05. Dia Lagi

38 10 7
                                    

Waktu istirahat kali ini Rega, Dimas, Akmal dan Sakti lebih memilih duduk-duduk saja di depan kelas. Membuat siswi yang berlalu-lalang sengaja memperlambat jalannya ketika di depan mereka berempat. Bahkan ada yang sengaja menjatuhkan buku hanya untuk mencuri pandang sekaligus caper di depan para most wanted sekolah.

"Ga," panggil Sakti membuat yang punya nama menoleh sebentar lalu kembali fokus ke depan.

"Kemarin gue anterin Mora pulang,"

"Apa hubungannya sama gue," sahut Rega sewot.

"Tunggu dulu napa, gue belum selesai ngomong, Mas." Sakti menekankan kata Mas diakhirnya membuat Rega menatap horor.

"Dia nitip salam sama lo, anaknya asik juga ternyata, Ga. Selama di jalan dia nggak berhenti bicara tentang apapun itu. Udah gitu-"

"Oh," potong Rega cepat. Menurutnya sangat buang-buang waktu membahas hal yang sama sekali tidak penting. Rega bukan tipe yang suka mendengarkan curhatan orang. Tapi bukan berarti ia tidak pedulian, ia sangat peduli terutama tentang orang-orang yang disayanginya.

"Percuma lo ngoceh panjang lebar, Rega nggak bakalan respon positif, Sak." Akmal tertawa gelak melihat Sakti yang selalu jadi korban sifat Rega.

Dimas yang melihat itu hanya diam, terlihat sedang memikirkan sesuatu dan tidak fokus dengan apa yang mereka bicarakan. Dia juga jarang berkomentar kecuali pada situasi tertentu saja.

"Gue cuman sampein amanat Mora doang, gue nggak mau kalau mati nanti ditanya malaikat," ucap Sakti tiba-tiba serius.

"Lo sakit, Sak? Jangan bilang lo kena penyakit serius kaya di film-film terus endingnya lo mati?" Akmal bertanya dengan polosnya.

"Dasar lo, Mal. Nyumpahin gue cepat mati lo?" Sakti menoyor kepala Akmal membuatnya mengeluarkan tawa kembali.

"Bagus dong," Rega berhenti sebelum kembali meneruskan. "Biar ngurangin polusi udara."

"Mantap, Ga. Sekalinya bicara langsung kena di hati, gue dukung lo." Akmal memberikan dua jempolnya di depan Rega membuat Sakti menatap sengit lalu berdiri dari kursi yang mereka tempati.

"Emang dasar lo semua, gak ada yang bisa ngertiin perasaan gue." Sakti berlagak kesal. Ia berlalu pergi menuju kantin. Dari arah yang berlawanan tanpa sengaja ia melihat Mora bersama kedua sahabatnya. Membuat lampu di kepala Sakti bersinar terang.

"Eh, Mora," sapa Sakti memulai aksinya.

"Ada apa, Sak?" tanya Mora.

"Kata Rega salam balik,"

"Demi apa, Sak? Makasih ya udah bantu gue," ucap Mora berbinar senang.

"Nggak yakin gue, Mor." Natasya merasakan aura kebohongan pada Sakti.

"Sama gue juga, Mor. Masa iya Rega dengan mudah lo taklukin gitu aja. Hanya dengan lima huruf?" ucap Dania tak percaya.

"Lima huruf?" sahut Mora dan Natasya berbarengan.

"Iya, kan S A L A M," jelas Dania mengeja kata salam.

Mora dan Natasya saling bertukar pandang. Sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan Sakti memilih pergi dari situ dan melanjutkan niat awalnya ke kantin.

"Jangan buat masalah, Mor. Jangan bertindak ceroboh lo," ingat Natasya ketika Mora berjalan lebih jauh di depan.

"Jangan khawatir, semua aman terkendali. Gue pastiin yang dibilang Sakti itu benar," ucap Mora. Ia berjalan mundur tanpa melihat ke depan masih dengan pandangan ke arah Natasya dan Dania. Tanpa terduga belakangnya seperti terantuk sesuatu, ia meringis pelan merasakan itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 27, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tentang Rasa √Where stories live. Discover now