Bag. 21. Mbak Ratih

464 23 0
                                    


Semakin tua.

Apakah itu sebuah ungkapan yang pas atau terlalu berlebihan, Aku sendiripun tak tahu dan tak mau terlalu memikirkannya.

Hidup dengan penuh cerita dimasa lalu dengan segudang kenangan yang menurutku biasa saja. 

Menjadi wanita karir dalam usia remaja hingga kini menginjak usia tua, tak pernah terbayangkan sebelumnya. 

Yang jelas! Aku menikmati hidupku, meski terikat oleh cincin pertunangan yang menggantung entah berapa lama, Aku sudah tak mempedulikannya, apalagi harus memikirkannya dalam-dalam. Biarlah mereka, orang-orang yang acapkali mengecapku sebagai wanita dengan status tak jelas semakin suka untuk menggosipkanku. Aku sudah tak peduli. 

Toh! Dunia ini tetaplah berputar dan berjalan maju bukan mundur. Jadi untuk apa terlalu sedih atau berlarut-larut memikirkan hubungan yang tak jelas ini. Life must go on, that simple right

*

**

Bulan Puasa.

Ramadhan kali ini, Aku ingin benar-benar menghabiskan waktuku bersama keluarga, tak mau terlalu fokus dengan pekerjaanku sebagai karyawan tetap disana. Sudah terlalu bosan dengan hari-hari yang dilewati, terlebih sudah beberapa bulan ini, Aku tinggal seorang diri dimes tempat Aku bekerja, karena teman sekamarku yang sudah keluar dari tempat kerja.

Dalam setahun kami para karyawan mendapatkan jatah cuti 12 hari, dan pihak perusahaan membebaskan kapanpun waktu cuti untuk diambil, sehingga Aku memutuskan tak mengambil cutiku satu tahun penuh kecuali untuk lebaran nanti.

Sengaja, agar rindu akan kebersamaanku dengan keluarga besarku terobati dan tentunya ingin merasakan kehangatan keluargaku lebih lama. Terlebih kali ini pihak perusahaan memberikan bonus libur lebaran lebih awal dan lebih panjang dari biasanya. Alhamdulillah bersyukurnya Aku, tak sia-sia mengambil kesempatan cuti ini. 

Seperti biasa, setiap karyawan akan mendapatkan thr berupa uang dan nanas kaleng kesukaan keluarga serta para tetangga. Kali ini sengaja beli tambahan biar bisa dibagikan saudara maupun tetangga dekat. Setidaknya Aku juga ingin mereka merasakan makanan dari tempat Aku bekerja, tak ada salahnya berbagi, berbagi makanan jugakan sama saja memberikan mereka kebahagiaan.

Cuaca cukup panas, dengan barang bawaan sebanyak ini tak membuat Aku menyerah membawanya. Entah kenapa, setiap moment ramadhan apalagi mendekati lebaran seperti ini, hatiku haru, tak peduli lelah dengan tentengan yang banyak akan tetap Aku lakukan.

"Kamu nggak salah Rat?" Mbak Ratih sedikit melongo ketika melihat barang bawaanku yang udah melebihi bawaan miliknya. 

"Cuma 2 kardus mbak, masih kuatlah." Mbak Ratih tersenyum sinis, sedikit tak yakin dengan jawabanku sembari menatap tubuhku yang kurus kering dari atas sampe bawah. 

"Jadikan kita nanti mampir dipasar gede?"Tanyaku kepada mbak Ratih yang masih sibuk membenahi tali rapia dikardus.

"Wedeh niat bener, kita lagi puasa lo. Yakin kamu kuat Rat?"Mbak Ratih mulai berdiri, membenarkan ranselnya dan mulai menenteng kardus hasil thrannya. 

"Yakin dong Mbak... Cuma puasa mah, kan udah sering juga kita puasa." Yakinku kepada Mbak Ratih sembari berjalan perlahan. 

"Ya tapikan tentengan kamu itu udah berat lo Rat, Mbakmu ini khawatir ntar kamu pingsan lagi.. Hehehe." Canda Mbak Ratih sembari menyenggol pundakku. 

"Cuma mampir bentar, beli baju buat kedua orang tuaku tok lo Mbak." Nadaku merajuk.

Ïyo.. Yo... Yo... Yo... Mbak anter lo, ojo nangis... Hahaha." Mbak Ratih terkekeh geli. 

8 Tahun...Where stories live. Discover now