Halo

16 2 0
                                    

Hai, aku adalah seorang gadis, usiaku genap 17 tahun. Kurasa aku sangat hebat bisa bernafas sampai diusia itu ya meski banyak sekali yang kulalui, rasa sakit, kecewa, marah, kesal masalah bertubi-tubi. Ya mungkin masalahnya enggak sebesar manusia dewasa lainnya tapi bagiku-- diusiaku yang sekarang gampang sekali aku dibuat stress untuk hal-hal sepele mungkin.

Oke yang pertama masalah pertemanan dari yang kecil sampai tua pun bakalan bertemu fase ini, fase di mana bertemu teman-teman baru dan beda banget karakternya dari dirinya. Mau nggak mau, suka nggak suka kita sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial belajar buat baur sama lainnnya kan? Lalu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, emang udah fasenya tapi kalo lingkungan itu buruk.. apakah kita akan terbawa arus? Aku pribadi si anaknya ngambil resiko dulu baru ambil pelajaran dari situ.

Contohnya nih temenku ngajakin aku bolos padahal aku itu dikenal orang-orang anak yang gk suka bolos dan lebih milih di kelas tapi saat itu aku berpikir, "Gimana ya rasanya bolos? Kok penasaran, emang enak ya? Kenapa banyak banget orang suka bolos? Apa nyobain sekali aja ya?"  Dan dengan kebulatan tekad aku mengiyakan ajakan temanku untuk bolos.

"Hey ro! Ayo bolos katamu mau ngerasain bolos pelajaran gimana." Ajak temanku saat aku memakan bekal yang biasa kubawa dari rumah. Memang temanku yang satu ini jagonya bolos pelajaran. Enggak heran lagi si betapa santainya dia kalo udah dimarahin guru-guru bahkan waka kesiswaan. Dia gk menyesali itu

Lalu aku tanya mengapa dia santuy saat bolos pelajaran

Dan dia menjawab dengan serius

"Gw bolos bukan karena benci pelajarannya, bukan juga benci yang mengajar tapi karena gw gk bisa fokus saat-saat gw lagi kacau dengan diri sendiri, lo tau hampir seminggu 3 kali gw bolos?  Karena gw kecewa sama diri sendiri, gw raga di kelas tapi pikiran gw gk bisa fokus satu objek yaitu pengajar. Betapa gk bergunanya gw di dalam kelas ya mending gw di luar kelas. Buat ngobrol-ngobrol, bersosialisasi sama anak lain, makan, dan mikirin pelajaran yang semalem gw pelajari."  

Benar. Saat dirimu sedang kacau-kacaunya kamu enggak akan bisa fokus dengan satu objek, apalagi kalo itu di dalam kelas. Perkataan temanku membuatku berpikir kalo bolosnya dia bukan untuk hal buruk lainnya tapi untuk menerima dirinya sendiri, ingin menemukan dirinya yang sehat bukan yang lagi kacau seperti ini.

Tapi, jika pemahaman dia kuterapkan dalam keseharianku, aku yakin belum tentu aku bisa dan nyaman karena untukku itu pilihan masing-masing orang dan kepemahaman masing-masing orang. Aku memilih tidak bolos pelajaran karena aku enggak bisa, karena itu bukan aku, karena-- aku terbiasa mendengar tetek bengek materi-materi yang buat otakku panas.

Tak banyak pula, kita sebagai makhluk hidup bertemu dengan manusia toxic dalam pertemanan, keluarga atau masyarakat.

Pasti kita akan bertemu, lingkungan itu tidak mengenal genre entah dari yang kecil atau tua

Tapi balik lagi sama diri sendiri, kita bisa enggak melalui lingkungan toxic itu dengan benar? Kita bisa enggak menghandle diri untuk tidak mengikuti hal yang sama sekali enggak pengen dilakuin? Semua balik ke diri masing-masing mungkin ada orang melakukan hal yang tidak disuka karena temannya melakukan dia harus melakukan karena "kita teman ini namanya solid"

Halo halo halooo, yang namanya teman nggak akan membawamu ke hal buruk meski itu adalah hal sepele dan kecil. Teman yang baik tidak akan rela membiarkanmu melemparmu ke lubang setan meski ia juga menginginkannya. Tapi begitulah lingkungan pertemanan

Untuk hal yang kedua adalah percintaan, ahahaha ini bener-bener banyak banget digambarin, diceritakan dan dirasakan ya karena- itu ada dalam hidup kita seterusnya bakal tetep dirasakan meski enggak suka.

Sampai saat ini pun aku bingung apa si itu cinta? Apa sih itu komitmen? Ya, begitulah. Masalah satu itu sangat rumit saking rumitnya ada orang meninggal gara cinta ini. aku nyebutnya si ini cinta gila

Tapi ada satu yang selalu aku ingat selama kita hidup akan terus merasakan penderitaan, entah bertemu dengan orang yang salah, tukang selingkuh, dibohongi, ditinggal, apapun itu kita bakalan merasakan perasaan sakit itu supaya kita tahu caranya bahagia, kita belajar bagaimana mengenal diri dan bertemu lingkungan yang enggak kita inginkan, yang enggak sesuai dengan diri kita. Supaya kita belajar menerima diri sendiri dan hanya diri sendiri yang mampu menolong dari rasa sakit apapun. Kamu tahu musuh terbesar manusia itu apa? pikiran negatif mereka. Aku pun yang menulis ini masih kemusuhan sama pikiranku yang sulit untuk positif.

Ini adalah pesan terakhirku, jika menemukan seseorang dalam hidupmu yang awalnya membuatmu cerah tapi kamu merasa mungkin ke depannya udah gk beres. Aku pesankan berhati-hati dan sudahi karna dari pengalamanku sendiri, apapun yang dari awal kamu enggak yakin ya gimana ke depannya? Tapi balik lagi ke diri masing-masing bagaimana kamu menyikapi semua dengan baik dan benar tanpa menyakiti pihak manapun.

Mungkin ini enggak begitu penting, tapi itu pengalamanku selama 17 tahun mengenal lingkungan pertemanan dan my relationshit.

-t.r

AboutWhere stories live. Discover now