start, end.

1.4K 242 60
                                    

"Selamat datang kembali."

Biasanya, pegawai toko akan mengucapkan kalimat penutup seperti itu untuk pelanggannya, dan hal itu berlaku bagi Choi Soobin yang kini—setelah mengucapkan kalimat itu—tengah melemparkan senyum tipis pada pelanggan yang telah melakukan pembayaran di kasir.

Sepasang matanya menelusuri seisi toko, tetapi sudah tidak ada lagi yang akan melakukan pembayaran—terkecuali seorang pemuda yang tengah duduk bersama ramennya di pojok ruangan, tetapi Soobin hafal, ia akan pergi beberapa jam lagi.

Soobin meraih ranselnya di bawah meja kasir, kemudian menyambar sebuah buku yang dipinjamnya tadi di perpustakaan sekolah, memutuskan membaca untuk mengisi waktu luang.

Hening menyelimuti ruangan. Pemuda Sagittarius itu mengintip di balik bukunya, namun aneh, kali ini sang pemuda yang duduk di pojok ruangan memutuskan untuk bangkit, pergi terlebih dahulu dibandingkan hari-hari sebelumnya, buat Soobin juga ikut bangkit—sebenarnya tidak harus, karena sang pemuda pun telah melakukan pembayaran di awal.

Langkah pemuda itu terburu-buru, bahkan Soobin bisa melihat cup ramennya masih tersisa setengah—menandakan ada yang harus ia lakukan secepatnya.

"Selamat datang kembali," tutur Soobin sopan, tetapi Soobin tahu, pemuda tersebut sama sekali tidak berkeinginan untuk membalasnya dengan senyuman, atau tolehan, bahkan lirikan pun tidak. "Jangan lupa senyum, Kak."

Ia berhenti. Pemuda itu menoleh pada yang lebih muda, kemudian senyum kecil. Setelah itu, yang lebih tua berlari cepat keluar ruangan dengan menggantungkan ranselnya di bahu sebelah kanannya.

Sebentar—sang ketua OSIS tidak sedang membalas senyumannya, bukan?!

***

"Selamat siang,"

Sapa Soobin tanpa menoleh. Sejak sepuluh menit yang lalu, pemuda kelahiran 2000 itu sibuk menata kemasan mie instan di rak belakang, sesekali mengintip jika ada pelanggan masuk, tapi hanya didapati satu pelanggan—yang seperti biasa duduk di pojok ruangan sembari memakan ramennya.

Pemuda berlesung pipi itu menoleh pada jam dinding, sepasang matanya mendapati kini sudah pukul empat sore, lantas ia cepat-cepat mengoreksi kalimatnya, "maksudnya, selamat sore." tukasnya begitu kemudian menyambar keranjang yang sudah kosong, lantas diletakkan di tempat semula.

Soobin melangkah kembali menuju kasir—melewati kursi sang ketua—dengan sedikit membungkuk, namun gagal, baru satu langkah saja, ia sudah diinterupsi.

"Sore juga, Soobin."

"Lho, Kak Yeonjun?" Soobin berhenti. Ia terkejut lalu menoleh, mendapati tawa kecil sang kakak —yang tidak tahu karena apa—dan tidak butuh waktu lama, dua pasang mata bertemu, buat Soobin salah tingkah detik itu juga. "Kakak kok tahu nama saya?"

"Lho, kamu kan juga tahu nama kakak?"

"Tapi.. kan,"

"Mau duduk di sini dulu, nggak?" ajak Yeonjun sembari menunjuk kursi yang ada di hadapannya. Sepasang mata Yeonjun mendapati gerak-gerik Soobin yang terlihat ragu-ragu, "nanti kalau ada pelanggan, kamu ke kasir lagi."

Soobin mengangguk. Menurut pada yang lebih tua untuk duduk di kursi yang tersedia, lantas menggaruk kepalanya canggung, "jadi kenapa kakak tahu nama saya?" tukasnya tanpa ragu, Soobin sudah terlanjur penasaran.

"Kamu dulu," titah Yeonjun, sepasang matanya lurus menatap bola mata indah milik Soobin. "Kenapa kamu tahu nama kakak?"

"Ya karena kakak ketua OSIS!" celetuk Soobin semi berteriak, namun setelah sadar dirinya terlalu bersemangat, Soobin menutup mulutnya malu. "Maaf, kak. Lagian, siapa yang nggak kenal kakak coba?!"

Don't Wanna Cry [✓]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum