sembilan

66 18 37
                                    

gue tersenyum senang begitu melihat kemunculan foto seorang leonardo dicaprio yang gue jadikan sebagai lockscreen ponsel. tapi tidak berlangsung lama, karena di detik selanjutnya, berbagai notifikasi berupa pesan dan panggilan tidak terjawab menghalangi wajah si aktor tampan.

semuanya ada 43 pesan, 2 di antaranya adalah pesan dari operator, 41 lainnya adalah pesan dari ashton. ada pula 28 panggilan tidak terjawab dari pria itu.

ash

theana, kamu ke mana?

kamu kok pergi gak bilang-bilang?

kopermu gak ada, kamu kabur?

theana, jawab telepon dari saya!

theana

theana, saya bener-bener khawatir, kamu ke mana?

kamu pulang ke mamamu?

kenapa enggak ngasih tau saya dulu?

theana?

atau kamu ke apartemen luke?

theana?

itu hanya beberapa pesan, lain sebagainya tidak jauh dari pertanyaan-pertanyaan serupa. tapi tunggu! pandangan gue terkunci pada salah satu pesan, pesan terakhir yang dikirimkan pria itu, tepatnya tiga hari yang lalu.

kate sudah meninggal theana, saya tau kamu gak bakal bales pesan ini, saya cuma mau ngasih tau kamu saja

"kenapa lo? si leo nikah?"

pertanyaan dari luke itu berhasil menggagalkan air mata gue yang nyaris jatuh.

ia pasti melewati hari-hari tersulitnya seorang diri. tanpa gue di sisinya, untuk menenangkannya, memeluk tubuhnya dengan erat, dan membiarkan baju bagian pundak gue menyerap setiap tetes air matanya.

ashton, maafin aku.

"l-luke ..."

dengan pekanya ia mengalihkan tatapan dari layar televisi, buru-buru gue mensejajarkan ponsel dengan wajahnya agar ia tidak harus bersusah payah memanjangkan leher.

"yuk, pulang."

*
*
*

perjalanan kami dari apartemen luke menuju kemari tidak memakan waktu sampai beratus-ratus menit, karena sore ini jalan raya tidak terlalu ramai. ditambah luke, ia melajukan mobil dengan menggunakan sebuah jurus, jurus sudah bosan hidup namanya. beruntung tidak ada polisi yang mengejar-ngejar kami tadi.

"ck, bukannya lo juga nyimpen kuncinya?"

luke membuka suara tepat setelah gue berhenti memencet-mencet bel. pasti ia kesal sebab kami masih berdiri menghadap pintu apartemen ashton, menunggu si tuan rumah membukakan pintu.

"gue simpen di dalem sana." sahut gue tanpa menatap ke arah luke.

pria di samping gue mendengus. "buka ajalah, siapa tahu gak dikunci."

ah iya, tidak ada salahnya mencoba.

cklek

"kan? kata gue juga apaaaa!"

astaga luke, ini bukan waktunya untuk berdebat.

segera saja gue berlari ke dalam. pasti ia sedang berada di kamarnya.

tidak ada keraguan sedikitpun saat gue sudah berhadapan dengan pintu kamar ashton yang masih tertutup rapat, langsung saja gue gerakkan kenopnya.

"aaaaaak!"

"theana?"

gue menutup kembali pintu kamar ashton. ternyata ini, inilah alasan kenapa pintu depan apartemennya tidak bergerak.

bagaimana gue tidak langsung menutup pintu lagi setelah melihat penampakan ashton yang shirtless, terlebih lagi bagian bawah tubuh pria itu hanya dibaluti handuk. pasti dia baru selesai mandi. sembilan dari sepuluh gadis pasti akan melakukan tindakan seperti yang barusan gue lakukan jika saja dihadapkan dengan situasi seperti barusan. tapi ya ... untung saja ashton sedang membelakangi gue, kalau tidak ... ckckck. bahaya.

"lo kenapa?" itu luke, langkahnya yang mendekat dibarengi tatapan heran.

"katanya kangen."

"woi ashton abis mandi, bego!" luke menghadiahi bentakan gue dengan tawa besar, ingin hati menghantam wajah sebening kristalnya itu dengan koper gue yang sedang ia tarik.

"jangan nyender ke pintu, mau saya buka, theana."

gue menjauh dari pintu dan berdiri di samping luke. saat ini ia sedang memperlihatkan seringaian memuakkan.

"sialan lo."

pintu terbuka dan memuntahkan sosok ashton. sore-sore begini sudah memakai piyama. ah, terserahlah.

"theana ... "

meskipun yang tadi gue dapati hanyalah pemandangan punggung telanjangnya, tetap saja pipi gue memanas kala si otak sialan ini memutar cuplikan tadi.

tidak lagi khawatir. karena kekhawatiran gue terhadap ashton sudah tergantikan oleh rasa kesal dan malu.

"lluk.."

tangan kanan luke tidak teraih karena pergerakan gue diinterupsi oleh kedua lengan ashton. tiba-tiba saja kedua lengan kekarnya melingkari pinggang gue.

"saya kangen kamu, kangen banget."

pelukan ini.

"saya berterima kasih banget sama kamu, luke."

baju bagian pundak gue basah. ashton pasti menangis.

"theana, jangan pergi lagi."

gue tersenyum. meskipun gue tahu, ashton tidak melihatnya secara langsung. gue pun membalas pelukannya. tak kalah erat.

aku pulang, ash. untuk kamu.

[]

dah lama gak update, adakah yang kangen?

flatmate ft. irwinWhere stories live. Discover now