CERPEN : Langit dan Bumi

56 0 0
                                    

***
Disclaimer -
Kisah fiksi, mengandung plot-twist dari adaptasi lagu dangdut koplo populer.
***

Boleh jadi ini adalah wisuda paling sedih sedunia. Hari dimana seharusnya semua wisudawan bergembira karena sudah merampungkan seluruh SKS yang ditugaskan kampus. Tapi sepanjang prosesi, mata Via sembab. Kejadian tadi subuh betul-betul meruntuhkan harga diri dan membuatnya patah hati.
Lamat-lamat diingatnya lirik lagu dangdut koplo yang sedang sangat populer itu.

***
Setulus dalamnya rasa cintaku
Tak mampu meyakinkan hati orang tuamu
Sadar derajat harta yang kupunya
Tak sebanding denganmu

***

"Saya ultimatum, mulai detik ini kamu saya larang untuk berhubungan dengan anak saya lagi! Kalau tidak ...," ucap Hamid Yahya, ayah Ricky Nugraha, kawan sefakultas yang dua tahun terakhir menjadi sahabat dekat Via.
Ucapan itu dilanjutkan dengan memberi gerakan seolah menarik pelatuk pistol ke keningnya. "Door!"

Pelan memang gerakannya, tetapi isi kepalanya seolah betul-betul terburai rengkah dengan sebutir peluru kaliber besar yang pantasnya untuk mengeksekusi seekor gajah dewasa.

***

Ricky memang berasal dari keluarga kaya. Bukan sekadar kaya, tapi kaya-raya. Keluarga besarnya memiliki jaringan pabrik pemroses makanan kaleng yang sudah eksis lebih dari 30 tahun. Di kota ini, nyaris semua properti mewah seperti hotel, mall, tempat hiburan bahkan perumahan juga terkait dengan gurita bisnis keluarganya.

Setelah ayahnya Ricky pergi meninggalkan kos-kosan, lamat terdengar dering ponsel yang melirikkan lagu sedih itu lagi.

***
Bagaikan langit dan bumi
Aku dan engkau selamanya
Takkan pernah bisa 'kan bersama
Sadar kusiapa yang tak pantas
Untuk bersanding denganmu

***

Air matanya tumpah sejadi-jadinya. Dandan habis-habisan dari lewat tengah malam tak dipedulikan Via lagi. Hatinya remuk-redam. Selama ini dia pikir bisa melewati segala rintangan, apalagi jika dia bersama Ricky. Badai sekuat apapun dalam impiannya bisa ditembus selama mereka masih bersama.

Dering ponsel itu dari Ricky. "Via kamu dimana? Di kosan? Ayahku ke tempatmu ya?" rentet pertanyaan dari mahasiswa tampan berkulit putih itu terdengar dari speaker ponsel Cina merek Cina kepunyaan Via.

Via tak menjawab, dia hanya terisak. Titik air matanya jatuh membasahi layar sentuh. Berat dan sesak sekali dadanya, tetapi Via menggeser simbol telpon berwarna merah di layar memutus telepon dari Ricky.

Via ambruk ke kasur, membenamkan wajah ke bantal dan menangis sekeras-kerasnya.

Via kemudian bangkit menuju ke kamar mandi, membasuh wajahnya yang seketika sembab. Pelan-pelan dia menyisir rambut pendek sebahu dan memakaikan bando untuk membalut wajahnya dengan bedak tipis-tipis. Sebentar lagi dia harus antre di pintu masuk wisudawan, telat sedikit saja, tak boleh lagi masuk dan batal ikut prosesi.

***
Usaplah air matamu
Relakan diriku, bukan maksud hatiku
Tuk melukaimu
Tapi karna tak ada
Restu dari orang tuamu

***

"Lirik lagu bedebah! Kenapa pula lagu ini terus terngiang di kepalaku," rutuk Via saat duduk di auditorium besar yang khusus dibangun untuk mengakomodir ribuan wisudawan salah satu kampus paling tua se-Indonesia ini.

Satu demi satu nama wisudawan dipanggil, Via bangkit mengekor di antrean mahasiswa yang akan dipindah bandul topi toganya.

Terdengar pembawa acara dengan suara amat formal menyebut namanya, "Wisudawan dengan IPK 3,28 dan masa studi selama 4 tahun 6 bulan, Randi Arvia Aprianto!" Jlebbbb, kampaaaaaaamm! 🤔🤨😅🤣🤣 (*)

CERPEN : Langit dan BumiWhere stories live. Discover now