'Aku bukanlah bulan yang kau inginkan'

3.9K 315 44
                                    

(Vote dulu, yuk!
Jangan lupa follow, ya 😊
Terimakasih, selamat membaca 🙏)

Pov. Humaira

Senja telah datang, aku masih memandangi langit orange yang tenang, menemani kerjaku hari ini.
Ada sesuatu yang mencegahku untuk pulang dan menunggu senja berlalu, yaitu keindahan langitnya.
Aku sangat senang, berlama-lama menatap langit, sejak kecil aku sering melakukannya bersama Anton.
Merasakan pergantian waktu dari sore ke malam ... sungguh indah.

"Kau belum pulang?" tanya Anton.

"Jika aku sudah pulang, mana mungkin kau melihatku di sini?"

"Haha iya juga, ya? Maksudku ... kenapa belum pulang?"

"Coba tebak sendiri."
Jawabku polos, masih dengan sorot mata menatap langit.

"Huuuuuuuu ... dasar! Kukira kau sudah tak pernah melakukannya,"

Tangan jahil Anton menutupi wajahku dengan sarung tangan miliknya.

"Antooon!"

Pria tampan itu berlari mengambil jaket kulitnya, bersiap-siap pergi.

"Mau kemana?"
tanyaku.

"Mengantarmu."

"Aku belum mau pulang,"
Ujarku, sedikit memelas sambil melemaskan badan diatas kursi rotan.

"Ayolah, kau kan ada janji malam nanti."

"Janji?"

"Hey! Belum ada setengah hari aku menghukummu makan malam bersama, jangan bilang kau sudah lupa."

"Ish! Aku malas ah ... makan malam sendiri saja."

"Kau menyebalkan sekali, Huma. Ayo, banguuuun."

Anton menarik paksa lenganku.
Sejak kecil, memang kami berdua mempunyai kebiasaan jelek yang sama.
Jika mempunyai keinginan, harus dituruti satu sama lain.

"Iya, iya, yaudah. Tunggu sebentar."

"Good."
Anton tersenyum sumringah.

"Tunggu saja di parkiran."

"Oke, awas saja kalau lama,"

"Iya, bawel ...."

Aku bersiap merapikan tas dan barang bawaan ku, namun ....

'Dompet siapa, ya?'

Kudapati benda persegi panjang berwarna pink nude tergeletak dibawah, berdekatan dengan kaki meja.

'Yang duduk di sini hanya aku, Anton, dan ....'

Aku terkejut, ketika membuka dompet dan melihat KTP si pemiliknya.

'Apa memang ....'

Segera aku tutup kembali dompet itu dan pergi menghampiri Anton.

"Aku tinggal di dekat sini, jadi kau tak perlu susah payah mengantarku,"
pintaku, dengan muka datar.

"See? Sudah kutebak, kau pasti berkata begitu. Tapi sayang, aku tetap akan mengantarkanmu. Ayo cepat naik."

Aku tak menghiraukan ocehan Anton, dan berlalu mengambil sepedaku.

"Heeey ...!"

Kukayuh sepeda berwarna pink inventaris dari Oma Jeni, pergi meninggalkan Anton yang masih menatapku dengan penuh heran.

'Aneh, tadi ceria, sekarang cemberut'

Mungkin kurang lebih seperti itu tanya di benak Anton.

"Hey! Jangan lupa nanti malam!"

HumairakuWhere stories live. Discover now