*Goodbye from Kai*

18 4 0
                                    

Play list : Onestar - The Way To Say Goodbye

https://youtu.be/NSitiF5npT8

Satu lagi nih versi livenya yang menurut aku bener-bener bikin nyeri hati : https://youtu.be/1ouwUl82AM8

Happy Reading

Waktu sebelum gue mengambil keputusan berat ini, waktu sebelum hari ini terjadi, gue selalu berpikir "bisa nggak ya gue bikin dia bahagia terus?", "bisa nggak ya gue menjadi alasan dia mengukir senyum?".

Sampai akhirnya gue yakin dengan diri gue sendiri kalau gue "Bisa". Gue bisa buat dia bahagia. Gue bisa jadi alasan dia tersenyum. Gue bisa jadi seseorang yang selalu dia cintai. Seperti gue yang bahagia bareng dia, seperti gue yang selalu tersenyum lihat dia menghampiri gue atau waktu dia bercerita panjang lebar akan sesuatu yang dia sukai, seperti gue yang selalu jatuh cinta dengan dia.

Dan setelah gue seyakin itu, sebuah fakta yang gue dengar tanpa sengaja membuat keyakinan gue runtuh. Kepercayaan diri gue seakan nggak tersisa lagi.

Karena dihari gue meyakini diri gue sendiri bahwa gue "bisa" membuat dia bahagia, dihari itu pula gue tahu bahwa dia "nggak bahagia". Dia nggak bahagia seperti apa yang gue yakini sekalipun gue tahu dia secinta apa ke gue.

Gue langsung tahu se-enggak bahagia apa dia meskipun saat itu gue nggak menatap matanya, meskipun saat itu gue hanya mendengar suaranya. Suara dia yang bergetar waktu menjawab pertanyaan dari Lisa—sahabatnya itu seketika membuat hati gue sakit. Sakit banget.

"Gue bahagia kok bareng Kai. Gue cinta banget sama dia, Lis. Tapi, orang tua gue nggak suka sama dia. Mereka bilang Kai itu pria nggak baik. Padahal mereka nggak tau seberapa baiknya seorang Kai. Gue nggak ngerti kenapa mereka menilai Kai seperti itu disaat gue baru pertama kali mengenalkan dia ke orang tua gue, Lis."

Hari itu, seharusnya gue menghentikan percakapan mereka, namun gue memilih untuk diam. Diam menunggu apa-apa saja yang akan Jennie ucapkan lagi. Sekalipun hati gue terasa perih, tapi begonya gue tetap berdiam diri dibalik sekat pintu kamarnya hanya untuk membuat hati gue semakin hancur.

"Tahu nggak, Jen, sejujurnya gue juga nggak suka lo bareng Kai. Bukan, bukan karena dia nggak baik. Tapi, Jen, gue nggak mau lo jadi nggak sebahagia dulu."

"Kenapa sih semua orang bilang gue nggak bahagia sama Kai?! Gue bahagia sama dia, bahagia banget! Gue harus gimana sih biar kalian tahu kalau Kai itu kebahagiaan gue. Gue capek. Gue capek gini terus. Gue capek banget, Lis."

Tangisan Jennie yang pecah saat itu membuat gue akhirnya memilih pulang. Pulang dengan hati yang seolah tak terbentuk lagi. Gue nggak jadi menghampiri dia hari itu setelah beberapa hari nggak ketemu dia. Gue nggak jadi memeluk dia hari itu untuk sekedar menyampaikan rindu. Karena sejak hari itu gue memilih untuk menjadi si brengsek.

Hingga akhirnya gue memutuskan sesuatu yang gue tahu akan membuat dia dan bahkan gue sakit.

"Jaga dirimu baik-baik. Dan mulai saat ini, mari kita saling melupakan. Lupakan aku dan matahari terbenam, lupakan cinta itu, lupakan apapun yang menjadi harapanmu."

Jangan Jen, jangan lupain gue, jangan lupain cinta itu, jangan lupain apapun harapan kamu, harapan "kita". Gue berteriak dalam hati. Seolah mencoba menyampaikan bahwa gue berbohong atas apa-apa yang gue ucapkan.

"Katamu, kamu mencintaiku,"

Gue mohon jangan nangis, Jen. Gue mohon!!

"Iya, aku memang mencintaimu."

Gue nggak bohong waktu bilang gini ke dia saat itu. Karena gue memang cinta banget sama dia. Sekalipun pada akhirnya gue harus berhenti sampai disini, gue tetep mau dia tahu kalau gue cinta dia.

Dia dan Matahari terbenam (COMPLETED)Where stories live. Discover now