Delapan

4K 556 96
                                    


Mengunakan teksudo hitam, rambut hitamnya ia tata rapi memperlihatkan dahi, sepatu pantofel sebagai alas, Seokjin sudah bersiap untuk datang ke pernikahan Namjoon dan Jisoo. Tidak ada yang tau Seokjin datang karena Seokjin memohon ke Yoongi untuk diam. Dua hari setelah Seokjin memohon untuk diajak, Yoongi benar membawanya dan Yoongi memberi tempat apartementnya untuk tinggal. Seokjin tentu menerimanya karena dia sadar tidak ada tempat tinggal di Seoul. Yoongi menjaganya dengan baik.

Dan sekarang adalah harinya dimana dia harus menyiapkan hatinya untuk remuk, menyiapkan mentalnya yang akan turun dan menyiapkan segalanya hanya untuk menghadiri acara yang bahkan tidak sampai satu hari. Seokjin sudah berencana setelah memberi selamat ke kedua mempelai dia akan langsung pulang ke kampung halamannya bukan rumah Seungjae lagi. Tidak ada alasan khusus baginya untuk kembali ke rumah Seungjae. Dia hanya tidak mau selama tinggal di rumah Seungjae terus melapor kegiatan Seokjin ke Namjoon. Ya, selama ini Seokjin tau namun dia sengaja diam.

Bibi Yoo yang lebih lama bekerja dengan Namjoon pasti menerima perintah tuannya itu tapi Seokjin tidak masalah karena berkat bibi Yoo dia mengalami apa itu keluarga.

Dia juga tau Seungjae terus memantaunya, menjaganya dan memberi laporan ke Namjoon prihal dirinya. Bisa dibilang Seokjin sengaja diam untuk memberi kesempatan Namjoon menemuinya. Ya, seperti itu.

Dia juga tau Yoongi dan Seungjae tidak berteman. Kecurigaan itu ada karena interaksi keduanya yang canggung.

Namun dia tidak menyangka ternyata Yoongi orang kepercayaan Namjoon juga. Shit! Kenapa hidupnya selalu berputar di Namjoon?

Dering keras diponselnya membuat Seokjin terlonjak kaget. Seokjin melihat siapa yang menelpon dan nama Yoongi tertera di layar. Seokjin mengangkatnya.

"Hmm?"

"Turunlah. Aku sudah di bawah."

"Ya."

PIP....

Sejak mengetahui Yoongi juga sama saja sifat Seokjin menjadi dingin. Senyum yang sempat ada kini hilang kembali, sifat cerewetnya juga hilang dan Seokjin lebih suka menjawab dengan jawaban singkat, binar mata yang sempat terlihat berisi lagi kini menjadi kosong dan hanya tatapan datar di sana.


Di perjalanan, Yoongi fokus menyetir dan Seokjin menatap keluar jendela. Melalui pantulan bayangan dari kaca mobil, dia melihat Yoongi. "Berapa lama kau kenal dengan Namjoon?" Akhirnya setelah sekian lama dimobil hanya diisi dengan keheningan kini ada yang memulai pembicaraan.

Yoongi melirik sebentar ke Seokjin. "Aku tidak kenal Namjoon." Jawabnya.

Seokjin tersenyum miring, "begitukah?"

Yoongi memutar stir kemudi, berbelok melewati perempatan jalan. "Ya. Kalau kau berpikir aku rela ke kampung itu karena Namjoon kau salah. Aku ke sana karena Jisoo dan ibumu."

Seokjin seketika menengok ke Yoongi. "Ibuku?"

Yoongi mengangguk. "Dulu adikku ingin menjadi seorang model tapi di Eropa wajah asia seperti adikku dan adikmu tidak laku. Dan ibumu yang mulai bergabung dengan brand terkenal merekomendasikan adikku dan adikmu. Aku tau ini nepotisme tapi jaman sekarang bukankah seperti itu?"

Seokjin tidak menjawab ucapan Yoongi.

"Bisa dibilang aku berhutang budi dengan ibumu karena berkatnya adikku bisa menjadi model dan berkat adikku menjadi model keuangan keluargaku dan kuliahku teratasi."

Hutang budi memang lebih berat dibandingkan hutang uang. Karena hutang uang saat uang itu dibayar maka masalah selesai sedangkan hutang budi akan sulit di balas dan ini yang dirasakan Yoongi. Yoongi tidak sanggup menolak saat ibu nya Jisoo menelponnya, menangis dan meminta tolong padanya untuk ke Korea, begitu juga dengan Jisoo. Kedua perempuan itu memohon dengan sangat agar dia ke Korea. Awalnya, Yoongi yang sudah memiliki pekerjaan di Paris bingung kenapa kedua perempuan itu menginginkan Yoongi ke Korea. Saat itu juga Yoongi ke Korea.

TempramentalWhere stories live. Discover now