6. ASA [6]

2.7K 282 31
                                    

"Jani, Jani, copy writer, udah siapin story board produk mie goreng instan ABC, belum?"

"Baru setengah mateng pak, nanti sore sebisa mungkin saya selesaikan."

"Lembur lagi dong? Waduh, enak banget lembur terus. Meledak itu ATM."

Jani-senior copy writer-meringis mendengar sindiran dari Pak Abraham selaku manager creative departement. Jangan salah, Pak Abraham itu galak banget. Lebih galak dari om dan tante nya Harry Potter. Kalau salah sedikit aja, abis mereka disembur. Makanya, sebagian besar staf di sini pada takut sama beliau.

Malah nih ya, kalau perusahaan advertising ini punya voting pemilihan atasan tiap departemen, mereka bakalan pura-pura gak lihat nama Abraham Erlanda tertulis di sana.

"Kebiasaan banget tiap apa-apa selalu mentok di tim kamu. Story board lah, naskah, jiggle lah, yang lain lah. Proses masih panjang banget, Jani. Ini gimana tim art director mau jalan, coba? Pokoknya saya minta sebelum istirahat udah harus ada di tim nya Edwin. Ngerti?"

"Ngerti, Pak." Jani yang mewakili tim CW mengangguk patuh. Meskipun dalam hatinya ngegerendeng sendiri.

Sue bener.

"Kan kamu tau kesepakatan di brief yang dikasih sama EA kapan. Dua minggu lagi, Jani. Kalau di sini nya gak bisa manage waktu, kasian EA nya nanti. Jangan malu-maluin departemen ini. Kamu yang lelet, saya yang kena imbasnya. Ngerti?"

Jani mengangguk lagi. Sebenarnya Jani udah biasa diomelin kepala suku departemen kreator. Tapi, tetep aja hatinya membara. Dia kerja ampun-ampunan sampai masuk angin pun ada hasilnya. Lah, bapak ini yang kerjanya cuma bilang "ini oke, ini riject, ini jelek, ini ulang," komentar ini itu, tapi gak pernah kasih solusi apa-apa. Kalau ada kendali di tim nya, kan dia kudu nya tanya kenapa, masalahnya apa. Eh, ini malah ngomel-ngomel aja.

"Yaudah, balik lagi kerja. Tim CW saya minta kerjasamanya. Untuk yang lain, kerjakan tugas masing-masing. Ngerti?"

"Ngerti, Pak."

"Lemes amat kalian. Lontong nya kurang?"

"Ngerti, Pak!"

Setelah Pak Abraham kembali ke alamnya-alias ke ruangannya-Jani dan kawan-kawan langsung melemaskan punggung.

"Bapak di departemen yang lain kayaknya gak kayak bapak lu, Jan. Pak Abraham kalau gak galak pasti nyinyir." Ane, tim CW yang baru aja diangkat karyawan mendatangi bilik meja Jani.

Jani menggaruk alisnya gusar tanpa rasa takut kalau nantinya cemong. "Dia nyinyir nya sama gue doang, Ne. Lu gak liat ada lima tim CW yang kena omel gue doang?"

"Pret kali ah. Emang lo gak inget minggu kemaren gue disemprot gara-gara naskah gue? Mulutnya Pak Abraham sama Chef Juna juga masih pedesan dia, Jan."

"Chef Juna mah mendingan, dia ganteng. Dikatain busuk juga gue mah rela, dah"

Hahahaha. Ane ketawa ngakak.

"Soal jingle kenapa kita gak konsul sama Pak Dewa aja?"

Jani yang tadinya sibuk sama komputer langsung mengalihkan pandangan ke arah Ane. "Emang yang kemaren kurang?"

"Kurang," Ane melintir anak rambutnya yang panjang.

"Title sarjana lo dipake, Ne. Jangan sampai karna cowok otak lu yang kebangetan smart jadi nyungsep. Kan gue udah bilang berkali-kali, Dewa itu pemakan segala jenis perempuan. Kalaupun dia sepik-sepik ajak lo ngobrol, itu bukan karna dia suka sama lo. Dia itu buaya, lo mangsanya. Kan lo tau sendiri record dia soal hubungan gimana. Pacaran aja paling lama cuma setahun, itu juga pas jamannya SMA."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Amantes Sunt AmentesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang