- Tiga -

148 24 2
                                    

"Tidak perlu mengusir Taehyung"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Tidak perlu mengusir Taehyung"

Ku akhiri panggilan.

Aku terdiam dengan ponsel yang masih ku genggam erat, mataku terpejam. Apakah aku bodoh? Di banyak kesempatan aku melihat boots hitam itu bertengger di rumahku sendiri, demi tuhan aku tau siapa pemilik boots itu sejak pertama kali melihatnya dan jika aku masuk kedalam rumah mungkin aku akan menemukan mereka berdua tengah berpangut mesra.

Tapi apa yang akan aku lakukan jika yang kulihat adalah Taehyung? Kim Taehyung, pria tan yang menemaniku bahkan sebelum Katniss hadir, ia orang pertama dihidupku yang berkata bahwa aku tidaklah buruk, dia yang menyelamatkanku dari pandangan hina orang-orang ketika aku remaja, ia sandaran ku, ia yang sudah ku anggap adikku sendiri.

Lalu apa? Mungkin aku tidak akan membunuhnya namun jika aku melihatnya dengan Katniss, mungkin aku akan membunuh diriku sendiri.

"Dari sekian banyak lelaki, mengapa harus Taehyung?"

Malam mulai datang, tak ada lagi Jimin si genius dalam membuat plan atau si rajin. Aku membolos, menghabiskan waktu di kebun binatang dan melihat beruang madu yang tengah tidur disangkarnya, juga melihat si raja hutan yang malu-malu untuk menunjukan gigi taringnya.

Lalu dimalam hari aku menduduki kursi kayu tua di sebrang supermarket, sembari meneguk bir yang sebelumnya ku beli. Angin malam terasa merayapi tubuhku inci demi inci, tapi tak lagi terasa dingin, seakan tubuhku sudah kebal dengan rasa dingin.

"Ini tempatku" Seseorang berdiri di samping kursi kayu, aku menoleh tanpa minat, dan mendapati dia dengan mantel tebalnya dan sekantung plastik supermarket digenggamannya, dia Yoonji.

"Duduklah, saksikan betapa damainya dunia" Gumam ku sebelum kembali meneguk bir.

Ia mengikuti kata-kataku, ia duduk tanpa suara disebelah ku, kami terdiam sejenak hanya menatap supermarket yang bercahaya dan juga kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang di hadapan kami.

"Istrimu menamparku pagi ini"

Aku menoleh dengan cepat, "Aku memergokinya, lalu ia menamparku" Jelasnya sembari merogoh roti lapis dalam kantung plastik yang ia bawa, "Gigiku sampai goyang"

Aku terkekeh kecil, kemudian ia menunjukan gigi gerahamnya yang sudah tak lagi kuat, "Apa hati seseorang bisa goyang juga? Jika bisa, apa hatimu sudah copot?"

Yoonji bertanya dengan nada polosnya, tetapi aneh rasanya ia tengah memberi pernyataan tentang apa yang ia lihat dariku saat ini, tentang hatiku yang mungkin sudah copot dan berpindah ke usus lalu ikut dicerna bersama bir yang ku teguk.

"Katakan salahnya dimana, lalu perbaiki"

Lagi-lagi aku terkekeh kecil, ia terlihat sudah dewasa walau nyatanya mungkin umur kita terpaut 9 atau 10 tahun, "Semudah itu?" Tanyaku.

H O M E [PJM]Where stories live. Discover now