2.3 | rain sobs

185 23 0
                                    

Hujan turun menampar kota Seoul malam itu.

Miran menyeduh kopi panas selagi mengobrak-abrik berkas kasus yang belum tuntas. Komputer dinyalakan. Dia meletakan gelas berisi air panas yang mengepulkan uap semu di samping benda bercahaya itu, lalu mengambil setumpuk kertas untuk dicek ulang. Yoongi bilang rangkuman kasus berat atau pro bono ada di sana. Miran cuma perlu meneliti sebelum bertindak ke lapangan sekaligus menghubungi rekan jaksanya, Kim Seokjin, untuk beberapa bantuan. Sudah lumrah bagi mereka saling membantu seperti itu meski sama-sama sibuk. Lagipula Seokjin sendiri yang menawarkan, jadi tidak masalah, apalagi mereka sudah berteman semenjak SMA.

Well, cara pandang Seokjin yang acap kali mengutamakan logika sangatlah mempermudah kinerja Miran, sementara wanita tersebut seringnya menggunakan perasaan guna menganalis motif kejahatan atau kemungkinan alasan emosional terselubung pemicu terjadinya konflik, ditemani Psikolog kesayangannya, Ahn Soonyoung. Selain itu, setiap kasus yang diikutcampuri Seokjin sangat membantunya dalam memberikan hukuman pantas bagi si pelaku kejahatan. Ini menyangkut traumanya, aku Seokjin, dan sangat privasi. Miran sendiri tidak terlalu memusingkan hal itu. Toh, setiap masalah tak harus diceritakan jika akhirnya tidak memiliki tujuan apapun.

Setiap kasus yang diberitahukan pada Seokjin hanyalah beberapa yang memang ditangani ke Mitra Hukum tempat dia bekerja. Jika tidak, Miran takkan berani membocorkannya barang sedikit. Itu sangat dilarang, lebih-lebih pada orang asing. Dan karena kebetulan Mitra Hukum tersebut kerap jadi langganan kasus-kasusnya di Ilsan, mereka sering bersibobrok; entah itu di TKP, kedai sederhana atau kantor masing-masing.

Mereka menyebut pekerjaan itu simbiosis mutualisme--walau sebenarnya tidak sesering itu, sih--lantaran ada Hoseok, sang Profiler, yang jelas profesinya lebih membantu ketimbang seorang Jaksa Penuntut. Tetapi, entahlah, mungkin karena bekerja sama dengan si Kim itu dapat memberi efek jera bagi narapidana. Pun, Miran takkan membantah kalau berbincang dengan Seokjin membuat hari-harinya kian menyenangkan.

Singkatnya; Seokjin, Sooyoung, Hoseok, Yoongi dan Miran saling bekerja sama bila ada kasus rumit yang penuh teka-teki menjengkelkan.

Belum satu paragraf Miran berjibaku dengan file tersebut, bel rumah tiba-tiba menyentak rungu. Dia pun bergerak membuka pintu, melihat Seokjin berdiri di sana dengan ekspresi yang sulit ditebak; tertunduk membiarkan air hujan jatuh lewat poni-poni yang terbelah oleh tamparan hujan (tanpa menggigil kedinginan padahal seluruh tubuhnya serupa diguyuri segentong air).

"Astaga!" Miran memekik, secara paksa ditariknya lelaki itu ke dalam apartemen. "Kau sengaja hujan-hujanan supaya besok bisa menganggur, begitu?" Decakan keluar dari mulutnya begitu mendelik pada Seokjin. "Konyol sekali. Jangan minta aku untuk merawatmu saat demam nanti."

Miran mengeluarkan desahan kentara mendapati Seokjin diam saja, crap, lantainya jadi basah. Lihatlah, dia akan mengomeli Seokjin habis-habisan! Tetapi sebelum itu, dia harus membawakan sebuah handuk agar pria ini tidak terlalu kelihatan menyedihkan. Hanya saja, niat baik itupun harus tertunda lantaran Seokjin tiba-tiba menarik tangannya.

Dwinetra mereka bertemu.

Di keheningan, Miran menemukan kedalaman absolut di balik tatapan Seokjin. Mata itu bergulir gelisah bersama jakun yang bergerak naik turun seolah-olah sedang kesusahan mengeluarkan karbondioksida. Miran tidak mengerti artinya. Namun, jelasnya, di sana ada kemarahan serta rasa sakit.

Canggung akan momen tersebut, pun gejolak harap-harap cemas seketika menggigit ulu hati, Miran berdehem agar Seokjin melepas tangannya.

"Jangan bilang kau mau aku buatkan kopi panas. Tapi, well, melihatmu seperti hilang kewarasan begini agaknya aku harus berbaik hati."

FORSAKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang