Chpt 11 - Karma

21K 2.1K 38
                                    

"Ahhh...aku ternodai!"

Adeline menyembunyikan wajahnya di bawah bantal. Dia sangat malu dan marah di saat bersamaan.

[Itu hanya ciuman antar manusia, anda bukannya tidak pernah melakukan hal itu kan?] Sistem bertanya saat melihat Nyonya rumahnya sangat malu.

"Kamu gila! Aku ini sangat bersih! Sentuhan dengan laki-laki saja hanya sebatas pegangan tangan, berciuman adalah hal pertama bagiku!"

[Kalau begitu hal ini bisa jadi pengalaman baru buat anda. Lagi pula itu tidak merugikan anda, kan.]

Adeline tidak menjawab. Dia perlahan bangun dan berbalik ke samping menatap dirinya di pantulan cermin. Wajahnya masih merah, tetapi yang paling aneh adalah bibirnya. Bibirnya lebih merah dan bengkak dari keadaan normal.

"Pria sialan itu!!!"

Dia langsung bangkit dan berjalan keluar dari kamarnya. Baru saja dia menuruni tangga, sosok tinggi sudah menunggu di ujung anak tangga. Samuel memakai pakaian kaos polos dan celana pendek, menampilkan tulang lehernya yang seksi dan wajah rupawan yang menggoda.

"Kamu mau kemana?" Tanya Samuel yang melihat gadis itu turun dan masih mengenakan seragam sekolahnya.

Adeline hanya meliriknya dingin. "Bukan urusanmu."

Samuel langsung tersulut emosi mendengar ucapan kasar gadis itu. Tanpa dia sadari dia sudah menahan tangan Adeline, membuat gadis itu mengerutkan keningnya sakit.

"Apa-apaan dengan cara bicaramu yang kasar itu!"

Adeline menarik paksa tangannya yang membuat bekas merah terlihat jelas di pergelangan tangan ramping dan putih gadis itu.

"Jangan sentuh aku seenaknya. Bukankah aku sudah bilang untuk tidak menganggu hidupku lagi? Anggap saja kamu tidak memiliki saudara perempuan, seperti kalian 'Dulu' memperlakukan diriku," ucap gadis itu dengan nada dingin.

"Kamu...!! Aku saudaramu!"

"Saudaraku?" Gadis itu memiringkan kepalanya ke samping dengan tatapan mengejek di tujukan pada pemuda di depannya. "Sejak kapan kamu menganggap ku sebagai saudari mu? Dari dulu kamu dan Kak Sean hanya menganggap aku Penganggu di hidup kalian!"

"Adeline!" Samuel menaikkan nada bicaranya satu oktaf lebih tinggi karena kata-kata tajam Adeline tepat mengenai hatinya. Dia panik dan ketakutan di saat yang sama.

"Kamu menaikkan nada mu padaku, Samuel?" Adeline bertanya dengan nada sankasme. "Kamu bahkan tidak bisa bicara dengan sopan padaku, lalu kenapa aku harus sopan padamu? Tidak mungkin."

Adeline berjalan beberapa langkah ke depan dan berhenti untuk sementara. Dia masih tidak berbalik, hanya saja dia mengatakan sesuatu pada Samuel yang membuat pemuda itu tertegun.

"Ini rumahku. Pergilah dan jangan ganggu kehidupan damai ku ini. Aku sudah menyerah untuk bersama kalian, bagiku sekarang hanya ada Ibu dan Ayah. Saudara? Tidak, aku hanya anak tunggal."

Samuel diam membeku di tempatnya. Dia menatap ke lantai marmer dengan mata berkaca-kaca. Tangannya bergerak naik dan menyentuh dadanya.

" Kenapa di sini terasa sakit?" tanyanya pada dirinya sendiri. Melihat kepergian gadis itu rasanya sangat menyesakkan. Di dalam hati dia ingin berlari menyusulnya dan menenangkan gadis itu, tetapi otaknya memintanya untuk tidak melakukan itu. Ego-nya lebih besar daripada hati nuraninya, saat Adeline benar-benar sudah pergi, perasaannya menjadi panik dan sedih di saat bersamaan.

Menekan pikiran logikanya dia langsung melangkah dan semakin cepat seperti berlari menuju pintu depan. Sayangnya mobil gadis itu sudah pergi dari kawasan mansion.

"Tuan muda kedua."

Samuel berbalik dan melihat kepala pelayan yang sudah menemani keluarga mereka sejak Kakak Tertua kecil, bisa dibilang dia melihat ketiganya tumbuh. Kepala pelayan lebih memilih menemani Adeline pindah kemari daripada bersama Orang tua mereka.

"Paman Ben."

Kepala Pelayan Ben mengangguk dan berdiri disampingnya. "Anda bertengkar lagi dengan nona muda?"

Samuel tidak menjawab, pandangan matanya masih tertuju di depannya. Ben mendesah melihat kekeras kepalaan pemuda itu.

"Anda dan Tuan Sulung sangat kejam pada nona muda."

Samuel berbalik menatap paman Ben dengan terkejut. "Apa maksudmu Paman?"

Paman Ben mendesah sekali lagi. "Nona muda sudah menyerah untuk mendekati kalian lagi. Ini yang kalian inginkan. Padahal nona hanya ingin hubungan antar saudara yang harmonis, tetapi kalian berdua mendorongnya menjauh dengan kejam. Sekarang dia sudah dewasa dan akhirnya memilih menyerah pada kalian berdua. Ini adalah karma."








Bersambung....

THE FUTUREDonde viven las historias. Descúbrelo ahora