19. Why Do You Love Me?

51.6K 5.9K 909
                                    

Ketika Naja bilang aku nggak akan lagi merasakan akhir pekan yang membosankan, dia benar-benar serius. Faktanya, Naja membuatku sangat sibuk. Dia nggak memberiku waktu untuk sendirian. Tapi bukan dengan cara menempeliku ke mana-mana, atau menarikku dari pergaulan. Saat aku pilih pergi dengan Bianca, dia oke-oke saja. Kalau aku lelah dan terlalu malas keluar di akhir pekan, dia akan datang dan kami ngobrol saja di paviliun. Kadang-kadang juga di rumah besar, dengan Bapak dan Ibu yang ikut nimbrung.

Kadang aku sampai berpikir. Sikap Naja itu...seolah-olah baginya, selama aku punya kegiatan di akhir pekan, dia sudah tenang. Kenapa bisa begitu, aku juga nggak paham.

"Sore dan Starbaks," Naja menaruh dua cup kopi di meja kami. Satu di hadapanku, satu di hadapan Bianca. "Ladies, enjoy.

"Thanks," kataku.

Dulu sekali, saat kami ngobrol soal kedai kopi favorit Naja, dia memang sempat menyinggung tentang kedai kopi miliknya yang bernama Kopi Paste. Mengusung konsep kedai kopi urban, Kopi Pasti sedikit 'nakal'. Sesuai namanya "Kopi Paste", menu-menu kopi di sini memakai nama-nama brand terkenal yang dipelesetkan. Misalnya Starbucks jadi starbaks, Maxx Coffee jadi Makopi, Fore menjadi Kopi Sore, dan lain sebagainya. Biar mudah diingat, begitu kata Naja dulu seingatku.

"Kalian nggak jadi nyalon hari ini?" tanya Naja.

Aku menggeleng. "Mendadak males. Salon yang biasa tutup,"

"Terus habis ini mau ngapain?"

Aku mengedikkan bahu, lalu menunjuk Bianca. "Suka-suka dia aja," jawabku.

"Nggak ada slot buat aku?" tanya Naja lagi sambil nyengir.

"Nggak!" jawab Bianca cepat. "Hari ini Atra jadi pacar gue. Kemaruk amat sih lo, udah tiap weekend pacaran, di kantor juga ketemu. Nggak bosan apa?!"

Naja tergelak. "Dion lagi sama pacarnya yang lain ya?"

"Bangsat!" decak Bianca. "Eh tapi temen lo yang itu beneran udah punya monyet?" tanya Bianca kepo, sambil mengedikkan dagu ke arah belakang Naja.

Naja menoleh sedikit. Aku tahu yang Bianca maksud itu adalah Randu. Dia dan Naja adalah pemilih kedai Kopi Paste yang terletak di daerah Blok M ini. Randu sedang ngobrol dengan barista Kopi Paste. Sejak tadi, Bianca nggak bisa berhenti curi-curi pandang. Dasar!

"Udah udah," kata Naja. "Lo cek aja di IG-nya kalau nggak percaya. Nggak usah ngarep lo." tambahnya.

"Udah ngecek," jawab Bianca cemberut. "Lucu sih ceweknya. Ya kali gitu, masih bisa dibelokin," tambahnya sambil terkekeh geli.

Naja tertawa. "Kurang-kuranginlah, Bi! Udah lo fokusin sama anak Tinder kemarin ajalah."

"Ren? Aih, maleslah! Main-main mulu anaknya."

"Ya lo kan juga main-main!"

Bianca tertawa. Sebenarnya aku kurang paham dengan obrolan mereka. Aku sedikit kaget Naja tahu banyak soak teman Tinder Bianca. Padahal Bianca sendiri jarang cerita padaku. Dia lebih sering membahas Dion padaku.

"Silakan ngobrol kalian. Gue ke belakang dulu ya," pamit Naja, mengusap pelan kepalaku, lalu berbalik pergi.

Naja masuk ke dalam kedai Kopi Paste dan bergabung dengan Randu. Sebenarnya, aku tak ada rencana bertemu Naja hari ini. Bianca minta ditemani hangout sekaligus cari baju untuk kondangan. Jadi, Naja memutuskan untuk ke coffee shop sedang aku jalan dengan Bianca.  Eh, Bianca malah mengajakku mampir ke sini dengan alasan siapa tahu ketemu Randu.

"Udah sebulan ya, Tra?" kata Bianca tiba-tiba.

"Apaan?" tanyaku, masih terpikir soal teman Tinder Bianca.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 10, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Girl from YesterdayWhere stories live. Discover now