iv. | adaptasi rasa

350 97 87
                                    

Arini dan Kamal sampai di rumah nenek mereka saat malam hampir larut. Akhirnya mereka langsung bersih-bersih setelah perjalanan panjang dan menyantap makan malam tanpa sempat berbincang banyak dengan nenek mereka. Baik Arini dan Kamal memutuskan untuk segera beristirahat karena besok mereka harus kembali beraktifitas, walau harus adaptasi dengan lingkungan baru. Arini yang akan bekerja di kantor barunya, dan Kamal yang akan melakukan registrasi ulang di Universitas barunya.

Saudara mereka yaitu Bulan dengan tanggap langsung mempersilahkan Arini dan Kamal untuk melihat kamar baru mereka yang letaknya berdekatan. Mereka pun langsung menata kamar baru mereka yang terpisah, mulai dari meletakkan pakaian mereka pada lemari yang disediakan, meletakkan buku di rak buku, menaruh produk skin care, make up, dan body care di meja rias, hingga menata sepatu di rak sepatu.

Setelah selesai, mereka langsung membaringkan tubuh mereka di kasur masing-masing lalu memejamkan mata untuk mengistirahatkan diri.

"Sugeng dhalu, mbak Arini!" sahut Bulan di pintu kamar Arini. (selamat malam)

Arini tersenyum, lalu mengangguk. Ia terlalu lelah untuk membalas sapaan Bulan. Lalu Bulan berlari kecil menuju kamar Kamal.

"Sugeng dhalu, mas Kamal!" sahut Bulan di pintu kamar Kamal.

Kamal mendesah gusar mendengar sepupunya berteriak dengan bahasa Jawa yang dia tak mengerti.

"Kamu ngomong apa sih, Bulan? gak paham tahu gak?!" gerutu Kamal lelah.

Bulan tertawa melihat tingkah lucu saudaranya.

* * *

Pagi di Jogjakarta terasa sangat sejuk dan teduh, membuat Arini malas untuk segera bangun. Suasananya benar-benar mendukung Arini untuk melanjutkan tidurnya. Arini kembali merapatkan selimutnya dan mencari posisi nyaman untuk tidurnya. Kemudian matanya kembali terpejam.


Damai, batin Arini.

Ia belum pernah tidur senyenyak ini sebelumnya. Dulu saat ia masih di Jakarta, ia selalu pulang larut malam dengan tubuh yang rasanya remuk, lalu terpaksa bangun pagi buta karena tuntutan pekerjaan. Jadi ia tidak pernah tidur dengan nyaman.

Ia bersikukuh untuk tetap terlelap. Tidak apa-apa, lagipula jadwal kerja kantornya masih lumayan lama, ia pasti tidak akan terlambat.

Tanpa Arini sadari, Kamal dan Bulan berhasil masuk ke dalam kamarnya tanpa menimbulkan suara yang menganggunya. Mereka berdua cekikikan pelan melihat Arini masih tertidur. Bulan yang membawa gayung berisikan air langsung menyodorkan pada Kamal. Kamal menerima gayungnya lalu memberi aba-aba.

1,

2,

3!

BYURRRRR!

Kamal mencipratkan air dari gayung pada muka Arini. Sontak ia dan Bulan terbahak-bahak melihat reaksi Arini yang sangat terkejut lalu langsung bangun dari tidurnya.

Arini mengerjap-ngerjapkan matanya yang kemasukan air. "Apa yang kalian lakukan padaku?!"

"Membangunkanmu," jawab Kamal dengan santai.

Bulan dan Kamal kembali tertawa, Arini hanya dapat mengusap wajahnya kesal. Kenapa dia harus punya adik dan sepupu sejahil ini?

Huft, sabar.

"Ndang siram ya mbak. Abis itu sarapan," ucap Bulan. (buruan mandi)

Arini mengangguk, lalu bangkit dari ranjangnya disusul saudara-saudaranya yang segera keluar dari kamarnya. Ia pun beranjak menuju lemari untuk menyiapkan baju kerjanya lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Arini's Story : JogjakartaWhere stories live. Discover now