#O1

37.3K 2.4K 432
                                    

Note: teruntuk kakak-kakak pembantai utusan kebun binatang biru, selamat datang di book lama yg cuma diedit ulang ini🤓 Mungkin anda akan merasa aneh dan asing serta bingung karena beberapa hal, ya, karena ini bxb dan castnya adalah member nct. Jadi bisa aja banyak hal yg gak aku jelasin secara gamblang terkait tokohnya. Semoga bisa dinikmati. Semangat, Kapten!

Untuk semuanya, semoga suka ya! Terima kasih sudah berkunjung! Enjoy!


___o0o___

"Guk! Guk!"

"Yeontan, kembali! Mau ke mana kau?!"

Jaemin mengejar Yeontan dengan napas terengah. Lincah sekali bola bulu kecokelatan itu berlari melalui semak belukar dan akar-akar pepohonan besar yang mencuat ke permukaan tanah. Berulang kali Jaemin nyaris menabrak kayu-kayuan dan mencium tanah. 

"Yeontan, berhenti di situ!" teriaknya lagi, namun si anjing tak menurut dan terus berlari entah mengejar apa sambil sesekali memberi gonggongan heboh.

Pemuda itu kehabisan tenaga dengan debar dada yang menggebu seakan mau melompat keluar. Jaemin tidak kuat, kalah dia. Anjing itu gesit sekali. Pasti karena baru habis diberi makan. 

Menumpu kedua tangan di lutut seraya menetralkan deru napas, pemuda tinggi itu dibuat pening memikirkan nasibnya yang entah bagaimana dua hari mendatang. Ada tiga kemungkinan: berhasil menemukan Yeontan dan semua baik-baik saja; diampuni oleh yang punya bila anjing itu tak jua ditemukan atau; dikuliti hidup-hidup oleh suami dosennya yang memang enggan berpisah dengan si anjing kesayangan.

Anjing berjenis Pomerian itu milik Kim Taehyung, suami dari dosen kesayangannya, Jeon Jungkook. Yeontan dititipkan pada Jaemin akhir pekan kali ini karena ingin berlibur dua hari di Pulau Jeju, tanpa kehadiran seonggok daging berbulu itu sebagai orang ketiga. Tak tega dengan tampang memelas wajah kelinci si dosen, Jaemin pun mengiyakan. 

Hitung-hitung mendapat nilai tambah. Toh, hanya anjing kecil, kan? 

Iya, anjing kecil yang sekarang malah jadi merepotkan. 

Anjing itu kini tak tampak lagi ekornya. Suara gonggongan pun seakan tenggelam ditelan kesunyian hutan pinus pukul dua siang—atau mungkin juga Yeontang memang tidak menggonggong. Tidak sunyi juga, sih. Ada suara alam yang tercipta dari pertemuan angin dan segala objek hutan, juga suara serangga yang mirip dengan suara jangkrik. 

Ngeri?

Tentu, Jaemin bergidik. Ia bahkan baru sadar jika dirinya sudah cukup jauh dari jalan umum. Di tengah hutan seorang diri, cukup mengerikan. Yah, setidaknya tidak semengerikan itu untuk saat ini karena matahari masih betah berada di atas sana. Ia tidak bisa membayangkan bilamana langit sudah gelap sedangkan dia masih belum bisa keluar dari hutan. Jaemin rasanya ingin berkamuflase menjadi batu saja.

Mulanya, Jaemin sekeluarga menghabiskan akhir pekan di vila keluarga yang terletak jauh dari pusat kota. Itu sudah seperti tradisi keluarga setiap akhir pekan di akhir bulan. Selepas makan siang di halaman belakang, Jaemin yang sudah selesai membantu papanya beres-beres pun izin berjalan-jalan di sekitar vila bersama Yeontan. Mencari udara segar sambil menurunkan nasi, katanya. Kemudian, saat sedang berjalan dengan santai sambil melihat-lihat sekitar, tiba-tiba Yeontan menggonggong dan melompat dari gendongan Jaemin lalu berlari masuk ke dalam hutan. 

Dan, yah, begitulah.

"Yeontan!" kembali ia berteriak, kali ini tidak sambil berlari, tetapi dengan langkah terseok-seok. Pasrah saja dia. Ketemu, syukur. Kalau tidak, ya, siapkan mental. Tetapi, setidaknya ia ingin berusaha dulu untuk menemukan onggokan daging berbulu itu. 

all i want | nomin [revisi; slow]Where stories live. Discover now