Tujuh Belas

18.3K 1K 52
                                    

Selamat pagi, selamat memulai aktivitas dan selamat membaca



Karina sudah berada di luar gerbang saat melihat mobil Andra di kejauhan. Entah kenapa kakinya bergerak sendiri untuk bersembunyi. Ia memilih mengintip mobil lelaki itu saat memasuki pekarangan kampus.

Tubuh Karina melemas menyaksikan Andra keluar bersama Faya, mereka berjalan beriringan. Bahkan di matanya Andra terkesan begitu menempel pada wanita itu, membuatnya sakit hati dan ingin mengumpat.

Menghela, Karina beranjak setelah sepuluh menit terlewat. Mobil yang di pesanya dari aplikasi Online juga sudah datang.

Karina tidak sadar atau ia pura-pura tidak sadar, selama lima hari ini ia terus-terusan menghindari Andra. Setiap lelaki itu datang ke rumah, ia akan pura-pura tertidur. Karina juga selalu pergi pagi-pagi sekali untuk menghindari Andra.

Pernah di hari ke tiga, Andra menginap di rumahnya dan Karina dengan nekat, meminta jemputan pada Ara di pagi buta tanpa sepengetahuan penghuni rumah. Beruntung saat itu Bang Darell, Abang Ara yang berkuliah di luar negeri sedang berada di rumah. Jika tidak, entah pada siapa Karina harus meminta tolong.

Ratusan panggilan dan chat masuk dari Andra pun tak pernah di angkat dan di balas. Pesan-pesan Andra melalui Buk Munah, tak ada yang di ikuti. Karina sangat memanfaatkan kesibukan lelaki itu di kantor untuk menghindar.

Namun, di hari ke enam sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Sesaat setelah ia membuka pintu kamar, Karina terkejut mendapati Andra berbaring di atas ranjang ya dengan mata terpejam.

Karina hendak berbalik dan kembali kabur, namun harus menghentikan langkah saat mendengar seruan kesal Andra.

"Kamu tidak akan bisa terus-terusan menghindari Mas, Karin!" Karin berbalik dan mendapati Andra sudah duduk sembari memberinya tatapan tajam.

Karina balas menatap Andra marah. Emosi akan sikap Andra beberapa hari lalu belum sepenuhnya hilang.

"Kemari," seru Andra melambaikan tangan meminta Karina mendekat.

Menggeleng, Karina tetap bertahan di depan pintu.

"Ayolah Karin, banyak hal yang harus kita bicarakan dan semua kesalahpahaman ini tidak akan pernah selesai jika kamu terus menghindar."

Dengan langkah berat Karina terpaksa mendekat. Ia tahu, lambat laun pasti Andra akan menemuinya. Tetapi Ia merasa belum cukup untuk menghindar.

"Kamu kenapa?" Andra bertanya sembari menarik tubuh Karina berbaring di sisinya. Meski Karina memekik protes, Andra tetap memeluk tubuhnya erat.

Karina masih terdiam di pelukan Andra, Meski Jantungnya berdebar dengan berisik.

"Mas sangat kehilangan kamu. Jika kamu marah karna Mas enggak bisa jemput, Mas minta maaf, Mas benar-benar minta maaf," ucap Andra memeluk Karina kian erat. "Saat itu Mbak Faya-"

Karina memaksa Andra melepas pelukan. "Karin mau ke kamar mandi," ucap Karina setelah berhasil lepas dari pelukan. Ia langsung berjalan ingin meninggalkan lelaki itu sendiri. Membahasa Faya membuat emosinya naik. Karina tidak ingin berteriak seperti orang kesetanan di hadapan Andra dan menghindar jalan satu-satunya.

"Kenapa kamu menghindar?" Andra menahan tangan Karina. Lalu membalik tubuh gadis itu agar menghadapnya. Kini mereka berdiri berhadapan.

Karina memejamkan mata, tak ingin melihat Andra atau ia akan semakin kecewa "Karin." Panggilan lembut Andra mau tak mau membuatnya membuka mata. Membalas tatapan lelaki yang katanya kekasihnya. Sekarang ia ragu hubungan itu benar-benar ada.

"Karin, enggak menghindar Mas. Mas aja yang terlalu sibuk sampai sulit menemui Karin. Dan itu bukan salah Karin," ucap Karina menatap kecewa mata Andra. Mata Andra adalah mata favoritnya, tapi sekarang rasanya ia sangat berat untuk menatap mata itu.

Dari masalahnya, Karina menyadari satu hal, Sebesar apa pun rasa suka yang kamu miliki akan tetap kalah dengan rasa kecewa. Meski rasa kecewa tidak akan menghilangkan cinta. Namun, jika di biarkan berlarut kamu akan kehilangan rasa itu juga.

Andra melemaskan tubuh. "Mas minta maaf. Ada banyak masalah di kantor, dan puncaknya saat Mbak Faya-"

"Oh ya... ngapain aja Mas sama Mbak Faya?" ujar Karina memotong ucapan Andra dengan kesal. "Enggak pulang berhari-hari. Sekalinya pulang malah bawa cewek lain ke rumah." Karina mendorong dada Andra. Namun, karna lelaki itu masih tetap di tempat semula, ia menepis tangan Andra dan mundur tiga langkah.

"Kamu cemburu?" tanya Andra dengan senyum tipis.

"Enggak." Karina berseru kesal. "Ngapain Karin cemburu."

"Ya. Kamu cemburu." Andra masih kekeh dengan pemikirannya. Senyumnya kian lebar, terkekeh ia menarik Karina dalam pelukan.

"Mas. Lepas." Karina menepuk-nepuk lengan atas Andra.

Andra tertawa lepas. "Bukanya kamu suka berada di pelukan mas," goda Andra sembari menepuk-nepuk kepala Karina dengan pelan.

Karina mendengkus. "Enggak. Karin, gak suka." Ia kembali mencoba melepaskan diri dari pelukan Andra.

Andra mengalah. Ia melepaskan pelukannya, kini ia hanya menggenggam kedua tangan Karina agar tidak melarikan diri. "Mas minta maaf." Andra mengelus rambut panjang Karina. "Wanita itu bukan siapa-siapa. Dan juga saat ini Mbak Faya sedang tertimpa musibah."

Karina menggeleng. "Enggak ada yang perlu di maafi Mas," katanya menatap Andra. "Mas gak pulang?"

Kening Andra berkerut. " Kamu mengusir Mas?"

"Ya," jawab Karina pelan. Ia langsung menghindar saat lengannya akan di tarik kembali oleh Andra.

"Kamu mau ke mana?" Andra hendak mengejar, lalu terhenti saat melihat Karina membuka pintu kamar mandi dan menghilang di dalamnya.

Andra menghela napas panjang, ia mengacak rambutnya kesal. Andra kembali membanting diri ke ranjang Karina. Ia akan menunggu Karina dan kembali menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Jika perlu ia akan membawa gadis itu menemui Faya dan pekerja wanita yang ia bawa pulang beberapa hari lalu.

Memejamkan mata, Andra lelah luar biasa. Belum sempat terlelap, matanya kembali terbuka saat mendengar dering di saku celananya. "Ya," ucap Andra menyahuti seseorang di seberang sana.

"Oh. Oke, aku akan ke sana," kata Andra lagi. Ia bangkit dan melangkah ke arah kamar mandi.

Tok

Tok

Andra mengetuk pintu kamar mandi. "Karin, Mas harus pergi sekarang. Nanti kita bicara lagi," pamit Andra. Namun, Karin hanya diam. "Atau kamu mau ikut."

Karina tetap bungkam. Membuat Andra sedikit gemas.

"Karin!" panggil Andra sekali lagi saat tak ada sahutan dari dalam.

"Pergi aja Mas," ucap Karina terpaksa.

"Oke. Ponsel kamu jangan dimatikan lagi, ya." Pesan Andra terakhir kalinya sebelum benar-benar menghilang.

Tidak lama setelah Andra pergi, Karina keluar dari persembunyiannya. Ia berjalan dan duduk di depan kaca rias. Karina membaringkan kepalanya di atas meja dengan lesu. Air mata kekecewaan tanpa sadar menetes.

Sepertinya ia benar-benar akan kehilangan Andra. Bukan hanya kehilangan sosok seorang kekasih, ia juga akan kehilangan pelindungnya selama ini.



Mendekati konflik ini. Siap-siap ya 😂😂😂


Best Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang