XXVII // Last.

9.5K 666 66
                                    

Prilly benar-benar tak bisa berhenti tersenyum sepanjang hari. Kepada Pak Satpam kampusnya, teman-teman yang satu jurusan bahkan lain jurusan bahkan yang tidak ia kenal sekalipun, dosen-dosennya, semuanya Prilly beri senyum paling manisnya. Ia bahagia hari ini. Kegiatan praktikum yang biasanya membuat gadis itu kelelahan juga sama sekali tak mengurangi semangatnya. Lolita, teman kuliah Prilly sampai bingung. Tak biasanya Prilly bertingkah aneh.

"Lo tadi malem minum obat apa Prill?" tanya Lolita ketika keduanya berjajar untuk mengambil tas masing-masing di loker yang berada tepat di depan laboratorium.

"Hah? Enggak, kan aku nggak sakit, Lol."

"Iihh, gue kan udah bilang. Kalo manggil gue itu Ta aja. Jangan Lol! Jelek amat!"

"Ah bagus Lol, jarang tuh!" ejek Prilly.

"Bodo amat lah. Eh tapi beneran lo nggak sakit apa-apa?"

"Iya, Lol. Kenapa sih?" mereka berdua pun berjalan menuju pintu keluar kampus.

"Lo kayak kelebihan energi banget hari ini. Gue curiga lo overdosis."

"Hmm mentang-mentang calon dokter, bawa-bawa kesehatan terus yaa.." Prilly menggelengkan kepalanya.

"Eh tapi bener tau, lo aneh banget hari ini senyum mulu!"

"Senyum kan ibadah, Lol!" Prilly masih mengucapkan setiap kalimat diakhiri senyuman yang mulai membuat Lolita bergidik ngeri dan makin curiga pada sahabatnya itu. Bukannya terlihat ramah bersahaja, Prilly justru terlihat seperti Joker yang memiliki gangguan jiwa.

"Tau ah! Aneh lo!"

Prilly menanggapinya lagi-lagi dengan senyuman.

"Pulang naik apa lo? Nggak sama pacar?"

"Siapa? Aku nggak ada pacar kok, Lol."

"Bang Nathan kesayangan laaah, siapa lagi?"

"Kan aku dah bilang, Lolllll. Bang Nathan itu sahabat aku, bukan pacar. Kalo kamu mau jadi pacarnya, boleh bangeet. Masih buka lowongan tuh!" Prilly menyenggol lengan Lolita.

"Ih apaan sih, nggak mau gue sama Om Dokter!"

"Woy, Lol. Sadar doong, besok kita juga jadi dokter kayak dia!"

"Iyadeh Prill. Bawel lo. Lah Bang Nathan mana?" Lolita celingak-celinguk ketika akhirnya dua gadis itu sampai di gerbang depan kampus.

Berbeda dengan Prilly, Lolita selalu membawa sepeda motor sendiri untuk berangkat ke kampus tapi ia selalu setia menemani Prilly menunggu jemputan jika mereka memang sedang berada di kelas yang sama.

"Aku nggak dijemput Bang Nathan, Lol. Kamu duluan aja nggak papa.."

"Terus sama siapa? Jangan-jangaaannn..."

"Jangan-jangan apa?"

"Lo dijemput sama pacar asli lo?!"

Prilly nyaris terbahak. Ia memang tak pernah menceritakan tentang Ali pada teman-temannya di kampus, termasuk Lolita. Karena setiap mengingat dan membahas Ali, hati Prily terasa semakin sesak. Hanya pada Nathan, Aldi dan Gandhi lah Prilly membawa-bawa nama Zefalio Dirgantara dalam pembicaraan. Selebihnya tak ada yang pernah tau tentang kisah Prilly dan Ali.

"Enggak, Lol.."

"Terus? Siapa dong?"

"Ada--" tepat saat itu sebuah sedan berwarna hitam berhenti di depan mereka dibarengi suara klakson. Pintu mobil tersebut dibuka dan muncullah sosok yang seharian ini memenuhi benak Prilly. Mengenakan polo shirt berwarna putih dan celana jeans hitam yang tampak santai namun tetap cool. Seperti kebiasaannya sejak dulu, lelaki itu memadukan outfit nya dengan converse hitamnya yang selalu terlihat bersih.

UnrighteousDonde viven las historias. Descúbrelo ahora