BAB 15

2.5K 400 31
                                    

Ditunggu 150 vote, untuk update bab selanjutnya. Ayo bersenang-senang.

Terima kasih :)

□■□■□■□■□

Baru sampai di ruang kantornya, Naru dihadapkan pada Ms. Hiroko yang menyerahkan surat pengunduran diri. Ia sendiri tidak tahu apa masalahnya. Hubungan mereka baik-baik saja. Tidak ada percekcokan. Hubungan mereka diartikan sebagai teman baik mengingat Ms. Hiroko memperhatikannya setiap kali kesulitan dalam menghadapi penthouses yang berantakan. Pekerjaan yang memakan waktu lama—seringnya wanita itu akan ikut lembur bersamanya, memastikan kopi dalam cangkirnya selalu terpenuhi, memastikan camilan dan makan malam akan dinikmatinya. Wanita itu tidak akan membiarkan dirinya kelaparan, tidak akan membiarkan dirinya pun kesusahan sendiri. Dan menurut Naru sangat aneh menjumpai Ms. Hiroko mengundurkan diri.

Sebelum menyetujui, Naru perlu membuka surat pengunduran diri itu, di dalamnya pun tidak ada kalimat yang menurutnya aneh, Ms. Hiroko menuliskan surat pengunduran diri itu serapi mungkin, tetapi beberapa alasan terdengar tidak masuk akal.

"Kau yakin, Hiroko?" kata-kata itu seolah meyakinkan Hiroko, keluar dari perusahaannya—berhenti menjadi sekretarisnya itu ide konyol. "Kau bekerja dengan sangat baik, kurasa kita tidak memiliki masalah, dan kurasa juga tidak ada alasan yang lebih masuk akal menyetujui kau keluar dari kantor. Ini terlalu mendadak, Hiroko." Ungkap Naru secara jujur.

"Saya yakin seperti itu."

"Kau berbicara terlalu sopan, bicaralah seperti biasa, menunjukkan bahwa kita seorang teman."

"Itu terdengar tidak menghormati Anda sebagai atasan saya. Saya yakin itu tidak diperbolehkan."

Naru mendesah di tempat duduknya sambil melepas kacamatanya, ia tidak jadi berkutat pada pekerjaannya, toh beruntung juga hari ini jadwalnya tidak terlalu padat, cuma memang ada satu atau dua rapat kecil yang perlu dia bahas dengan staf kantornya. "Apakah ini melibatkan masalah pribadi? Kau sudah punya pacar?"

"Sebaliknya, saya malah tidak memiliki siapa pun di sisi saya."

"Lalu kenapa?" Naru masih penasaran, ia terus menekan kata-katanya. "Barusan aku berpikir kau lebih tertarik untuk mengurus laki-laki di luar sana, kau mungkin tinggal dengan kekasihmu, dan barangkali sedang merencanakan soal pernikahan. Wanita sering kali keluar dari pekerjaan mereka karena urusan menikah atau fokus untuk berada di sisi anak-anak mereka."

"Apakah Anda tidak mau menyetujuinya?"

"Berikan alasan, supaya aku tahu apa yang sedang terjadi padamu, pula agar tidak membuatku menyesal nantinya perlu menyetujui keluarnya kau dari perusahaan ini. Lebih sulitnya lagi, aku perlu menyeleksi orang-orang baru untuk bekerja. Kau tahu, sulit rasanya dekat dengan orang baru, itu tidak membuatku nyaman."

Hiroko menunduk. Ia ingin bersikap profesional, tapi hatinya berkata lain. Ia terlalu sakit, cuti tidak benar-benar membuatnya kembali membaik. Sebetulnya, dia merasa begitu patah hati soal penemuan tak terduga pagi itu di kediaman bosnya. Wanita itu ternyata jauh lebih cantik dari saat berada di foto pernikahan itu. Kulitnya putih dan mulus itu pun terlihat begitu alami. Dadanya yang ideal pasti bukan hasil implan. Walau menurut Hiroko sendiri, jika wanita itu memiliki tubuh pendek seperti remaja dalam masa pertumbuhan.

"Saya bisa mencari seseorang yang menurut saya sangat cocok dengan kepribadian Anda, yang jauh lebih profesional daripada saya."

"Menurutku kau sangat profesional, kau tidak pernah bekerja asal-asalan." Naru mengungkapkannya secara jujur. "Coba kau pikirkan lagi, karena untuk hari ini, aku bakal menganggap surat ini tidak pernah mendarat di atas mejaku."

SECONDLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang