Ini Kisahku

1 0 0
                                    


Namaku Rinaldi, tapi aku lebih suka dipanggil Rin karena menurutku itu simpel dan mudah diucapkan. Tapi kebanyakan "teman-teman" malah memanggilku dengan nama-nama aneh seperti rinald, rina, rinal, naldi, dan sebagainya. Paling tidak suka dengan sebutan Rina itu. Memang Rin juga terkesan perempuan, tapi aku menyukainya karena kemudahannya dan kesederhanaannya, its just "Rin" satu suku kata, tidak sulit bagi siapapun dan tidak mengeluarkan banyak tenaga. Tapi "Rina" ?? Sensasi perempuan disana kan lebih terasa ? Belum lagi itu dua suku kata, jadi kenapa harus memanggilku demikian ? Bukannya itu cuma melelahkan saja ? 

Ok, mungkin itu aja soal namaku. Saat ini aku tinggal di Aceh, lebih tepatnya menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa Teknik tepatnya, yang kata orang-orang itu orangnya seram, kejam, bengis, keras, mungkin berlebihan. Tapi sebenarnya tidak juga, disana banyak juga kok orang baiknya, terlalu baik malahan.

Keseharianku hanya berkuliah saja. Kalau ada waktu luang, mungkin akan aku habiskan belajar desain, menulis atau membaca buku-buku yang kusuka. Tapi aku juga suka menghabiskan waktu melihat orang-orang berinteraksi. Aku suka melihat anak bersama ayah dan ibunya, melihat anak-anak sekolah yang baru saja pulang, atau melihat beberapa orang dewasa yang mengobrol penuh wibawa. Tapi aku tidak terlalu suka berinteraksi dengan mereka. Aku orang yang serba salah ketika berbicara di hadapan orang-orang. Sampai kadang aku merasa seperti orang bermuka dua, karena ketika di hadapan mereka sudah pasti aku akan mencoba tersenyum dan ramah. Tapi di dalam hatiku ? "Oh kapan pembicaraan ini selesai !! Seharusnya aku tidak menatapnya terlalu lama dan tersenyum tidak jelas" dan sebagainya.

Selera makanku dianggap aneh oleh teman-temanku. Lidahku tidak terlalu peka terhadap rasa seperti kebanyakan orang. Jadi aku tidak mengerti ketika mereka bilang "Ini kurang garam", "Ini kurang gurih", kecuali kamu memang tidak menambahkan garam sama sekali tentu saja aku merasa hambar juga. Tapi lebih dari itu, selera makanku lebih ke cara makan dari makanan itu sendiri. Gimana ? Contohnya tempe goreng, itu tinggal dikunyah, ditelan, done. Kepiting ? Anti banget, harus hancurin cangkang, makannya susah, dagingnya dikit, mahal lagi. Jadi kurang lebih gitu. 

Oh iya, kayaknya kebanyakan perkanalan ni. Ini serpihan kehidupan dari keseharian sederhanaku. Kadang aku mendapati kebahagiaan, kadang juga marah nggak jelas, tapi serpihan kehidupan ini membuatku berpikir dua kali kedepannya dalam mengambil keputusan. Ini Kisahku.

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Jan 04, 2020 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

Serpihan KehidupanWo Geschichten leben. Entdecke jetzt