Prolog

172 10 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Keajaiban terindah bagi seorang Hamba adalah pertemuannya dengan cahaya iman." –Mahkota Surga-

****

Koper beserta isinya telah mendarat di depanku, diikuti dengan tamparan keras yang menyisakan bekas berwarna merah di pipi kiriku. Rasa sakit bukan main itu menjalar hingga ke relung hati. Aku hanya terdiam tak dapat melawan. Ini pertama kalinya bagiku merasakan tamparan dari malaikat pelindungku, mama. Netra mama tak berani menatapku lagi, terlihat pipinya telah basah oleh air mata. Pada detik itu zat oksigen tak sampai di otakku, dadaku sesak seakan terhimpit oleh ribuan ton batu. Tapi dengan sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tak luruh. Kutatap satu persatu anggota keluarga Ravegaf yang menatapku dengan penuh kebencian.

Keputusanku sudah bulat, aku ingin mempelajari islam lebih dalam. Aku ingin mengenal Tuhan yang menciptakanku, meneladani perangai utusan Tuhan yang mencintaiku sebagai umatnya. Kuseret kaki ini dengan susah payah untuk mencium tangan mama, hingga suara mama menghentikan langkahku.

"Jangan kau dekati aku pengkhianat! Kau bukan anakku lagi! Pergi!" katanya dengan suara yang bergetar.

Jantungku seakan terhunjam oleh kilatan petir di siang hari, seseorang yang melahirkanku berbicara seperti itu. Katakan jika aku salah mendengar! Tidak, ternyata indra pendengaranku terhubung dengan sensorik otakku yang dengan jelas merekam, mama benar-benar berbicara seperti itu! Air mata yang sedari tadi kutahan-tahan akhirnya luruh juga. Bukan karena tamparan yang masih membekas, tetapi mama juga diam-diam memberi uang kedalam tasku. Mama masih mempedulikanku 'kan? Tapi mengapa beliau berkata aku bukan anaknya lagi?

Ingin sekali tanganku mengusap air mata yang jatuh di pipi mama, menghapus kepedihan di wajah ayu mama. Tetap kulangkahkan kakiku kearah mama namun tubuh kekar milik abang-abangku menghalangi. Tatapan mereka menyeringai seperti sebilah pedang yang langsung menghunus musuhnya. Dari sudut ini aku hanya dapat melihat mama dan papa meninggalkanku dengan mata merah dan sendu.

Dengan sekuat tenaga aku hendak menerobos blockade abang-abangku, namun apadaya tubuh mungilku terseret keluar.

"Udah nggak usah kembali lagi kesini Mir! Jangan sampai kamu terlihat di mata kita lagi! Kalau tidak kamu bakal hancur! Biar aja kamu ngerasain neraka di dunia, tanpa siapapun yang mempedulikanmu!" Mario menyeringai.

Kutatap lekat-lekat Bang Mario dan Bang Marcel mereka yang biasanya memelukku kini menghempaskanku. Dengan berat kubalikkan badanku yang telah tak berdaya, menghadapi kedua abangku yang juara karate tingkat nasional.

Langkah terberat dalam hidupku adalah meninggalkan semua kenangan manis bersama orang-orang yang kusayangi. Air mataku tertahan, aku harus tegas dalam hal ini. Saat itu juga dalam hati ini tak berhenti memohon kepada Tuhan pemilik langit dan bumi, semoga Tuhan selalu mengampuni dosa keluargaku dan memberikan cahaya yang disebut hidayah.

Sejak detik ini aku, Miracle Krista Ravegaf bukanlah keajaiban dan permata bagi keluarga Ravegaf lagi. Tetapi aku yakin keajaiban itu datangnya dari Tuhan, bahkan baru kumengerti jika kodratku adalah wanita yang merupakan perhiasan dunia jika aku benar menjaganya. Ke Esa–an yang sebenarnya hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala...

Aku pergi untuk mencari,

Aku pergi untuk menjadi,

dan aku pergi untuk menjadi saksi,

Bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Rasulullah sebagai utusan Allah.

****

Assalamualaikum teman-teman,

Dalam rangka rindu menulis di akun swp swp_writingproject

dengan ini Kinz share ulang, biar Miracle tetap di hati kalian.

yang sedang menyasar sampai kesini, ikuti terus kisahnya ya. hihi.

semoga dapat memberikan manfaat .

Love Kinz,

Mahkota SurgaWhere stories live. Discover now