Chapter 7; Seeing Red, Using The Blue

839 167 131
                                    

Lucia tidak membuat siapa pun tahu bahwa dirinya telah menyusupkan seorang pria ke dalam kamar tidurnya. Setidaknya, ia benar-benar ingin memastikan Jimin hanya bersama dengannya dan hanya dirinya.

Senyuman main-main tertahan di bibirnya untuk waktu yang cukup lama. Jimin melihat hal itu sebagai kepuasan karena telah mempermainkannya dirinya habis-habisan. Bagaimanapun juga, biasa-biasa saja itu telah menjadi tidak suka, hanya beberapa tingkah lanjut bisa membuat Jimin membenci Lucia apabila iblis itu melakukan hal serupa lagi di masa depan.

Tapi Lucia memiliki pemikiran yang jauh berlawanan dengan Jimin. Hanya satu alasan untuknya mendekati Jimin dan sekarang ada lebih dari sepuluh alasan untuk menahan pria itu. Baginya, membuat Jimin melewati tujuh gerbang pintu Neraka untuk bertemu dengan dirinya adalah suatu kepuasan yang tak tertandingi. Yoongi terutama puas pada dirinya sendiri karena berhasil membuat pria itu tak berdaya hingga terpaksa datang ke Neraka.

Dan ia ingin lebih-lebih lagi melihat Jimin tidak berdaya karena dirinya di masa depan.

"Apakah kau terluka?"

"Apakah tidak cukup untukmu menyeretku untuk menginjak Neraka? Kembalikan catatan kematianku,"

Entah kenapa, ketidakramahan dari suara Jimin membuat alis Lucia tertaut.

"Tidak bisakah kau berbicara lebih ramah sedikit?"

"Pada iblis sepertimu?"

Kali ini, Lucia benar-benar terdiam. Dia benar-benar berpikir Jimin terlalu kasar. Baik ucapan maupun raut wajahnya, bahkan gesturnya. Meskipun wajah Jimin memiliki kedewasaan yang dimiliki manusia yang berusia sekitar seperempat abad dengan garis wajah yang tegas, namun Lucia selalu berpikir bahwa raut wajah Jimin bisa lebih lembut dan akan terlihat lebih bagus apabila pria itu bersikap sama lembutnya.

"Jangan diskriminatif,"

Jimin tertawa tak percaya.

"Aku bahkan tidak pernah baik hati pada seekor anak anjing." Katanya sarkastik.

Jimin hanya bisa menoleransi kucing, bukan anjing. Apalagi dia baru saja berhadapan dengan dua jenis anjing lain yang berbeda di Neraka ini. Hanya memikirkannya saja, membuat Jimin merasa mual.

Dia masih merasa marah, karena itu dia hanya memilih untuk duduk di sofa, bersandar penuh dan memejamkan mata. Jimin tidak lagi peduli apakah dia akan terlambat untuk mengambil beberapa nyawa manusia, dia hanya merasa lelah sekarang dan tidak memiliki sedikit pun energi untuk merasakan apa pun lagi.

"Kenapa kau melewati gerbang satu persatu? Padahal jika kau memikirkan untuk langsung datang ke istana, kalungku akan langsung membawamu," suara Lucia terdengar lagi, kali ini terdengar sedikit ejekan di sana.

Jimin tidak peduli, dia masih memejamkan matanya di balik lensa kacamata hitamnya. Dia tahu kalau ucapan Lucia hanyalah dusta, itu hanya dikatakan untuk membuat dirinya merasa semakin jengkel karena dikerjai.

Semakin Jimin diam, semakin Lucia ingin menganggu pria itu.

"Apakah kau menghadapi peliharaan ayahku? Ah, ini benar-benar tidak perlu jawaban." Lucia mengibaskan tangannya ke arah Jimin dan pria itu bersih kembali, kecuali kemejanya yang masih koyak di beberapa sisi. Wajah tampan Jimin menjadi terlihat jelas, ada merah di kulit wajahnya karena panas Neraka yang sama sekali tak cocok untuknya. Namun selebihnya, ia nampak baik-baik saja kecuali kacamata hitam yang sedikit mengganggu.

Lucia benar-benar ingin melepaskannya dan bahkan menghancurkannya berkeping-keping. Tanpa ragu ia mengambil tempat di sebelah Jimin, duduk di sana dan merapatkan diri pada pria yang masih duduk diam tanpa sepatah kata. Lucia menjilat bibirnya ringkas lalu mengulurkan tangannya untuk melepaskan kacamata Jimin, tapi masih seperti waktu yang lalu, Jimin tanpa membuka matanya telah mencegah Lucia.

Angel with Black WingsWhere stories live. Discover now