5. Diskusi Kalla dan Cakra

14 2 0
                                    

Tandain kalo ada typo ya! Happy reading!

"Hei, Bro!" sahut Kalla dengan semangat. Kemudian ia duduk di sebelah Cakra yang sedang menyantap sarapan paginya.

Cakra hanya mengalihkan pandangannya sebentar, kemudian mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Tebak! Tadi gue ketemu siapa?" kata Kalla, memulai bermain tebak-tebakannya.

Cakra menghentikan aktivitasnya sejenak. "Siapa?"

"Ah, masa langsung nyerah, Cak? Tebak dulu dong!" protes Kalla.

"Tora?" tebak Cakra asal.

"Bukan, bukan!" sahut Kalla. "Masa Tora, sih?"

Cakra berdecak. "Nyerah deh gue!"

Kalla melebarkan matanya. "Ya ampun, Bang Cakra nyerah, nih? Nggak seru banget!" tanya Kalla memastikan.

"Hm."

Kalla berdecak sebal mendengar respons sahabatnya itu. "Tadi gue ketemu Candra!" sahutnya sambil tepuk tangan.

Suasana kelas masih sepi, jadi tidak akan ada yang terganggu dengan kelakuan Kalla yang absurd ini. Sudah ada beberapa siswi yang hadir, tetapi mereka sepertinya pergi ke kantin untuk sarapan seperti biasa.

Respons Cakra tidak seheboh Kalla saat menyahut tadi. Cowok itu membereskan tempat makannya, kemudian ia mengambil botol minum lalu menghabiskan setengah air minum di botolnya.

"Gercep banget lo!" Akhirnya Cakra berujar.

Kalla tersenyum bangga. "Harus dong! Kata ibu gue, jangan menunda-nunda niat baik!" katanya.

Cakra terkekeh. "Bagus, deh. Terus gimana, Candra mau ngajarin lo?"

"Mau, dong!" jawab Kalla dengan semangat. Namun, beberapa detik kemudian ia terdiam dengan tatapan menrawang. "Eh, tapi sebenernya, tadi gue belum minta persetujuan Candra buat jadi partner belajar gue. Tapi tadi gue nggak sengaja ketemu gitu di angkot, terus karena dia lagi belajar, ya gue langsung minta tolong ajarin."

Cakra tersenyum, kemudian mengangguk. "Interesting."

"Apanya?" Kalla mengernyitkan dahinya.

"Pertemuan lo sama Candra hari ini."

Pandangan Kalla menerawang. "Iya juga, ya. Kayak semuanya udah diatur gitu, ya?"

Cakra tersenyum geli. "Lebay lo!"

"Eh, emang bener kali! Kenyataannya kayak gitu."

Kedua bola mata Cakra berotasi, tanda ia jengah. "Terus gimana, lo cocok belajar sama Candra?" tanyanya.

Kalla tersenyum dengan tatapan menerawang. "Gue pikir sih, gitu—" Kalimatnya menggantung, menimbulkan tanda tanya di benak Cakra.

"Tapi..."

"Tapi, dia kayak baik banget gitu... gue jadi minder kalau deket dia. Takutnya jadi awkward. Tapi gue nyaman banget belajar sama dia." Kalla bertutur dengan nada yang serius.

"Candra emang baik, Kall. Lo jangan minder, lah! Harusnya lo seneng bisa kenal sama orang baik, siapa tahu lo jadi baik—"

Kalla mendengus kesal. "Lo pikir sekarang gue nggak baik, Cak?" sanggah Kalla tiba-tiba.

Cakra terkekeh. "Nggak gitu juga kali. Maksudnya, lo kan mau jadi lebih baik, nah kalau lo udah nemu partner belajar yang menurut lo baik, why not?" ujar Cakra, mengklarifikasi.

Kalla terdiam, merenungi ujaran sahabatnya. "Ya, iya, sih."

"Ya udah, tinggal belajar."

Setelah terdiam beberapa saat, kini Kalla tersenyum sambil menganggu. "Oke, deh. Gue mau belajar sama Candra. Doain gue supaya gue bisa banggain ortu gue, ya!"

"Pasti, Bro! Gue aminkan untuk doa-doa yang baik." Cakra menepuk dua kali pundak Kalla. "Gue nitip, jangan jahatin Candra, dia temen gue. Awas aja kalau lo jahatin," ujarnya.

"Ya, iya, lah. Ngapain gue jahatin Candra? Mulai hari ini Candra juga temen gue."

Cakra tersenyum. "Bagus kalau gitu. Terus, lo juga jaga bahasa lo kalau sama Candra. Dia nggak biasa ngomong kasar kayak kita! Eh, kayak lo!"

"Idih! Enak aja! Gue mah bahasanya juga selalu sopan," bela Kalla untuk dirinya sendiri.

Mendengar pembelaan Kalla, Cakra sontak tertawa. "Sopan apanya? Presentasi aja pakai gue-lo. Ha ha ha!"

Kalla memutar bola matanya. "Iya, deh. Nanti gue belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar."

Cakra masih terkekeh. "Terus, tadi lo ngomong sama Candra pake bahasa gue-lo juga?"

"Iya, emang kenapa?" tanya Kalla.

"Ya ampun, tapi Candra nggak pa-pa, kan?" Cakra malah balik bertanya.

Kalla terdiam sejenak, memutar ulang kejadian dimana ia dan Candra mengobrol tadi. Iya juga, ya? Dari awal Candra pakenya bahasa aku-kamu, batin Kalla.

"Gimana, Bro?" tanya Cakra sekali lagi.

Kalla menyengir. "Gue nggak tahu, sih. Gue juga baru nyadar sekarang, he he. Tapi, Candra nggak protes, kok," elaknya.

"Ya, iya, lah. Candra nggak akan protes, tapi ke depannya lo coba tanyain dulu ke Candra. Soalnya setahu gue, orang-orang yang biasa ngomong pake gue-lo kalau sama Candra suka menyesuaikan gitu," jelas Cakra.

Kepala Kalla terangguk dua kali. "Oke, deh. Nanti gue tanyain dulu ke Candra. Thanks infonya, Bro!"

"Sip," kata Cakra sambil mengacungkan ibu jarinya.

Bersambung...

Tasikmalaya, 6 Desember 2019

Hai, masih ada yang simpen cerita ini di library nggak? Mana suaranya??? Wkwkwk.

Dengan ucapan Bismillahirrohmanirrohiim, aku mulai menulis lagi di lapak ini, he he he... Mohon doanya suapaya aku bisa konsisten untuk terus menulis cerita ini, he he he...

See you later!

RECOVERYWhere stories live. Discover now