S A T U

6.6K 635 52
                                    

Sebelum memulai cerita ini, aku mau kasih tahu dulu ya. Tiga puluh hari lalu, dia pergi atau TPHLDP ini akan bergenre drama keluarga.  Jadi untuk yang merasa cerita ini galau bin baper atau terlalu sinetron, ya harap bersabar 🤭 okeh? Ide ceritanya sederhana, dan plot yang udah kususun gak panjang. Insya Allah tuntas di sepuluh part aja. Kalaupun lebih, yang paling cuma sedikit. Gak sampe puluhan😆

Satu lagi, makasih untuk teman2 di IG yang udah mampir ke sini ... dan tentunya semua teman2 wattpad yang masih ingat padaku. Kisskiss jauh dariku.

Selamat berkenalan dengan Rayi dan Harsa😘

***

"Cemburu itu kayak MSG! Sedikit enak, kebanyakan jadi enek."
Andaruni Rayi.

Paps: Ay, aku sampe di loby kira2 setengah jam lagi. Kamu siap2.

Rayi melirik sekilas gawainya, dia membaca cepat pesan yang terlihat di layar. Dari Harsa sudah tentu. Berisikan ajakan pulang bersama pastinya.

"Mbak Rayi, ini laporan yang harus diperiksa aku taruh mana?" Nadin, asisten Rayi masih memeluk beberapa berkas yang dibawa dari mejanya.

"Din ..." Rayi menghela napas sekilas, drama setiap sorenya selalu begini. "Kalau saya periksa nanti malam di rumah, bisa?"

Nadin mengangguk ragu, "tapi ... ada satu yang urgent. Keputusannya harus sekarang juga."

Rayi paham akan posisinya sebagai senior executive di Bingo--salah satu marketplace terbesar di Indonesia.

Rayi segera mematikan laptopnya dan memasukan ke dalam tas. Membereskan cooler bag juga peralatan pompa asinya. "Tolong pegang ini semua." Lalu dia mengambil ipad-nya, mencari file yang dimaksud Nadin. Rayi membaca  cepat  di lift, untuk tahu apa yang harus dia lakukan sebelum menyetujui program big sale akhir bulan nanti.

"Ada beberapa yang harus direvisi sedikit, nanti detilnya aku email aja, ya?"

Nadin mengangguk.

"Suami aku udah dateng." Tanpa melihat plat mobilnya, Rayi tahu crv putih di depan pintu loby, pasti milik Harsa. "Makasih udah dibawain," kata Rayi sambil mengambil dua tas miliknya dari tangan Nadin.

"Mbak Rayi, jangan begadang lagi."

"Kalau nggak begadang nggak selesai dong kerjaan kita." Rayi menepuk pundak Nadin, "kamu pulang jangan malam-malam. Kapan dapet pacarnya, kalau tiap hari lembur. Ikut hangout dong sama anak2 IT."

"Ishh..." Nadin mendengkus dan Rayi tertawa lebar.

***

Rayi membuka pintu belakang mobil, menaruh barang-barangnya di sana. Dia melakukan semuanya dengan cepat, sebelum mobil di belakang memberikan klakson.

"Kiano kan udah mau setahun, kamu nggak mau kasih dia sufor aja?"

Baru saja duduk di sebelah Harsa dan memakai sabuk pengaman. Lalu sapaan dari suaminya justru adalah hal kecil yang berujung pada perdebatan. Yang sudah-sudah selalu begitu.

"Kamu tetep ibu terbaik untuk Kiano, Ay. Sufor atau asi itu sama aja. Nggak mengubah nilai kamu sebagai ibu."

"Iya, aku tahu. Tapi selama mampu dan bisa mencukupi kebutuhan Kiano ... aku mau tetap berusaha, Har."

Harsa mendekat, dia menurunkan sun visor di atas Rayi. "Coba lihat mata kamu, Ay. Kamu kurang tidur. Kurang istirahat. Kamu selalu nggak ada di samping aku, tiap aku bangun."

Rayi berdehem. Dia tidak bisa menyangkal serangan Harsa. Rayi mengaku, dia memang lebih sering tertidur di kamar Kiano, setelah lelah memerah asi dan memeriksa pekerjaan yang dibawanya dari kantor.

Perlahan, Rayi menatap Harsa di sebelahnya. Tatapan suaminya itu terlampau serius menghadapi jalanan yang ramai lancar pada sore ini.

Rayi mengangkat jemarinya, dan mennyentuh punggung tangan Harsa.

Harsa menoleh kaget, dan Rayi membalasnya dengan senyum.

"Kamu kangen nggak sih sama kita yang dulu?" Harsa buka suara.

Rayi mengangguk. Tiga tahun mereka lalui berdua bersama. Sampai berita kehamilannya, menyempurnakan doa-doa yang mereka panjatkan.

"Aku kangen tidur peluk kamu semalaman, Ay," bisik Harsa parau.

Tatapan Harsa. Suara Harsa. Adalah dua hal yang selalu Rayi tahu, kenapa dia bisa tergila-gila pada suaminya.

Rayi meraih jemari Harsa dan menautkannya. Rayi menggenggamnya dengan sepenuh hati. "Gombalnya kamu itu selalu juara ya!"

Harsa menggeleng. "Aku nggak lagi gombal, Ayi.... Aku serius! Aku butuh kamu sebagai istri aku."

Harsa selalu merasa dia menjadi yang kedua. Orang ketiga di antara mereka, bukan laki-laki atau perempuan lain. Tapi Kiano--bayi berusia sebelas bulan.

Dan, berbicara tentang kebutuhan Harsa... Rayi masih menjalankan tugasnya seperti biasa. Dia mengurus segala keperluan Harsa sepenuhnya. Mulai dari menjaga asupan makanan Harsa dengan pola makan sehat, hingga menentukan kemeja apa yang akan dipakai suaminya setiap hari.

Kecuali yang satu itu.

Intensitas mereka berhubungan intim paska Rayi melahirkan, mengurus Kiano bayi dan akhirnya bekerja memang menurun drastis.

"Kita honeymoon lagi? yang dekat-dekat aja," Harsa mengusulkan dan langsung dijawab dengan gelengan.

Harsa tertawa. Namun terdengar frustasi.

"Di depan sana ada hotel, mampir sebentar?" tunjuk Harsa, masih berusaha.

Kening Rayi mengernyit. Kurang dari satu jam lagi, mereka akan sampai rumah. Apa sebesar itu kebutuhan Harsa untuk dipenuhi saat ini juga?

Belum sempat menjawab, tawa Harsa pecah. "Padahal yang ngajak check in suami sendiri, mikirnya lama banget!"

"Ayo mampir, tapi nggak nginep ya..." tantang Rayi balik. Rayi tidak bisa kalau harus meninggalkan Kiano lama-lama, meski dia tahu ada Bi Yana orang yang dia percaya bisa menjaga Kiano.

Harsa mengembuskan napas kasar. "Kapan-kapan aja! Sekarang kita harus ke rumah Ibu." Harsa melirik jam di dasbor, "kita pasti udah ditungguin."

"Ada acara apa? Kok kamu nggak bilang mau ke sana?"

"Anniversary bapak sama ibu," jawab Harsa.

Bahu Rayi terkulai lemas. Perasaan bersalahnya pada Harsa hilang dalam sekejap. Apa susahnya sih ngomong dari tadi?

***

Di parkiran, Rayi merapikan makeup dan rambut panjangnya. Sengaja dia melakukannya berlama-lama. Meski sudah cukup lama menjadi menantu, Rayi tetap merasa asing berada di sana.

"Kita keluar sebentar yuk, Har. Beli apa gitu?" Sudah datang paling akhir dan tidak bawa apa-apa membuat perasaan Rayi double nggak enak pada mertuanya.

"Mereka juga paham kalau kita dari kantor. Nanti aku yang jelasin," sahut Harsa.

Jika Tuan Harsa sudah bertitah, maka Rayi hanya bisa pasrah mengikuti. Seperti biasa, Rayi pasti akan menempel dekat dengan Harsa.

"Tuh Mama .... mama dateng juga kan." Tujuk Bi Yana sedang menggendong Kiano di teras rumah.

"Kamu ajak Kiano ke sini? Kok nggak bilang?" Tanya Rayi.

"Kan Kiano belahan jiwa Mama Ayi," sindir Harsa dan berhasil membuat Rayi tertawa. 

Harsa mengambil Kiano dari gendongan Bi Yana. Gelak tawa Kiano terdengar nyaring saat Harsa mencium pipi tembamnya.

"Anak papa ganteng banget. Mirip banget sama papanya," ucap Harsa senang.

Rayi tersenyum lagi. Bahagia melihat dua lelaki di depannya. Rayi tahu, cemburu butanya Harsa tidak bisa menandingi rasa cinta suaminya pada anak mereka.

***

Jadi, kira-kira apa yang terjadi? :D

Sampai jumpa lagi di part selanjutnya.

*kisskiss*

Asharliz

Tiga puluh hari lalu, dia pergi.Where stories live. Discover now