BAGIAN 4

892 33 0
                                    

Dewa Pedang menjadi tertegun begitu melihat tamu yang datang ke padepokannya. Seperti yang dikatakan putranya, tamu itu memang benar Pendekar Jari Malaikat. Hanya sesaat Dewa Pedang tertegun, kemudian segera mempersilakan tamunya duduk. Di ruangan depan yang cukup luas ini, Dewa Pedang duduk menghadapi meja bundar. Di sampingnya duduk Ki Junta. Sedangkan Pendekar Jari Malaikat berada di seberang meja.
"Ada angin apa sehingga Kisanak singgah di padepokanku ini...?" Dewa Pedang membuka suara. Sikapnya ramah penuh persahabatan.
"Aku memang sengaja datang ke sini, Dewa Pedang," ujar Pendekar Jari Malaikat.
"Oh...," Dewa Pedang mendesah panjang.
"Terus terang, kedatanganku ada hubungannya dengan tewasnya si Kapak Maut," tegas Pendekar Jari Malaikat.
Dewa Pedang tidak lagi terkejut mendengarnya. Namun tidak demikian halnya Ki Junta. Kepala Desa Banyu Reges itu terkejut bukan main, hingga ternganga menatap dalam pada laki-laki berusia sekitar tujuh puluh tahun itu. Dia mengenakan baju putih panjang, bergambar jari-jari tangan terkembang pada bagian dada kiri.
"Yaaah.... Aku juga menyesalkan kejadian itu, tapi tidak bisa mencegah. Si Kapak Maut datang ke sini tepat pada hari pertama peringatan berdirinya Padepokan Pedang Perak. Kedatangannya ternyata hanya untuk menantang dan melukai seorang wakil wilayah padepokan ini. Tapi sayang, dia tewas di tangan putraku sendiri," Jelas Dewa Pedang tenang. Tak ada nada kegelisahan pada suaranya.
Namun tidak demikian halnya hati Ketua Padepokan Pedang Perak itu. Dia terus menduga-duga apa yang akan dilakukan Pendekar Jari Malaikat. Wajahnya terlihat tenang, namun dari sorot matanya memancarkan sesuatu yang sukar untuk ditebak. Sementara Ki Junta hanya menjadi pendengar saja, seperti tidak ingin mencampuri urusan itu. Apalagi setelah melihat kalau Pendekar Jari Malaikat yang kini berada di depannya bukanlah orang yang telah membunuh dua orang pengawalnya. Ki Junta sendiri masih belum bisa menebak, siapa pemuda yang memiliki jurus 'Jari Malaikat" itu?
"Dewa Pedang. Kau tentu tahu, siapa itu si Kapak Maut, bukan?" agak dingin nada suara Pendekar Jari Malaikat.
"Ya, aku tahu," sahut Dewa Pedang mendesah.
"Dan kau pasti sudah mengetahui maksud kedatanganku ke sini," sambung Pendekar Jari Malaikat.
"Jika kau ingin membalas kematian adikmu, akulah yang bertanggung jawab sepenuhnya," tegas kata-kata Dewa Pedang.
"Hhh...! Itu bukan sifatku, Dewa Pedang!" dengus Pendekar Jari Malaikat.
"Kau sendiri sudah mengetahui, bahkan menjadi saksi sumpahku. Siapa pun yang membunuh si Kapak Maut, harus berhadapan denganku. Baik itu kawan maupun lawan. Kecuali aku sudah mati."
"Yang mengalahkan si Kapak Maut adalah putraku sendiri. Dan itu menjadi tanggung jawabku karena aku tidak berusaha mencegahnya. Kau sendiri juga tahu kalau si Kapak Maut selalu membenci dan menantangku bertarung, tapi semua itu tidak pernah kulayani. Ini karena aku menghormati sumpahmu, dan tidak mau mengkhianati persahabatan kita," tegas juga jawaban Dewa Pedang.
"Apa pun alasannya, putramu tetap harus berhadapan denganku!" tegas Pendekar Jari Malaikat memberi keputusan.
"Dan itu berarti kau harus berhadapan denganku juga, Jari Malaikat!" sambut Dewa Pedang tidak kalah tegasnya.
"Menyesal sekali, persahabatan kita harus berakhir secara menyedihkan," desah Pendekar Jari Malaikat pelan.
"Semua itu sudah kuduga sebelumnya, Jari Malaikat. Sejak aku menikahi Dewi Ratih dan adikmu membenciku tanpa alasan pasti."
"Si Kapak Maut membenci dan selalu menantangmu karena kau dianggap telah merebut kekasihnya."
"Dewi Ratih, maksudmu...?"
"Benar. Sebelum kau kenal Dewi Ratih, adikku sudah mengenal sekaligus mencintainya lebih dahulu. Tapi memang kaulah yang beruntung dan berhasil memperistrinya."
"Kenapa tidak kau katakan itu sejak dulu...?" Dewa Pedang seperti menyesali sikap sahabatnya itu.
"Sudah kukatakan, segala tindakan si Kapak Maut tidak akan pernah kucampuri. Tapi, tak ada seorang pun yang boleh mencelakakannya, apalagi membunuhnya. Itu sumpahku, Dewa Pedang. Sumpah di depan pusara ayahku, ayah si Kapak Maut juga. Dan itu merupakan amanat yang harus kujalankan!"
"Sama sekali aku tidak bermaksud menyalahkanmu, Jari Malaikat. Tapi yang kusesalkan adalah sikapmu yang selalu membela si Kapak Maut. Akibatnya, kau sendiri selalu berhadapan dengan berbagai macam kesulitan akibat tingkah laku adikmu."
"Itu urusanku, Dewa Pedang! Kau tidak perlu ikut campur urusanku!"
"Dan sekarang kau hendak menuntut balas atas kematian adikmu. Apa kau tidak tahu kalau si Kapak Maut berbuat seperti itu karena didasari nafsu ke angkaramurkaannya. Sedangkan Arya Dipa hanya mencoba meredam keangkuhannya. Lain tidak! Anakku juga terpaksa membunuhnya, karena adikmu telah melukai salah seorang pamannya dan hampir membunuhnya. Bukan satu dua mata yang menyaksikan, tapi puluhan. Bahkan ratusan!" Dewa Pedang memaparkan kejadian yang sebenarnya.
"Dewa Pedang, aku tidak ingin bertengkar mulut denganmu. Kedatanganku ke sini hendak menuntut kematian adikku. Maka kau harus merelakan putramu berhadapan denganku. Kutunggu Arya Dipa besok pagi di Puncak Gunung Bekasan!"
Setelah berkata demikian. Pendekar Jari Malaikat langsung berdiri. Tanpa berkata apa-apa lagi, laki-laki berusia sekitar tujuh puluh tahun itu cepat melangkah ke luar. Dewa Pedang hendak mengejar, tapi Ki Junta sudah keburu mencegah dengan mencekal tangannya. Dewa Pedang menghembuskan napas panjang dan berat.
"Hhh...! Apa yang kurisaukan ternyata jadi kenyataan juga...!" keluh Dewa Pedang.
"Aku tidak menyangka kalau si Kapak Maut itu adik Pendekar Jari Malaikat," gumam Ki Junta.
Tak ada lagi yang bicara. Kesunyian melanda ruangan besar itu. Beberapa kali Dewa Pedang menarik napas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Sedangkan Ki Junta hanya bisa memandangi tanpa dapat menyumbangkan sedikit pikiran. Persoalan yang dihadapi Dewa Pedang kali ini begitu pelik dan berat sekali. Sungguh di luar jangkauan dan kemampuannya. Ki Junta hanya bisa berharap agar Dewa Pedang mampu menyelesaikan persoalan ini tanpa harus kehilangan putra sulungnya. Mereka jadi seperti melupakan persoalan yang dibawa Ki Junta. Persoalan serius yang kini sedang dihadapi seluruh warga Desa Banyu Reges.

34. Pendekar Rajawali Sakti : Jari MalaikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang