9. Hukum

229 22 2
                                    

Bagi yang miss tentang apa yang terjadi dengan Mali, silakan membaca ulang bab 7. Minggu lalu aku update 2 bab sekaligus (bab 7 dan bab 8).

Bab 9 dan 10 ini menuju klimaks cerita, boomSiap?

Karena bab 9 dan 10 ini jumlah katanya lumayan panjang, jadinya saya posting bab 9 pada hari Sabtu dan bab 10 pada hari Minggu besok. Biar ada jeda buat kalian membacanya. Selamat menikmati!


"Beri jalan!"

Pengawal istana membentuk barisan mewah. Mereka berseragam komplet dengan riasan dan ornamen sabuk yang bercahaya di bawah langit. Warnanya semarak kuning padu biru. Matahari padu laut. Raja loyo keriput juga baru saja berganti pakaian lagi setelah menyambut Mali bangun tidur di kamar Maria. Di depan mata Mali kini, tampak rakyat Sisi Baik yang seluruhnya mengenakan pakaian indah, seolah-olah hendak merayakan pesta di halaman istana.

Pesta pemanggangan manusia, untuk lebih tepatnya.

Raja duduk di halaman istana. Maria, selir tersayang, ditawari duduk manja bersama raja tetapi menolak dengan tegar. Sang putri malah berdiri di samping dua orang algojo. Mereka algojo penggenggam tali terdakwa. Mereka siap membuat tangan mereka tergelincir dan menjebloskan Liveo ke dalam kuali mendidih.

Mali berdiri di antara mereka, dalam diam.

Rakyat terpukau menatap kecantikan dan keberanian Putri Maria. Mali mendengar mereka bicara.

Lihat! Lihat itu selir terbaik dan permata kerajaan kita. Putri Maria tak pernah takut menyaksikan eksekusi. Dia begitu setia mendukung titah sang raja, dan tak pernah menutup mata melihat seorang penjahat diringkus di hadapannya. Dia pahlawan! Mestinya dia terlahir sebagai protagonis, bukan cameo. Bila kelak anak dalam kandunganku ini lahir, maka akan kuberi ia nama Maria. Putri paling cantik dan berani di seluruh muka bumi! Bila kelak aku punya calon istri, sudah pasti harus berwujud dan berhati seperti Putri Maria, yang cantik lagi berani dan memperjuangkan keadilan! Kami menginginkan ujung jari Putri Maria, untuk menuntun hidup kami ke arah yang lebih baik!

Tangan mereka mengacung di udara seraya mulut mereka meneriakkan kalimat-kalimat penuh murka kepada sang terdakwa. Bakar! Eksekusi! Dia pembunuh, menumpahkan darah tak berdosa di tanah kita. Dia tak pantas hidup! Suara-suara itu diserukan, tetapi Mali tak merasakan adanya api yang membakar dan meluap di udara. Seruan-seruan itu semu.

Tak satu pun dari rakyat ini mengenal siapa Liveo. Mungkin hanya sedikit dari mereka yang melihat wajah Liveo ketika ditandu keliling kota. Mereka datang ke sini, berkumpul karena rasa percaya kepada sang raja. Mereka menjerit, memadu amarah yang sama, hanya untuk membenci Liveo karena tertular oleh tetangga dan saudara mereka yang bersemangat ingin menonton eksekusi terbuka. Hanya di saat pesta ataupun eksekusi, mereka bisa berpakaian indah dan berjumpa dengan raja maupun selir cantiknya.

Sementara Liveo tergantung diam. Darahnya telah berkumpul di ujung kepalanya. Wajahnya merah, gelap. Mali melihat memar di seluruh muka dan tubuh Liveo. Ada darah menetes dari mulutnya, jatuh ke air panas mendidih di bawahnya.

Mendengar seruan-seruan, Liveo membuka matanya perlahan, mempertemukannya dengan Mali.

Dengan tenang, Mali mengepalkan tangan dan menahan napasnya.

Raja loyo keriput mengangkat tangan dengan entengnya. Ia meminta rakyatnya untuk tenang dan cukup bersuara lantang hanya jika berpesta.

Tiga orang petinggi kerajaan diberikan tempat duduk di sebuah meja panjang. Mereka menjadi hakim yang merangkap sebagai penasihat istana. Mali mengenal wajah mereka di pesta semalam. Salah satu dari mereka membacakan teks pembuka yang mengawali acara eksekusi, secara formal dan menggelikan.

SEGREGATE (Mali & Liveo Story) ✔Where stories live. Discover now