two

54 5 1
                                    

Happy Reading!

Diva berjalan ke kelasnya dengan rambut basah karena jus. Ia berjalan dengan raut wajah kesal. Di hari pertama ia masuk sekolah, ada saja yang mengganggunya. Menyebalkan sekali.

Sampai kelas, Diva mengambil tasnya dan keluar kelas. Ia memutuskan pulang duluan karena rambut dan bajunya yang basah. Untungnya, Pak penjaga sekolah tidak ada di posnya. Sehingga dengan mudah Diva melajukan mobilnya keluar dari sekolah.

Sampai rumah, Diva segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket. Setelah itu, ia pun memakai kaos dan celana pendek. Diva merebahkan tubuhnya di kasur empuknya. Ia berkali-kali menghembuskan nafas berat. Jam masih menunjukkan pukul 11.30 kalau Papa tau, bisa kena ceramah dirinya hari ini. Diva beruntung Papa sudah berangkat.

Karena bosan, Diva mengeluarkan ponselnya di tas dan memainkannya. Ia tenggelam dalam dunia game. Karena keasyikan bermain, ia tidak sadar jam sudah menunjukkan pukul 16.15 pantas saja ia merasa perutnya lapar. Diva pun memesan pizza. Ia sengaja memesan big box 2 kalau-kalau Devan dan Papanya ingin makan pizza juga.

Sambil menunggu, Diva keluar dari kamar dan turun ke ruang keluarga. Ia menyalakan TV dan menonton film. Saat menonton film, Diva selalu fokus seakan tidak mendengar suara apapun selain film yang ia tonton. Tetapi getaran ponselnya membuat Diva tersadar dan melirik notif yang muncul.

Kak Evan
Heii, papa bilang lo pindah ke Jakarta ya?

Evan. Anak dari Om Dhito. Dia lebih tua 2 tahun dari Diva dan Devan. Mereka dulu dekat. Tapi sejak pindah ke Bandung, Diva jarang sekali bertemu Evan. Diva selalu menganggap Evan sebagai kakak kandungnya sejak Devan mengabaikannya.

Adiva
Iya, kemaren baru sampe. Kenapa kak?

Kak Evan
Nggak, gue pingin aja ketemu lo. Udah lama banget kan kita nggak ketemu. Besok malem lo di rumah kan?

Adiva
Iya.

Kak Evan
Bagus. Gue bakal bawa makanan banyak buat kita begadang besok.

Adiva
Siap, gue bakal siapin kopi.

Kak Evan
Mantep!

Diva hanya membaca balasan dari Kak Evan karena pizza-nya sudah datang. Setelah menerima pesanan pizza-nya yang banyak, Diva pun lanjut menonton film yang ia putar.

Saat Diva hendak memakan potongan ke 5 tetapi tertunda karena Devan sudah datang dan langsung menghampirinya. Diva pun membeku sambil menatap Devan dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Lo ke kamar ya," suruh Devan dingin dengan wajahnya yang datar.

"Kenapa?" tanya Diva bingung.

"Temen gue dateng. Gue gak mau mereka tau kalau gue punya saudara," jawab Devan yang tanpa sadar mengiris pelan hati Diva.

"Oh, oke." Diva pun beranjak dari tempatnya dan berjalan pelan menaiki tangga. Di ujung tangga, Diva berhenti.

"Pizza-nya buat lo sama temen-temen lo aja," tanpa berharap Devan akan membalasnya Diva lanjut berjalan dan masuk ke kamarnya.

Diva duduk di bangku yang ada di balkon kamarnya. Melihat bintang yang bersinar terang dengan hati teriris perlahan. Sakit. Sakit rasanya tau bahwa Devan tidak ingin semua temannya tau kalau Diva saudaranya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IncorrigibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang