4 . Mimpi atau Bukan Mimpi

9 1 2
                                    

Qara merasakan permukaan yang dingin dan keras menempel di pipinya ketika ia membuka mata. Ia mengangkat kepalanya yang terasa berdenyut dan melihat Sin duduk di sebelahnya. Qara bangkit duduk sembari memegang kepalanya. "Sin ...."

Sin menunjuk ke depannya dengan wajah pucat, ia tampak sangat ketakutan hingga suaranya tidak dapat dikeluarkannya.

Qara menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Sin. Dan pemandangan yang tampak olehnya segera membuatnya membeku.

Sin dan Qara berada di jalan batuan setapak yang dikelilingi pepohonan yang jarang. Awalnya mereka pikir itu pepohonan, namun bukan. Ketika bulan pucat keluar dari selimut awan hitam, tampak jelas yang mereka pikir pohon-pohon itu adalah tiang-tiang kayu. Di tiang-tiang yang menjulang itu cairan merah lengket mengeluarkan bau darah, dan di puncak tiang-tiang itu terpancang kepala-kepala manusia yang mendongak ke arah Sin dan Qara. Kepala-kepala tanpa tubuh itu mengeluarkan suara bernapas dari mulut mereka.

Lalu, gemerisik terdengar, membuat Sin dan Qara seolah tersadar dari hipnotis. Pandangan mereka kompak tertuju ke arah di mana suara berasal. Keduanya bergeming menatap kegelapan di depan mereka.

Dan, sosok itu pun melompat keluar dari kegelapan. Bayangan adalah wujudnya yang dapat terindra oleh pandangan mata pertama kali, menyeruak menampakkan ukurannya yang seratus kali lipat lebih besar dari tubuh kedua kembar itu. Secepat kilat diterkamnya kedua saudara kembar itu.

***

Teriakan Sin dan Qara memecah kesunyian malam ketika mereka melesat terbang menembus awan, menunggangi seekor burung hantu berukuran raksasa. Beberapa saat lalu, makhluk itu tiba-tiba muncul dari balik kegelapan, menerkam mereka dan melempar keduanya ke atas punggungnya, lalu membawa kedua kembar itu melesat ke awan.

"KEREEEEEEEN!!!" Qara memekik dengan mata berbinar penuh semangat.

"Qara, kita di atas punggung burung hantu raksasa! mungkin dia akan membawa kita ke sarangnya dan melemparkan kita ke anak-anaknya yang juga berukuran raksasa sebagai makan malam mereka. Dan, kau pikir ini keren?"

Semangat yang menghiasai wajah Qara meredup. "Sin, kau merusak mood, deh!" Qara menyikut perut Sin yang duduk di belakangnya.

"Aw! Qara ...."

"Teruslah merengek seperti bayi."

"Aku gak merengek!"

"Bagus! Jadi, pakai otakmu sekarang dan sadarlah! Tidak ada yang perlu kita takuti. Kita hanya sedang mimpi!"

"Mimpi?"

"Tentu!" jawab Qara yakin. "Mana ada burung hantu raksasa di dunia nyata, Sin. Jadi, ini hanya mimpi."

"Jadi, aku hanya bagian dari mimpi dan tidak nyata?" ujar sebuah suara yang bukan suara Sin atau Qara.

Sin dan Qara terdiam, keduanya bertukar pandang.

"Y, ya. T, tentu," jawab Qara gugup.

Si burung hantu raksasa menghela. "Oh, ya, ampun! Anak manusia zaman sekarang memang terlalu cepat dewasa. Jangan sampai kalian menjadi folamh."

Sin dan Qara baru pertama kali mendengar burung hantu bisa menghela dan bicara. Rasanya aneh. Tapi, berhubung Qara telah menanamkan kepercayaan bahwa yang terjadi sekarang adalah mimpi, maka ia tidak merasa hal ini begitu aneh.

"Aku sampai di sini saja," si burung hantu berkata. "Temuilah Noche di Ghalagramata, ia akan menunjukkan kepada kalian jalan pulang." Si burung hantu memutar tubuhnya dan melemparkan Sin dan Qara dari punggungnya.

"Apa? Temui siapa?" Pertanyaan Qara tidak mendapat jawaban, sebab si burung hantu raksasa telah melesat pergi, meninggalkan tubuhnya yang menukik jatuh menembus awan.

Di sebelah Qara, Sin berteriak histeris. "QARA, KITA AKAN MATI! KITA AKAN MATI! AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"

"Ini hanya mimpi! Ini hanya mimpi! Ini hanya mimpi!" Qara berkata sembari memejamkan mata dan berharap ketika ia membuka mata maka ia akan berada di atas tempat tidurnya, di kamarnya. Namun ketika ia membuka mata, hal yang diharapkannya tidak terjadi. Ia masih melayang di udara, dan Sin yang meluncur jatuh mendahului dirinya, masih terdengar teriakan saudaranya itu. Qara menatap pemandangan jauh di bawahnya, hamparan gelap dan deretan titik-titik cahaya yang berkumpul tak beraturan. "Ini hanya mimpiku saja. Aku akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja." Qara kembali meyakinkan dirinya bahwa yang sedang dialaminya adalah mimpi.

Angin memukul-mukul wajah Qara. Tubuhnya yang kurus diterbangkan dengan mudah. Ia masih di tempatnya, di udara dengan ketinggian yang tidak diketahuinya, dan terus meluncur jatuh.

"Hanya mimpi. Hanya mimpi ...." Qara meneguk ludah. Mantra 'hanya mimpi'-nya tidak berhasil. Qara menggapai-gapai, menggerakkan tangannya seolah kedua tangannya adalah sayap. Ia mengepak. Tentu sia-sia saja, ia bukan seekor burung. Ia meluncur jatuh menyusul tubuh Sin.

Permukaan tanah tampak semakin dekat. Tubuh Sin dan Qara meluncur jatuh dengan cepat ke arah permukaan gelap yang samar memperlihatkan warna padang rumput dan bongkah-bongkah batu.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"Qara menatap ngeri permukaan berbatu yang akan menyambut tubuhnya.

Serial Negeri Perpustakaan: GhalagramataWhere stories live. Discover now