Dua

5.4K 321 8
                                    

Aku adalah aku. Aku yang sebenarnya tidak bisa diperlakukan seperti ini. Tapi aku harus apa supaya semuanya tidak akan seperti ini?

***

Pikirin Satya tidak karuan. Entah kenapa dia masih terbayang wajah gadis yang tadi pagi menegurnya.

Baru kali ini dia terlalu memikirkan seseorang yang telah dia kasari dengan ucapan.

Pikirannya bimbang, akankah dia meminta maaf langsung atau meminta nomor ponselnya pada Wara. Tapi sungguh, dia sangat malas berurusan dengan Wara. Tapi pikiran ini sangat menganggu baginya.

Dengan terpaksa, Satya akhirnya memberanikan diri untuk meminta nomor Dhifa pada Wara.

Ketukan pertama pada pintu kamar Wara belum membuahkan hasil. Ketuka kedua, pintu kamar Wara terbuka. Menampilkan wajah kesal Wara.

"Apaan sih lo. Ganggu gue tidur aja," ucap Wara kesal.

"Maaf. Gue cuma mau minta nomor hp temen lo Dhifa. Bisa?" tanya Satya.

"Ada hal apa lo minta nomor Dhifa," sinis Wara.

"Gue di SMS sama Pak Yahya. Disuruh tanyakan sama kamu nomor Dhifa," jawab Satya berbohong.

Tidak mungkin jika dia harus jujur.

"Yaudah pergi lo. Nanti gue kasih, jangan ganggu lagi lo," kata Wara lalu menutup pintu kamarnya.

Sungguh Satya harus sabar. Dia sudah terbiasa diberlakukan seperti itu. Dia tidak akan pernah marah dengan keluarganya. Dia bingung kenapa dia harus melampiaskan rasa marahnya pada orang lain. Dia ingin memendam rasa marahnya, tapi rasanya sangat sulit.

Ponsel Satya berdering. Menandakan ada pesan masuk. Satya langsung membuka ponselnya dan tersenyum ketika Wara telah mengirimkan nomor Dhifa.

Langsung saja Satya mengirimkan pesan melalui WhatsApp untuk Dhifa.

Dhifa
08.30 pm

Hanya menunggu lima menit, akhirnya pesan Satya dibalas oleh Dhifa.

Siapa?
08.35 pm

Gue Satya
08.35 pm

Oh. Kenapa?
08.38 pm

Maaf
08.38 pm

Untuk?
08.39 pm

Tadi di sekolah
08.39 pm

Oh iya. Lain kali jangan kaya gitu. Gue udah gak mikirin lagi kok
08.40 pm

Sebagai permintaan maafnya. Gue jemput lo besok, gimana?
08.40 pm

Oke
08.40 pm

Sharelock
08.41 pm

Setelah Dhifa mengirimkan alamat rumahnya, Satya langsung tersenyum senang. Entahlah perasaannya lega saat ini.

"Satya!" panggil Bunda dari arah kamar Wara.

Senyum Satya memudar. Dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Dengan langkah malas dia menuju kamar Wara.

"Kenapa Bun?" tanya Satya saat sudah berada di kamar Wara.

"Kenapa kamu bilang? Lihat, Wara demam. Pasti gara-gara kamu kan yang gak jagain Wara, Bunda kan udah bilang jagain Adik kamu!" sentak Sarah--sang Bunda.

"Satya udah larang dia buat main basket tadi di sekolah, tapi dia malah marah sama Satya Bun," kata Satya membela diri.

"Ooh jadi kamu nyalahin Wara? Kamu itu Kakak. Yah kalau dia gak mau, kamu paksa dong. Pokoknya kamu gak ada jatah makan untuk malam ini!" ucap Sarah marah.

"Tapi Bun. Satya belum makan dari tadi siang," adu Satya.

"Itu karena kesalahan kamu. Wara sakit dan susah untuk makan. Jadi kamu juga jangan makan, ngerti kamu!" kata Sarah lalu kembali merawat Wara.

Satya hanya menerima semua dan kembali ke kamarnya. Selalu seperti ini. Wara sakit dia yang akan kena imbasnya. Tidak tahukah mereka jika Satya juga khawatir pada Wara. Dia juga tidak mau jika Wara sakit. Bagi Satya, Wara adalah separuh hidupnya.

***

Masih terlalu dini untuk berangkat ke sekolah. Namun, Satya sudah berada di jalan untuk menuju rumah Dhifa. Dia sedang malas bertemu dengan orang tuanya. Pasti dia kan diberikan wejangan dengan ayah dan bundanya.

Memang masih terlalu pagi. Namun sepertinya, pilihan untuk ke rumah Dhifa tidaklah salah untuk menghindari pertemuan dengan kedua orang tuanya.

Sesampai di rumah Dhifa, Satya langsung mengirimkan pesan pada Dhifa jika dia sudah sampai.

Dhif. Gue udah di depan rumah lo
06.10 am

Dhifa yang kebetulan sedang bermain hp sangat kaget ketika notif dari Satya mengatakan jika dia sudah sampai.

What! Lo udah di depan rumah gue? Ini masih jam berapa Satya
06. 10 am

Buruan. Dingin di luar
06.11 am

Iya-iya bawel lo kaya cewek
06.11 am

Dengan cepat Dhifa langsung membuka pintu rumahnya. Sebelumnya dia juga sudah bilang pada kedua orang tuanya jika teman yang akan mengantarnya sudah datang.

"Masuk Sat," ucap Dhifa ketika melihat Satya mengeratkan jaketnya.

Tanpa banyak bicara Satya langsung memasuki rumah Dhifa.

"Lama banget sih lo. Dingin tahu di luar," kata Satya kesal.

"Salah lo lah cepat banget ke sininya. Masuk juga masih lama kali," balas Dhifa.

"Yaudah gue mau sarapan dulu. Lo kalau mau sarapan bareng, ayo," sambung Dhifa.

"Gue udah makan," balas Satya.

"Oh yaudah gue tinggal makan bentar ya. Habis itu baru kita berangkat," kata Dhifa.

"Iya," balas Satya lalu memainkan ponselnya.

***

Update nih:)

Makasih udah suka sama ceritanya.

Sebenarnya update tiap hari sabtu. Tapi gapapa deh, kalau memang aku pengen nulis ya aku update kalau egk ya tunggu hari sabtu, hehe

VOTE N COMMENT

Difference ✔ [Terbit]Where stories live. Discover now