin. Berlanjut terus, sampai keduanya benar-benar lelah dan terhempas bersama di atas ranjang Arin.

•••

Kringg..kringg

Jam Arin terus berbunyi. Perlahan matahari pagi memasuki celah gorden, sengaja menembaki muka si namja yang berdarah Kanada itu. Mark menggeliat—eh, tunggu seperti ada yang menimpa tubuhnya.

Mark membuka mata secara perlahan, mengerjap beberapa kali, dan dia baru sadar ini bukan kamarnya. Mark lihat pula seseorang yang memeluknya ini. Itu Arin.

Haruskan Mark terkejut?
Ah, tidak. Dia lebih bahagia.

Mark tersenyum bodoh tanpa sebab.

"Mark matiin jam nya. Berisik" racau Arin dan kembali mempererat pelukannya.

Masih pagi, jantung Mark sudah marathon saja di buat Arin. Dengan susah payah Mark mematikan jam tersebut. Selesai itu, Mark berfikir kenapa bisa dia dan Arin tidur seranjang? Bukankah semalam mereka sedang memilih baju untuk kencan Arin hari ini.

Ah, Mark ingat! Semalam dia ketiduran di ranjang Arin. Mungkin. Mungkin ya, mungkin Arin malas membangunkan dan memilih tidur saja satu ranjang dengan Mark. Kan sekalian modus bisa meluk tubuh Mark sebagai penghangat di tengah dinginnya cuaca malam.

"No-na bangun ini sudah pagi" peringat Mark berhati-hati. Dia tepuk pelan tangan Arin yang berada di atas perutnya.

"Hm" jawab Arin seadanya dan kembali menjelajahi dunia mimpi.

Mark terkekeh pelan melihat respon Arin. Rasanya lucu saja. Pelukan Arin membuat Mark tidak leluasa untuk bergerak, jadi mau tidak mau Mark harus menunggu Arin bangun sendiri. Dalam tunggu nya, Mark milih menikmati lekukan indah wajah Arin. Mukanya yang putih dan bibirnya yang merah, membuat Mark kembali mengganggumi ciptaan tuhan ini.

Arin itu cantik dari segala sisi.

Tangan Mark terangkat untuk mengelus rambut hitam Arin. Sudah Mark katakan? Ia menyayangi Arin. Sangat. "Seandainya aku sudah tak di sini. Bisakah kamu berjanji,untuk mencari seseorang yang bisa melindungi mu lebih dari aku" monolog Mark sendirian. Mata itu belum lepas dari wajah si hawa.

Chup
Satu kecupan Mark daratkan di kening Arin. "Kamu harus terus bahagia apapun yang terjadi. Jika Junkai tidak bisa membuat mu bahagia, aku janji akan menghajar nya" lanjut Mark tersenyum lagi.

Dadanya sedikit tidak terima saat mengingat fakta bagaimana seorang Choi Arin sangat menyukai Wang Junkai.

Menit berikutnya, saat Mark sedang menikmati keindahan wajah Arin. Perlahan mata milik sang empu terbuka, hal yang pertama Arin lihat adalah wajah Mark.

Seulas senyum lega Arin perlihatkan.

Mark mematung, dia tertangkap basah ya?

"Apakah aku bisa?" Jawab Arin dengan nada seraknya. Mark mem—chup~. Kecupan Mark di balas di bibir.

Cukup lama bibir itu bersentuhan, sampai dimana suara alarm dari ponsel Arin mengacaukan semua

08.00 Kencan dengan pangeran wang~~

"Ah pengganggu" gumam Arin yang langsung menyingkir dari atas kasur. Ia mulai tergesa-gesa memasuki kamar mandi. Meninggalkan Mark dengan pikiran yang sudah bercabang.

••

"Arin ada teman kamu di bawah sayang" teriak Sowon memperingati si anak gadisnya itu.

"Iya ma tunggu sebentar" balas Arin dari dalam kamar. Bersamaan dengan itu, Mark keluar dari kamar.

"Eh, Mark kok masih pake baju rumahan? Ga ikut sama Arin" tanya Sowon saat melihat Mark mulai menuruni anak tangga.

Mark menggeleng "mereka bakal kencan. Aku di larang ikut"

Sowon tersenyum, ia rangkul tubuh Mark pelan "mau sampai kapan,hmm?" Mark menatap Sowon, dia menggeleng lagi "aku—"

"Ma,Mark. Aku pergi dulu ya. Bye"

Mark dan Sowon berbalik. Mereka dapatkan Arin dalam keadaan yang juga sedang menuruni tangga. "Mama doain aku ya moga pangeran Wang beneran nembak aku hehe" lanjutnya dan berlalu meninggalkan Sowon dan Mark.

Mark berdecak. Sowon yang mendengar mengangkat alisnya samar "ke—"

"Aku melarangnya memakai dress yang ku pilihkan tempo hari. Tapi dia malah memakai hadiah ulang tahun dari ku" potong Mark. Dari nada bicaranya Sowon tau sekali, namja kanada itu sedang kesal.

Sowon tertawa. Ia tepuk pundak Mark beberapa kali untuk menenangkan "sudah sudah. Ini juga salah kamu, coba kamu mau jujur sama Arin dari awal"

"Dari pada kesal. Ayo Tante temenin sa—"

"Aku harus menyusul mereka tan"

"Eoh?! Ya sudah lakukan"

•••

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[✓]Big BossWhere stories live. Discover now