E N A M

1.1K 104 9
                                    

                  Malam itu dengan ditemani suara air yang meluruh dari langit dengan bau petrikor khas yang turut serta menemani momen ditengah kehangatan sebuah keluarga yang semakin dingin dan menipis, kakak beradik itu terdiam setelah konversasi panas itu berakhir 30 menit yang lalu. Namjoon mau tak mau harus menyentuh cangkir kopi susunya yang mendingin terkena udara karena dibiarkan terlalu lama hanya demi meredakan emosinya yang sudah naik sebatas ubun-ubun. Jika dia berada di dunia animasi, maka bisa dipastikan kepala Namjoon saat ini akan dipenuhi asap tebal saking kesalnya pada seseorang bernama Jungkook yang sialnya berstatus sebagai adiknya. Menurut Namjoon, Jungkook ini punya bakat untuk memicu emosi orang lain dengan cepat. Dia tak habis pikir dari mana asal turunnya bakat itu. Seingatnya ibu Jungkook tidak begitu meski pada akhirnya cukup menyusahkan dan mengecewakan juga. Berbeda sekali dengan keturunannya yang kelewat ahli dalam memanaskan hati.

Kali ini wujud eksistensi adiknya tak terlihat, bocah itu sudah pergi dari meja makan sejak beberapa waktu yang lalu. Mengerti sekali bahwasanya Jungkook itu tidak pernah tahan akan suasana canggung yang mendominasi diantara mereka. Rasanya begitu mengerikan saling berdiam diri seperti tidak pernah ada kehidupan.

Milisekon berikutnya Namjoon menegakkan punggungnya yang sebelumnya melengkung  saat bersandar dikursi kayu, membuat kursi yang ia duduki sebelumnya ikut berderit seiring dengan semakin intensnya gerakan yang Namjoon lakukan. Tujuannya saat ini ialah kamar Jungkook, ingin mengecek apa yang sedang dilakukan remaja tanggung itu dikamarnya yang menurut adiknya itu serupa dengan nirwana saking nyamannya.

"Apa yang kau lakukan." Ucap Namjoon ketika melihat Jungkook nya belum tidur juga. Padahal ini sudah kelewat malam untuk beristirahat bagi pelajar seperti Jungkook. Bisa Namjoon lihat adiknya itu tengah serius berkutat dengan laptopnya.

Jungkook yang mendengar Namjoon terbelalak kaget, ia pun lekas menutup laptopnya dan berusaha bersikap sebiasa mungkin.

"Tidak a-da, hanya bermain game." Jawab Jungkook sedikit terbata, tak bisa dibohongi dari nadanya berbicara, bahwasanya bocah itu terlihat sedikit gelisah.

"Lalu kenapa wajah mu terlibat gelisah?…

Apa kau menyembunyikan sesuatu?" Penuh selidik, Namjoon pun berusaha memangkas jarak, sedikit terburu-buru menghampiri Jungkook.

"Kemarikan!"

"Tidak………aku punya privasi tersendiri, begitu pula dengan kakak bukan. Jadi alangkah baiknya kalau kita saling menghargai privasi satu sama lain." Jungkook menyahut.

"Jungkook ku bilang kemarikan!" Namjoon berusaha merebut laptop di tangan adiknya. Sedikit kesusahan karena tenaga Jungkook tak jauh berbeda darinya. Kuat sekali. Adiknya itu benar-benar tumbuh dengan baik. Tidak heran setiap hari konsumsinya adalah susu berkalsium tinggi.

"JANGAN MEMAKSA KU!" Jungkook balas berteriak, mendorong tubuh Namjoon hingga sedikit oleng kebelakang, membuat Namjoon mengangkat wajahnya lebih tinggi. Tidak menyangka adiknya akan berakhir membentaknya. Tak peduli sebesar dan sepenting apa privasinya, seharusnya Jungkook tak bersikap seperti itu. Kendati demikian Namjoon tak ingin menambah pelik pada hal itu dengan lepas kendali. Berusaha meredam sebaik mungkin emosinya, sudah cukup hubungan mereka selalu diwarnai pertengkaran tak berarti. Lagipula Namjoon bisa mengecek laptop anak itu dilain waktu ketika anak itu pergi bersekolah. Meski tak menampik dirinya kecewa pada Jungkook yang baru kali ini bersikap demikian padanya. Kemudian Namjoon memilih pergi dari kamar Jungkook setelah sempat mematung tak percaya. Menutup pintu kayu berwarna putih itu dengan tenaga ekstra hingga menimbulkan suara keras. Membuat Jungkook paham kalau Namjoon semakin marah dan membencinya.

"Maafkan aku kak." gumam Jungkook saat akses masuk itu tertutup sempurna tanpa celah.

*

Disebuah rumah bergaya klasik, seorang wanita tengah terduduk di sudut ruangan dengan rambut panjangnya yang tergerai bebas disekitar bingkai wajahnya. Bajunya tampak kusam dengan noda-noda darah bercampur debu dan keringat yang menempel. Matanya tampak sayu dengan sisa air mata yang mengering.

"Mari membersihkan diri." Seorang pria mendekat padanya, mencoba mengulurkan tangannya demi si-wanita pujaan yang tampak rapuh dengan beban masalah yang menggunung. Sakit sekali sebenarnya saat orang yang paling dicintai begitu hancur, jauh dari kata baik-baik saja.

"TIDAK…PERGI…HENTIKAN…KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB." Wanita itu berteriak kencang, selalu saja seperti ini. Pria didekatnya yang mendengar teriakannya berusaha memejamkan mata. Meredam gejolak rasa menyakitkan yang turut ia rasakan.

"Apa yang akan ku lakukan? Bagaimana caraku membalaskan dendam mu? Katakan pada ku!" Pertanyaan retoris itu seketika terlontar, andai dendam itu dapat membuat keadaan wanita pujaan hatinya kembali seperti semula maka akan ia lakukan sedari dulu. Akan ia selesaikan dendam itu dari dulu. Melakukan hal paling kejam pada dia, si-penyebab semua ini terjadi.

"Ku dengar kakak kembali berulah, perawat itu melarikan diri setelah lengannya dilukai kakak menggunakan gunting. Tidak tau dapat dari mana. Seingatku aku tak pernah meletakkan benda tajam di sembarang tempat. Aku selalu berusaha menjauhkan kakak dari benda-benda membahayakan." Seorang pemuda berjalan mendekat, menghampiri seseorang didepannya.

"Aku sakit melihat nya seperti itu, haruskah kita memulainya sekarang?"

"Tunggu waktu yang tepat saja, aku punya sebuah skema matang yang akan membawa kita pada kehancurannya."

**

Jungkook terbangun dengan mata bengkaknya, semalaman ia menangis dengan berbagai beban pikiran yang menggelayutinya. Kepalanya berkedut pusing. Ingin sekali hari ini ia absen disekolah nya. Namun tidak mungkin rasanya, Namjoon tidak mengeluarkan biaya sedikit untuk sekolah nya dan dia dengan kurang ajarnya ingin mempermainkan hal tersebut.

Jungkook berjalan sedikit tertatih,dilihat nya rumah sudah sepi, Namjoon pasti sudah berangkat bekerja, meja makan yang bersih tanpa ada sedikitpun makanan untuknya. Seketika Jungkook memegang perutnya. Namjoon benar-benar marah. Biasanya tidak seperti ini, sesibuk apa kakaknya pasti akan tetap berusaha menyiapkan makanan untuknya. Tidak seperti sekarang. Jungkook rasa dirinya sudah sangat kurang ajar dan memang tak pantas untuk dimaafkan. Kali ini ia sadar bahwa dirinyalah penyebab semua kesulitan untuk kakaknya. Dirinya yang selalu berusaha menutup mata akan kebaikan dan perhatian tak kasat mata yang sebenarnya sudah dari dulu Namjoon tujukan untuknya, Jungkook pikir dirinya orang yang tak tau berterimakasih.

Air matanya kembali meluruh menyentuh lantai marmer yang dingin. Bibir nya berulang kali menggumamkan kata maaf. Ingin sekali rasanya berteriak dengan perasaan campur aduknya.

"Maafkan aku kak, semalam ibu menghubungi ku dan aku terpaksa tidak memberitahumu. Karena aku tau pada akhirnya kau akan melarang ku dan bisa jadi aku dikembalikan lagi pada ibu dan tidak diizinkan  untuk tinggal seatap dengan mu."








****

Ada yang udah bisa nebak jalan ceritanya?

HeartbeatWhere stories live. Discover now