BAB 1

311 38 41
                                    

Kalau aja aku bisa bunuh diri, aku ingin sekali melompat dari tebing yang sangat tinggi. Atau jika itu terlalu susah, aku setidaknya bisa melompat dari jembatan reyok di dekat sana. Atau lebih simple lagi, aku bisa merobek perutku dengan bambu yang tertanam di sepanjang jalan menuju rumahku.

Tetapi aku ngga bisa karena aku lumpuh sejak lahir.

Selain kesialan itu, aku juga diharuskan menyelesaikan pekerjaan rumah yang tentu saja tidak mudah untuk ku lakukan.

Bersyukur beban ku tidak terlalu berat karena ibu tiri ku telah meninggal dua minggu yang lalu karena digigit ular sepulang ia bekerja di perkebunan.

Ia tentu saja tak langsung meninggal. Pertama-tama dengan langkah lambat dan mata sayu, beliau pulang ke rumah.

Aku yang waktu itu belum mengerti kenapa hanya diam. Tidak berani mendekat ke arahnya.

Namun setelah aku perhatikan dari jauh, ada memar biru di sekitar kaki kanan wanita sinting itu.

Aku melihatnya kesakitan. Aku juga mendengarnya berteriak. Tapi hatiku tak tertegun untuk menolongnya. Aku bersikap seolah tak ada apapun yang terjadi.

Hingga suaranya perlahan menghilang. Ku hampiri ia yang waktu itu tergeletak di lantai dengan mata terpejam dan paru-paru yang sepertinya selesai mengerjakan tugasnya. Aku tersenyum miring. Namun beberapa detik kemudian aku bersedih.

Di desa kami, masih jarang sekali ada penduduk. Tetangga yang paling dekat dengan kami pun jaraknya sekitar tiga kilo meter. Aku mulai panik bagaimana aku bisa hidup sendirian.

Karena setidaknya kalau wanita tua busuk ini hidup dan aku disiksa, aku masih bisa mendapatkan makanan untuk mengisi perutku. Meskipun makanan itu sudah mulai berair dan berbau busuk. Tidak apa, setidaknya aku masih bisa mengisi perutku.

Tapi sekarang? Jangankan makanan busuk. Masih bisa maka  atau engga aku juga engga tau.

Aku mencoba berjalan ke luar dengan kursi roda yang dibelikan mendiang ayahku dulu. Mencoba mencari bantuan untuk mengubur bangkai ibu tiriku. Namun aku tak kunjung menemukannya.

Tak ingin cepat menyerah, aku terus menunggu di halaman rumah sampai akhirnya seorang lelaki yang mungkin baru turun dari gunung lewat di depan rumah kecilku dengan tas punggung yang besarnya setara dengan tubuhnya. Aku memanggilnya dan ia menghampiri.

"Bisa nggak kamu bantu saya?" Tanyaku.

Dia tak memberikan respon positif, tapi tak kusangka bibirnya tergerak untuk mengatakan "Iya. Katakan, apa yang bisa ku bantu?"

"Seseorang meninggal di dalam sana. Bisa kamu bantu saya mengubur? Atau jika itu cukup merepotkan, buang saja mayatnya di jurang. Apapun itu, asal ia tidak membusuk di rumah ini. Saya takut." Kata ku berpura-pura takut. Padahal aku tidak percaya dengan hal hal seperti itu.

Ia sama sekali tak memasang wajah kaget. Mungkin pemuda itu sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini dengan ringan tangan, ia mengangguk dan memintaku menunjukkan dimana letak sang mayat.

Ku tuntun laki-laki itu menuju ke bangkai ibu tiriku. Sampai sana, kulihat dia menelan saliva berkali-kali. "Apa dia digigit sesuatu?"

"Ya, saya rasa digigit ular."

Dia tak menjawab lagi.

"Akan ku bereskan."

"Bagaimana?"

"Apa kau sudah makan?"

Aku mebelalakkan mataku penuh rasa terkejut. Apa maksudnya?

Dia tertawa "Hey, kamu kira aku mau mengajakmu memakan bangkai ini? Tidak. Aku akan menguburnya. Setelah itu jika kamu belum makan, aku akan membawakan daging babi hasil buronanku yang ada di tempat jagal."

"Ah, begitu." Aku mengangguk paham. Kemudian bayangan tentang aroma babi panggang yang dilapisi dengan bumbu kecap pedas membuat perutku bersuara.

"Kamu tunggu disini. Setelah ini kita makan malam bersama. Oh iya, siapa namamu?"

"Ah,aku, aku, eum, namaku, Elin."

"Kenapa gugup begitu? Ah, kamu belum pernah melihat yang tampannya seperti aku ya?"

Aku menggaruk tengkuk ku. Merasa sedikit aneh melihat pria itu tersenyum. Ini, sedikit, menyeramkan?

Dia kemudian mengulurkan tangannya. "Kalau aku Na Jaemin. Ah, asalku enggak jelas sih. Karena aku pendaki. Aku biasa tinggal dimanapun."

Rasanya aku harus berbagi rumah dengannya. Meskipun orang asing, dia kelihatannya cukup baik.

Juga, sedikit tampan.


× tbc ×


Hai ini cerita pertama ku. Semoga kalian menyukainya. Terimakasih. Tolong nantikan bab selanjutnya.


-Juniwish
19:44
625

SMILE | NA JAEMIN ✅Where stories live. Discover now